Mohon tunggu...
Laurensius Mahardika
Laurensius Mahardika Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Psychology

Penulis karbitan yang menyukai teknologi, musik dan sepakbola. Email: dennysantos038@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Artikel Utama

Menyusuri (Kembali) Jalan Deandels di Jalur Selatan Sebagai Alternatif Menuju Yogyakarta

4 Juni 2019   22:53 Diperbarui: 5 Juni 2019   04:02 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Parahnya lagi, trek jalan Daendels yang lurus tanpa belokan sedikitpun membuat kita berharap ingin segera keluar dari jalan yang bergelombang tersebut. Tidak hanya itu, beberapa hewan ternak dari sapi, kerbau, ayam, bebek sering berseliweran di jalan sehingga malah memperpanjang waktu perjalan.

Pada tahun 2016, saya juga sempat melewati jalan Daendels setelah berlibur di Bandung dengan dengan menggunakan motor. Kali ini saya berharap 5 tahun setelahnya bakal lebih mulus jalannya. Ternyata tidak, apalagi posisi pada saat itu sudah malam dan hujan turun dengan deras.

"Parahnya lagi, trek jalan Daendels yang lurus tanpa belokan sedikitpun membuat kita berharap ingin segera keluar dari jalan yang bergelombang tersebut."

Jalanan yang memang sudah bergelombang itu mendapatkan ekstra air sehingga menjadi sebuah kubangan kecil di setiap lubangnya. Yang lebih menyeramkan lagi adalah minimnya penerangan yang ada, hanya lampu sekitaran 5 watt yang dipasang oleh warga setempat di teras rumah mereka.

Dua tahun berselang, saya akhirnya mencoba melewati jalan "neraka" itu lagi. Entah apa yang dipikiran saya, saya langsung percaya saja sama tuntutan mbah google (maps). Namanya juga simbah, biasanya terkenal bijak.

Daendels yang Berbenah Diri

Perjalanan saya menuju Cirebon saya mulai sekitar pukul 7 pagi dari Banguntapan, Bantul. Dari situ saya bergerak ke timur menuju jalan Wates. Awalnya tidak ada masalah.

Akhirnya pada suatu perempatan, si simbah menyarankan belok ke selatan menuju jalan Sentolo-Brosot. Disini saya mulai ragu karena adanya perbaikan di awal masuk jalan tersebut. Saya khawatir, jangan-jangan jalan Daendels juga masih rusak sampai saat ini.

Setelah melewati Sentolo-Brosot, saya bergerak menuju daerah Temon, Kulonprogo. Di tengah jalan, saya baru tahu dan melihat langsung pembangunan New Yogyakarta International Airport yang baru setengah jadi tersebut. Saya terpikirkan tentang pemberitaan pembebasan lahan yang menuai protes dari para petani. "Ah, kan sudah disetujui Sultan", pikir saya.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Setelah melewati jembatan yang dibawahnya terdapat sungai yang luas (sungai Bogowonto kalau tidak salah) dan melewati jalan pantai Glagah, saya dibuat kaget dengan jalanan beton yang mulus tanpa celah di awal masuk jalan Daendels. Jalanan itu sekarang diperlebar, seperti jalan tol. "Ini bukannya jalan Daendels yang 'bopeng' itu?" pikir saya seakan-akan tidak percaya dengan apa yang saya lihat.

Semakin bergerak ke barat, hamparan sawah yang masih asri terpapar di selatan jalan. Dulu, saya tidak peduli dengan hamparan sawah tersebut. Mau pemandangan indah sekalipun kalau jalannya rusak, saya kurang bisa menikmati. Apalagi posisi saya hanya mau lewat, bukan berlibur disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun