Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Jangan Menjadi People Pleaser?

16 April 2023   01:00 Diperbarui: 17 April 2023   04:03 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Ehimetalor Akhere Unuabona on Unsplash 

Berani taruhan, sebagian besar pembaca pernah menjadi korban kebutuhan untuk menyenangkan orang lain. Betapa bahagianya hati saat melihat senyum di wajah mereka, yang pada akhirnya menjadi semacam candu. 

Namun, tahukah bahwa menjadi people pleaser---yang selalu berusaha memuaskan orang lain---bukanlah jalan menuju kebahagiaan yang sejati? 

Mari kita kaji dari sudut pandang filsafat, dengan pendekatan yang sederhana, dan tentu saja, tanpa bermaksud menggurui.

Eksplorasi Filsafat: Mengapa Menjadi People Pleaser Bukanlah Kunci Kebahagiaan

Ketika membahas tentang kebahagiaan, sulit untuk tidak menyebut filsuf legendaris Aristoteles. Menurut beliau, kebahagiaan adalah tujuan tertinggi dalam hidup dan merupakan hasil dari kebajikan atau keutamaan yang diperoleh melalui latihan dan pembiasaan. 

Intinya, kebahagiaan adalah sesuatu yang diperjuangkan dan diupayakan, bukan diperoleh dari pujian atau persetujuan orang lain.

Sementara itu, Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman terkenal, menekankan bahwa tindakan yang benar dilakukan karena kewajiban moral, bukan karena keinginan untuk menyenangkan orang lain. 

Ketika seseorang berusaha memuaskan orang lain, ia mungkin mengabaikan prinsip moral yang ada. Dalam konteks ini, menjadi people pleaser bisa berarti mengorbankan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.

Photo by Ehimetalor Akhere Unuabona on Unsplash 
Photo by Ehimetalor Akhere Unuabona on Unsplash 

Sekarang, kita ketahui bahwa menyenangkan orang lain bukanlah kunci kebahagiaan yang sejati, pertanyaannya adalah: apa yang salah dengan menjadi people pleaser?

1. Mengabaikan Kebutuhan Diri

Mungkin saja terdapat sebuah kapal yang selalu berusaha menyelamatkan orang yang jatuh ke laut. Kapal ini begitu sibuk menyelamatkan orang, sehingga tidak pernah merawat diri sendiri. 

Akhirnya, kapal ini pun rusak dan tidak lagi bisa menyelamatkan siapa pun. Inilah analogi yang relevan untuk menggambarkan betapa pentingnya merawat diri sendiri.

Ketika seseorang terlalu fokus pada keinginan orang lain, ia cenderung melupakan kebutuhan pribadinya. Hal ini bisa berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental. Jangka panjangnya, seseorang bisa mengalami kelelahan, stres, dan bahkan depresi.

2. Ketergantungan pada Validasi Eksternal

Menjadi people pleaser membuat seseorang tergantung pada validasi dari orang lain. Ketika seseorang mengukur kebahagiaannya berdasarkan pujian dan persetujuan orang lain, ia memberikan kontrol atas kebahagiaannya kepada pihak eksternal. Sebuah kondisi yang tidak sehat. Kebahagiaan yang sejati harus berasal dari dalam diri, bukan dari pengakuan orang lain.

3. Hilangnya Identitas

Saat seseorang terlalu fokus menyenangkan orang lain, ia mungkin akan melupakan siapa dirinya sebenarnya. Ia akan cenderung mengikuti keinginan orang lain daripada mengejar apa yang sebenarnya diinginkannya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan hilangnya identitas dan rasa tidak puas dengan hidup.

4. Menyebabkan Hubungan yang Tidak Sehat

Menjadi people pleaser juga bisa menyebabkan hubungan yang tidak sehat, baik dalam persahabatan, keluarga, maupun hubungan asmara. 

Saat seseorang terus menerus berusaha menyenangkan orang lain, ia mungkin akan dianggap sebagai individu yang mudah ditekan dan dimanfaatkan. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan hubungan yang tidak seimbang dan tidak sehat.

Lantas, bagaimana cara mengatasi kecenderungan menjadi people pleaser?

1. Belajar Menghargai Diri

Menghargai diri adalah langkah pertama untuk mengatasi kecenderungan menjadi people pleaser. Cobalah untuk menemukan kebahagiaan dalam diri sendiri, bukan dari pujian atau persetujuan orang lain. Ingatlah bahwa kebahagiaan yang sejati berasal dari dalam, bukan dari luar.

2. Menetapkan Batasan

Menetapkan batasan adalah langkah penting untuk mengatasi kecenderungan menjadi people pleaser. Berani mengatakan "tidak" saat merasa tidak nyaman atau tidak sanggup untuk memenuhi permintaan orang lain. Jangan takut untuk mengekspresikan perasaan dan pendapat, meskipun itu berarti tidak menyenangkan orang lain.

3. Memprioritaskan Kebutuhan Diri

Belajar memprioritaskan kebutuhan diri, bukan hanya keinginan orang lain. Ingatlah bahwa merawat diri sendiri adalah hal yang penting untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Jangan biarkan kebahagiaan orang lain mengalahkan kebahagiaan diri sendiri.

4. Membangun Hubungan yang Sehat

Mencari dan menjalin hubungan dengan orang yang menghargai dan menghormati diri sendiri. Dalam hubungan yang sehat, kedua pihak saling mendukung dan menghargai kebutuhan serta keinginan masing-masing.

Sebagai penutup, menjadi people pleaser bukanlah kunci menuju kebahagiaan yang sejati. Justru, hal ini bisa menyebabkan dampak negatif dalam hidup. 

Mari kita renungkan pendapat para ahli filsafat yang telah dibahas sebelumnya, dan mulailah belajar untuk menghargai diri sendiri, menetapkan batasan, memprioritaskan kebutuhan pribadi, dan membangun hubungan yang sehat. Dengan demikian, kita akan lebih dekat untuk mencapai kebahagiaan yang sejati dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun