Mohon tunggu...
Denny Yapari
Denny Yapari Mohon Tunggu... -

Lulusan Sarjana Teknik Elektro (S.T.) dari Institut Teknologi Nasional Bandung, Sarjana Hukum (S.H.) Universitas Yos Soedarso Surabaya, dan Magister Ilmu Hukum (M.H.) Universitas Narotama Surabaya. Ahli Pengadaan Nasional dan Advokat/Konsultan Hukum yang berdomisili di Kota Sorong

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tanggapan Terhadap Video Deddy Corbuzier "Sekolah? Gak Guna!"

3 Juni 2017   19:45 Diperbarui: 3 Juni 2017   20:18 6784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Video ini bagi saya adalah penghinaan…

Penghinaan bagi sekolah!!

Penghinaan bagi semua orang sukses yang berpendidikan tinggi!!

Penghinaan terhadap siapa saja yang jadi guru olah raga yang gendut!!

Penghinaan terhadap siapa saja yang kerja kantoran atau kerja sama orang seumur hidupnya karena bagi deddy corbuzier itu bukan kesuksesan!!

Penghinaan bagi siapa saja yang tidak sekolah seperti sekolahnya deddy corbuzier, padahal dia mengaku tidak naik kelas 2x dan dia merasa successful?

Apa ukurannya sukses bagi seorang deddy corbuzier?... Haruskah kita semua mengikuti ukuran sukses deddy corbuzier?...

Kalau jagonya sulap jangan sok jago dibidang lain, kelihatan bodohnya… Seorang pesulap ngga bisa menilai dunia pendidikan dari kacamata sulap saja… Inilah kesalahan fatal seorang deddy corbuzier yang terlalu sombong dalam video ini!!

Mungkin, ini hanya kemungkinan… mungkin deddy sering melihat orang berpendidikan tinggi sedang belajar sulap kepadanya namun orang tersebut tidak pernah berhasil, sehingga bagi deddy orang berpendidikan tinggi gak ada yang sukses, sehingga dia berpendapat pendidikan memang tidak menjamin orang sukses.

Padahal deddy sedang mengulang kesalahan orang tersebut, deddy menjudge sistem pendidikan yang dia tidak tahu apa2 tentang hal tersebut.

Tapi saya ngga bahas dulu ukuran sukses untuk membantah dia, karena videonya panjang, saya bahas satu persatu kalimat deddy dalam video tersebut yang saya anggap menyesatkan, karena video ini ditujukan kepada anak2 indonesia yang sedang sekolah… Ya… dia sedang merusak pemikiran anak2 Indonesia yang sedang sekolah, pada saat masih banyak anak2 Indonesia di pelosok daerah yang begitu merindukan bisa bersekolah agar bisa mengenal ilmu, bisa menjawab banyak keingintahuannya, bisa meraih prestasi, naik bisa naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi! Yang menurut anak2 tersebut itulah KESUKSESAN!!

Video Deddy Corbuzier dimulai dengan kalimat tendensius yang merendahkan martabat orang yang sekolah tinggi, dan saya tersinggung, Cuma karena bukan ranah pidana tidak perlu dilaporkan ke polisi, tapi saya counter balik dengan tulisan saya.

Judulnya :

“Sekolah? Gak Guna”

Kalimat pembukanya :

“Kalian Pikir Hidup Kalian akan sukses kalau kalian sekolah tinggi? Nooo Noo…”

“Juara di kelas, Pintar di sekolah, rangking nomor 1, hidup sukses? Who say that?”

“Sekolah tidak menjamin apapun untuk sukses!!” dan kalimat ini dikembangkan dan ditekankan sedemikian rupa, bahkan bagi deddy : “sekolah penting supaya anak tidak jadi alay, supaya cara berpikir dewasa, supaya pergaulan anak benar, berkenalan dengan teman yang baik di sekolah, mungkin punya pacar di sekolah, atau suatu saat punya rekan kerja di sekolah, asal lingkungan sekolahnya baik”. What??

Sekolah penting untuk anak pacaran dan punya rekan kerja di sekolah? Ini Gilaa!!

Bahkan menurut deddy sekolah penting atau tidak penting tergantung lingkungan sekolahnya, kalau lingkungan sekolah tidak benar, maka lulusannya adalah orang yang suka nyiyir pada orang lain, melakukan gol bunuh diri atau jadi seorang koruptor di pemerintahan nanti. Luar Biasa!!! Apalagi sampai judul tendensius “Sekolah? Gak guna!”

Saya heran apa referensi deddy corbuzier tentang orang sukses? Semua harus seperti dia? Faktanya di Indonesia ini warga negaranya bukan pesulap semua? Juga bukan pesulap yang menjadi pembawa acara talkshow kan? Kebayang punya presiden pesulap dan berpenampilan pesulap dengan gaya yang eksentrik?

Referensi saya orang berpendidikan tinggi dan sukses banyak, tapi saya pernah berpikir bahwa orang yang berpendidikan tinggi jarang yang sukses, apalagi kalau menggunakan cara berpikir deddy corbuzier “Pendidikan tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang”!!

Bagi saya “orang sukses umumnya berpendidikan tinggi”!!

Lihat saja contohnya Professor Habibie, dia berpendidikan tinggi, sukses dan BUKAN KORUPTOR.

Lihat saja contohnya Mr. Moehammad Hatta, dia berpendidikan tinggi, sukses, BUKAN KORUPTOR bahkan seorang Pahlawan Proklamasi.

Lihat saja contohnya Ir. H. Djuanda yang terkenal dengan dekalarasi djuanda mengenai hukum laut Indonesia, seorang Insinyur (bidang Teknik) yang membuat terobosan hukum bagi kepentingan Negara Indonesia, dia berpendidikan tinggi, sukses, bahkan jadi pahlawan, juga BUKAN KORUPTOR.

Masih banyak Professor, Magister dan sarjana S1 di Indonesia yang sukses dan bukan koruptor, kalau saya buat video lalu isinya cuma menyebut nama2 orang berpendidikan dan sukses serta bukan koruptor yang saya kenal, akan lebih panjang durasinya dibanding video deddy corbuzier yang menyesatkan anak-anak Indonesia ini.

Apakah ada yang punya data penelitian mengenai berapa total jumlah sarjana S1, S2, S3 hingga professor yang ada di Indonesia ini? Berapa yang sukses dan berapa yang gagal? Apa kriteria suksesnya? Pasti belum ada!! Tapi Cuma deddy corbuzier yang berani bilang pendidikan ataupun pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang sukses, tanpa data penelitian yang ilmiah, entah darimana datangnya alasan yang bisa dijadikan dasar untuk dia berkata seperti itu. Well, seorang Pesulap pun tetap punya cara yang bisa menjelaskan secara logis trik sulap yang dilakukannya kan!

Dari penjelasan contoh orang berpendidikan dan sukses saja kita tahu, wawasan deddy terbatas, baginya berpendidikan tinggi dan sukses harus sesuai standar dia. Kalau bukan standar dia, maka orang tersebut bisa jadi berpendidikan atau berpendidikan tetapi tidak sukses!! Menilai sesuatu koq secara subyektif??

Mengherankan bukan? Siapa dia mengukur-ukur kesuksesan seseorang? Saya aja gak berani bilang orang tidak sukses, semua orang yang saya temui bagi saya sukses, hidupnya fine2 aja, gak mengganggu saya ataupun keluarga saya. Ukuran sukses orang kan beda-beda, ada tukang becak bisa menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana, itu kesuksesan luar biasa… walaupun harus menjadi tukang becak. Anaknya pun demikian sudah sukses mewujudkan cita2 orang tuanya, bisa menjadi sarjana walaupun mungkin banyak kekurangan selama kuliah.

Yang benar ukuran kesuksesan seorang berbeda-beda, sukses itu hasil kerja seseorang, sukses disatu bidang tertentu belum tentu sukses dibidang lain. Ada adagium “kesuksesan seseorang adalah hasil dari ribuan kali kegagalan”, artinya sukses memang hasil kerja keras seseorang. Demikian juga baik sukses maupun gagal adalah hal yang wajar terjadi pada seseorang, tidak diukur dari ukuran orang lain apalagi dari ukuran seorang pesulap yang menurut dirinya sukses!!

Di dalam video ada bagian dimana deddy mengatakan bahwa pelajaran di sekolah terlalu banyak, seorang anak tidak bisa menguasai semua pelajaran jadi wajar ada yang lemah di matematika ataupun sampai dapat nilai merah, tapi dia lupa bahwa itulah kesuksesan seorang anak, hasil belajarnya lah yang dinilai sukses atau tidak, mungkin sukses di matematika tapi lemah di olah raga atau lemah dibiologi… Wajar kan? Lalu kenapa mempertanyakan pendidikan yang tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang? Gak normal kan?

Demikian juga deddy merasa dirinya sukses, saya pun setuju tapi kan skala nasional saja, di Indonesia saja, di luar negeri deddy kalah jauh sama chris angel atau pesulap tersohor lainnya yang sukses… tapi tidak ada yang menjudge deddy seorang yang gagal, anehnya deddy bisa menjudge orang berpendidikan tinggi tidak menjamin sukses… apalagi sekolah gak guna??

Kemudian deddy sukses di Indonesia sebagai pesulap dan pembawa acara, tapi apa iya deddy sukses dibidang lain, faktanya dia tidak naik kelas 2x kan? Itu kegagalan deddy… demikian juga kalau deddy saat ini tiba2 ditantang survive di hutan belantara, di pulau terpencil atau pegunungan yang belum terjamah saya yakin dia akan kesulitan banget karena kelihatan dalam videonya dia tidak suka belajar peta buta. Jadi dibalik kesuksesan deddy sekarang saya yakin banyak kegagalan yang dia pernah lalui dan tidak pernah itu diukur dari tingkat pendidikan deddy karena tidak ada relevansinya.

Demikian juga membuat hubungan antara kesuksesan seseorang dengan tingkat pendidikannya ya harus disesuaikan dengan apa yang diukur untuk menjadi sukses dulu… karena orang berpendidikan tinggi juga seseorang yang sukses.

Orang bisa berpendidikan tinggi saja sudah sukses!! Waras ngga??

Demikian pula kesuksesan seseorang bisa jadi diukur dari rumah tangganya, ada yang sukses berkeluarga dan bisa berkarir, ada juga yang sukses berkeluarga dan berbisnis. Ada yang merasa sukses berpendidikan tinggi, beristri 2, punya anak banyak, bisa menghidupi keluarganya, ada juga yang merasa sukses dengan beristri 2, walaupun tidak berpendidikan tinggi, ada juga yang sukses berpendidikan tinggi, beristri 1 dan punya anak 2. Tapi ada juga orang yang merasa sukses tapi gagal berumah tangga kan? Bagi orang yang sukses berkeluarga, orang yang sukses tapi cerai dengan istrinya adalah orang yang gagal dalam berumah tangga, jadi walaupun sukses berbisnis belum tentu orang sukses di semua bidang, kenapa deddy tidak sadar tentang hal itu?

Kita kembali kepada perkataan deddy dalam video.

Deddy mengatakan banyak yang slah dengan sistem di sekolah, tapi setelah saya simak videonya ternyata yang dipermasalahkan hanya 3 macam, yaitu ujian nasional (UN), PR yang banyak dan jumlah mata pelajaran, jadi saya tidak paham banyak itu yang apa saja.

Mengenai UN kita sudah tahu di antara guru sendiri ada pertentangan, tetapi kebijakan pemerintah jelas, ada UN. Tujuan diadakannya UN semua orang tahu dan mengerti, yang tidak setuju dengan adanya UN bukan tidak setuju dengan tujuan diadakannya UN tapi lebih kepada tata cara menilai hasil belajar anak. Cara penilaiannya yang dipersoalkan. Memang harus diakui dalam pemberitaan ada anak yang stress karena UN, bahkan sampai ada yang bunuh diri karena UN, ada yang pintar tapi tidak lulus UN, yang bodoh lulus UN? tapi apa iya semua yang diberitakan dalam sekelumit kalimat berita sesuai dengan fakta di lapangan? 

Tidak mungkin, pasti banyak faktor-faktor lainnya yang menjadi pemicu,  kalaupun ada terjadi presentasinya pun kecil, berapa jumlah siswa seIndonesia yang ikut UN? lalu berpa jumlah yang menjadi hancur karena UN? Apakah deddy berbicara berdasarkan fakta dan data atau tidak? Kan tidak!! UN itu standarisasi, ada target materi yang harus standar dalam sistem pendidikan kita, sehingga bisa menjadi tolak ukur ketika anak melanjutkan jenjang pendidikannya. Kalau dipandang memberatkan maka memang perlu dicari solusi tapi bukan ditiadakan saja tanpa memberi solusi. Kalau standar pendidikan kita beda tentu saja menyulitkan anak memperoleh akses pendidikan ke jenjang lebih tinggi. 

Ini juga pengalaman saya pribadi yang SMA di indonesia timur lalu kuliah di indonesia bagian barat, untuk menguasai materi kita kuliah kita sama tidak jauh berbeda, tetapi selama kuliah saya menyadari background materi pelajaran sma kita yang berbeda mengakibatkan ada perbedaan dalam menyelesaikan perkuliahan. Tapi sekali lagi tidak bisa saya judge semua orang harus seperti saya kan.

Mengenai PR yang banyak, harus diakui ada oknum guru yang cara mengajarnya seperti itu, tapi itu tidak mewakili semua guru. Saya akui juga ada oknum guru juga yang sengaja membuka les di rumah bagi murid-muridnya sebagaimana pengalaman deddy les dengan guru sekolahnya, walaupun tidak suka tapi demi mendapatkan nilai atau bocoran soal dijalani oleh deddy. Tapi banyak orang mendapatkan pengalaman yang berbeda, contohnya saya, dulu pernah les di sekolah dengan guru matematika saya, tapi beliau tidak meminta uang, dia dengan sukarela memberikan tambahan jam mengajar pada semua siswa dalam satu kelas tanpa pandang bulu. 

Kami datang pun sukarela karena diluar jam sekolah tapi yang hadir hampir satu kelas bahkan senang lagi, padahal saya di sekolah negeri, beda sekali dengan pengalaman deddy kan? Saya juga punya pengalaman les sama guru dirumahnya, dia memang mau dibayar dengan uang tapi ada syarat semampu saya dan harus serius, kapan saya tidak serius lesnya tidak lanjut, tapi itu sukses menambah kepandaian saya dan keseriusan saya belajar, padahal guru les saya tidak mengajar saya di kelas. Saya yakin siapapun yang membaca ini punya pengalaman unik sendiri tentang les ataupun masa sekolahnya. Tapi kita tidak boleh menjudge sistem pendidikan salah hanya karena pengalaman satu orang saja kan? Lantas apa hak deddy menjudge sistem pendidikan kita, dia bukan guru, bukan dosen bahkan bukan pegawai kemendikbud. Apa semua yang terlibat dalam sistem pendidikan kita orang yang bodoh2 dan tidak sukses?

Deddy juga membanggakan bisa memberi les anakanya sesuai dengan yang anaknya mau, termasuk beladiri, bahkan diberi les beladiri segala macam, dan menurutnya anaknya relly good karena melakukan yang disuka, saya gak paham anaknya dalam really good dalam kemampuan beladiri atau dalam kondisi really good karena melakukan yang disuka, atau dua-duanya, yang tahu hanya deddy, anaknya dan Allah SWT. Tapi deddy lupa ada jutaan orang tua yang tidak bisa mengabulkan semua keinginan anaknya seperti dia, apakah itu artinya orang tua itu gagal dan tidak sukses? Bagi deddy itu tidak sukses!! Ada orang tua hanya sanggup menyekolahkan anaknya dan anaknya juga merasa itulah yang terbaik, itulah jalan menuju kesuksesan, kenapa? 

Karena orang tuanya merasa sekolah sampai berpendidikan tingggi adalah modal untuk mencapai kesuksesan… apakah itu salah? Ada orang tua yang merasa kurang sukses hidupnya karena tidak sekolah sehingga pada anaknya dia menuntut agar mau sekolah sebagai modal untuk meraih kesuksesan hidup, tidak ada yang salah mengenai itu!! Dan buktinya banyak !! Bahkan menurut wawasan saya Banyak orang yang sukses karena berpendidikan tinggi daripada yang yang sukses tanpa sekolah berpendidikan tinggi seperti deddy corbuzier, kalau benar pendapat deddy harusnya anda melihat disekitar anda banyak pesulap berpenampilan eksentrik!!

Mengenai mata pelajaran yang banyak, saya juga tidak paham mengenai kurikulum, tetapi saya yakin ada maksud dan tujuan baik disana, toh juga disesuaikan dengan jam belajar anak. Tapi saya mau mengcounter gaya pemikiran deddy. Menurut deddy semua anak dituntut harus bisa matematika, biologi, seni rupa bahkan sampai olahraga, padahal guru matematika pasti tidak bisa biologi. Ini kata deddy ya!! Pengalaman saya lain, guru matematika SMA saya bisa mengajar kimia demikian pun sebaliknya. 

Malah waktu SD, saya sekolah di SD Negeri di Sorong, wali kelas saya mengajar hampir semua mata pelajaran, toh hasil UN saya (NEM) masih lumayan bagus lah. Pengalaman orang beda-beda kan! Tapi yang saya tidak paham kenapa kita men judge seorang guru? Guru yang ahli matematika mengajar matematika kan bagus… kenapa dipertanyakan dia bisa biologi atau ngga? Ngga logis!!! sama seperti saya berguru sulap, kalau dikasih deddy corbuzier yang ahli kan saya senang!! Kalau saya dikasih deddy yang lain mungkin malah saya menolak!!

Ada lagi yang saya tidak bisa terima dari perkataan deddy corbuzier, dia bingung kenapa kalau pelajaran agama merah tidak naik kelas. Bagaimana caranya menilai agama seorang anak secara tertulis? Menurut dia kalau kita tidak bisa menjawab ujian agama maka itu artinya agama kita jelek. Ini keliru…

Pelajaran agama di sekolah adalah ilmu pengetahuan, tidak bedanya dengan pelajaran yang lain, hanya saja disesuaikan dengan keyakinan/agama sang anak. Anak beragama Islam ya belajar tentang ajaran Islam, yang dinilai adalah pengetahuan anak atau hasil belajar anak tentang islam, bukan menilai keyakinannya, bukan dinilai cara anak itu beragama, kan seperti itu… apa iya ada guru agama islam yang memberi nilai anak didiknya yang beragama islam sebagai kafir? Sebagai munafik? Sebagai orang alim? Ngga ada yang seperti itu…!!!

Ustadz-ustadz yang lulusan ilmu syariah (baik dari IAIN, STAIN, maupun lulus timur tengah) juga diuji secara tertulis mengenai pengetahuan agamanya tetapi tidak pernah dijadikan dasar untuk menilai keyakinan agamanya kan? Bahkan banyak ustadz-ustadz yang hanya mengajarkan ilmu agama tetapi sukses, terkenal bahkan bisa menghidupi keluarganya lebih dari cukup. Jadi tidak ada yang salah kalau menjadikan agama sebagai mata pelajaran.

Kemudian saya bertambah bingung dengan perkataan deddy bahwa guru olahraga di Indonesia katanya kebanyakan gendut2 dan tidak bisa biologi, sampai dihubungkan dengan penyebab kenapa menteri olah raga indonesia bukan atlet. Ngga habis pikir saya dengan ‘kecerdasan’ Deddy Corbuzier ini.

Guru olehraga SMA saya badannya bagus, jago beladiri, jago main basket, jago renang (yang terakhir saya tahu setelah ketemu beliau di kolam renang setelah saya lulus Kuliah), orangnya supel, menurut saya dia menguasai banyak olahraga tapi tidak pernah sombong… Gak seperti image guru olehraga yang deddy tuduhkan kan? Lagian guru olehraga koq dilarang gendut? Emangnya guru itu atlet yang memang harus menjaga timbangan badannya, apakah guru gendut tidak boleh mengajar olah raga? Ini aturan darimana? Diskriminasi sekali… Kalau guru olahraga tidak bisa pelajaran biologi lalu kenapa? Kita belajar olahraga atau belajar biologi?

Menteri adalah pembantu presiden, hak preogatif presiden untuk memilih siapa menterinya, kalau menterinya bukan atlet harusnya deddy corbuzier menghadap ke Presiden Jokowi lalu menanyakan hal itu, just as simple as that!!

Mengenai anak yang menerima pelajaran banyak, ya itu terkait kurikulum, terkait sekolah dan gurunya, ada alasannya, yang lebih tahu mereka, kenapa kita judge mereka tanpa menanyakan apa tujuannya? Apakah kita lebih ahli dari mereka? Tidak kan!!

Lalu saya heran bagi deddy tidak penting anak ranking 1 di sekolah, saya sendiri setuju adanya sistem ranking di sekolah asalkan tidak ada campur tangan dari orang tua, ketika saya dulu sekolah sistem ranking masih berlaku, dan tidak ada orang tua kami yang turut campur tangan, hasilnya membuat persaingan yang sehat antar kami pada saat itu, metode ranking ini tidak ada bedanya dengan orang yang bertanding di suatu kejuaraan, tentu yang dicari siapa juara 1, 2 dan 3 kan. 

Kalau terbentuk persaingan yang sehat di kelas maka berlakulah “sainganmu adalah sahabatmu di kelas”, dan indah sekali punya sahabat yang berlomba-lomba dalam kebaikan. Sistem ranking yang saya pandang rusak kalau orang tua sudah masuk ikut campur menentukan tentang ranking, apalagi kalau ada orang tua yang memanfaatkan kedudukannya, saya sendiri menentang hal ini, dan ternyata cukup banyak terjadi, sehingga saya juga memahami bilamana ada sekolah yang tidak menerapkan sistem ranking. Tetapi bukan berarti sistem ranking tidak baik, tergantung gurunya / sekolahnya saja yang mengelola.

Ada satu hal yang saya setujui dari perkataan deddy, yaitu mengenai orang tua yang terlalu menuntut kepada anaknya untuk berprestasi di sekolah. Saya sudah mengalami sebagai anak dan sedang menempuh jalan sebagai orang tua. Saya paham kalau ada orang tua yang merasa bagaimana dulu sulitnya dia bersekolah, bagaimana sulitnya dulu dia belajar atau bagaimana sulitnya dulu dia juga mau mendapat nilai bagus disekolah, sehingga ketika dia menjadi orang tua, dia tidak ingin anaknya kesulitan dalam belajar. Akhirnya anaknya dileskan banyak mata pelajaran diluar jam sekolah, anaknya dituntut “pintar” dalam mata pelajaran sekolah, akhirnya ada anak yang stress, tapi kita juga tidak bisa menutup mata ada juga anak yang berhasil, Cuma memang dalam kacamata orang lain anak tersebut terlalu terbebani dengan keinginan orang tua, terlalu terbebani dengan kesuksesan menurut orang tua. 

Mungkin maksud orang tua tersebut adalah “Nak kamu bisa jadi ranking 1, apapun yang kamu butuhkan untuk mencapai ranking 1 pasti ibu sediakan, jangan seperti ibu sekolah dulu, mau ini itu supaya pintar gak ada yang bisa sediakan”. Jadi memang qadha dan qadar masing-masing orang itu berbeda-beda. Tapi itulah manusia, masing2 punya permasalahan hidup sendiri yang unik dan tidak sama dengan yang lain. Ada yang mau belajar tapi tidak bisa disupport, hanya bisa disuruh kerja membantu orang tua. Ada yang bisa disupport dan difasilitasi untuk belajar, eh malah maunya kerja, atau malah maunya main, atau malah lebih senang beladiri seperti anaknya deddy corbuzier kan.

Jadi saya memahami maksud Deddy yang tidak suka terhadap orang tua yang terlalu menuntut anaknya sehingga mengatakan “Sukses tidak bisa dibentuk oleh orang tua”, tapi jangan lupa atas dukungan dan ridha orang tua lah maka kita bisa sukses. Apapun sukses yang telah kita capai.

Deddy juga meremehkan lulusan S1 yang kerjanya “tidak nyambung”, masih kerja sebagai SPG, apa salahnya? Jutaan lulusan S1 itu artinya tingkat pendidikan bangsa ini makin naik, kalau lapangan kerja belum sanggup menampung ya bukan salah yang lulus… sama aja kerjaan artis dan pesulap juga banyak yang mau tapi juga jumlah yang gagal lebih banyak daripada yang berhasil kan?

Akhir kata, menilai suatu sistem tidak bisa dari satu sudut pandang saja, apa yang deddy corbuzier lakukan pada anaknya adalah ikhtiar dia sebagai orang tua kepada anaknya, toh hasil deddy mendidik anaknya belum bisa dinilai sukses karena perjalanan anaknya masih panjang, sehingga menjadi terlalu dini bagi seorang deddy corbuzier untuk mengatakan sekolah itu gak berguna, sekolah itu naik kelas syukuri, gak naik kelas gak masalah, nilai ujian baik syukuri, gak baik gak masalah, berpendidikan tinggi itu tidak menjamin sukses.

Sekolah dengan baik adalah bukti keseriusan menghadapi tantangan.

Orang sukses umumnya berpendidikan tinggi.

Semoga anak-anak Indonesia makin rajin sekolah, mencari ilmu setinggi-tingginya, berprestasi, dan berpendidikan tinggi, sehingga kita punya banyak Habibie-Habibie muda, Djuanda-djuanda muda bahkan Moehammad Hatta muda yang siap menggantikan orang-orang yang banyak keliru saat ini. Semoga saya dan anda menjadi orang tua yang bisa membentuk generasi muda yang sukses dunia dan akhirat!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun