Mohon tunggu...
Laurensius Mahardika
Laurensius Mahardika Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Psychology

Penulis karbitan yang menyukai teknologi, musik dan sepakbola. Email: dennysantos038@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Artikel Utama

Menyusuri (Kembali) Jalan Deandels di Jalur Selatan Sebagai Alternatif Menuju Yogyakarta

4 Juni 2019   22:53 Diperbarui: 5 Juni 2019   04:02 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Daendels, Pantai Selatan. Sumber: properti.kompas.com

Sebelum Lebaran tahun ini, saya memutuskan untuk mudik lebih awal ke dua tempat yang berbeda: Cirebon dan Yogyakarta. Pertama-tama, saya pulang ke Cirebon untuk bertemu dengan keluarga saya di tengah-tengah ke-selo-an jadwal kampus. Gimana gak selo? Cuma skripsi bro! Baru setelah itu kembali ke Jogja untuk mengikuti acara trah keluarga besar.

Tepatnya hari Selasa, 21 Mei 2019 saya berangkat dari Yogyakarta pukul 08.00 WIB menuju Cirebon. Oh ya, tidak lupa saya cek Google Maps sebagai pengarah jalan. Padahal, saya sendiri sudah katam dengan arah jalan menuju Cirebon. Ya maaf, kadang saya juga khawatir nyasar, hehe...

Yang lucu adalah jalur rekomendasi Google Maps pada saat itu sedikit berbeda dari tahun lalu pada jalur destinasi yang sama. Alih-alih mengarahkan saya ke Purworejo menuju Kebumen, Google Maps malah mengarahkan saya lebih ke selatan, menuju Jalan Daendels arah pantai selatan.

"Hah? Seriusan?", kata saya dalam hati. Jujur saya ragu dengan apa yang Google Maps sarankan ke saya.

Keraguan tersebut disebabkan karena kesan pertama yang kurang begitu bagus pada saat melewati jalan tersebut.

Sekitar tahun 2011, keluarga saya pergi mudik dari Cirebon ke Yogyakarta. Saat itu, ayah saya menjadi pemegang kendali dengan mobil Hyundai Atoz-nya mencoba mencari jalan alternatif agar tidak melewati Kebumen dan Purworejo. Alasannya, jalanan begitu rusak di daerah sana ditambah lawan yang notabene adalah truk tronton. 

Ayah saya akhirnya menyarankan jalan Daendels pantai selatan sebagai alternatifnya. Yang lain setuju-setuju saja. Kami juga tidak tahu darimana ayah saya mendapatkan informasi tentang jalan tersebut.

Mungkin karena namanya saja yang keren, Daendels. Macam orang bule yang bangun jalan 1000 km. panjangnya dan mungkin jalan tersebut adalah jalan favorit-nya sehingga dinamai dengan nama dirinya sendiri. 

Padahal jalan ini bukan dibangun oleh H.W. Daendels yang membangun jalan dari Anyer-Panarukan dengan sistem kerja paksa-nya, tapi Daendels lain yang pangkatnya lebih kroco.

Baca: Dua Jalan Daendels yang Membelah Pulau Jawa

Akan tetapi bukannya mendapatkan jalanan yang mulus, kita malah mendapatkan jalan yang sepuluh kali lebih ambyar daripada jalan Kebumen-Purworejo. 

Parahnya lagi, trek jalan Daendels yang lurus tanpa belokan sedikitpun membuat kita berharap ingin segera keluar dari jalan yang bergelombang tersebut. Tidak hanya itu, beberapa hewan ternak dari sapi, kerbau, ayam, bebek sering berseliweran di jalan sehingga malah memperpanjang waktu perjalan.

Pada tahun 2016, saya juga sempat melewati jalan Daendels setelah berlibur di Bandung dengan dengan menggunakan motor. Kali ini saya berharap 5 tahun setelahnya bakal lebih mulus jalannya. Ternyata tidak, apalagi posisi pada saat itu sudah malam dan hujan turun dengan deras.

"Parahnya lagi, trek jalan Daendels yang lurus tanpa belokan sedikitpun membuat kita berharap ingin segera keluar dari jalan yang bergelombang tersebut."

Jalanan yang memang sudah bergelombang itu mendapatkan ekstra air sehingga menjadi sebuah kubangan kecil di setiap lubangnya. Yang lebih menyeramkan lagi adalah minimnya penerangan yang ada, hanya lampu sekitaran 5 watt yang dipasang oleh warga setempat di teras rumah mereka.

Dua tahun berselang, saya akhirnya mencoba melewati jalan "neraka" itu lagi. Entah apa yang dipikiran saya, saya langsung percaya saja sama tuntutan mbah google (maps). Namanya juga simbah, biasanya terkenal bijak.

Daendels yang Berbenah Diri

Perjalanan saya menuju Cirebon saya mulai sekitar pukul 7 pagi dari Banguntapan, Bantul. Dari situ saya bergerak ke timur menuju jalan Wates. Awalnya tidak ada masalah.

Akhirnya pada suatu perempatan, si simbah menyarankan belok ke selatan menuju jalan Sentolo-Brosot. Disini saya mulai ragu karena adanya perbaikan di awal masuk jalan tersebut. Saya khawatir, jangan-jangan jalan Daendels juga masih rusak sampai saat ini.

Setelah melewati Sentolo-Brosot, saya bergerak menuju daerah Temon, Kulonprogo. Di tengah jalan, saya baru tahu dan melihat langsung pembangunan New Yogyakarta International Airport yang baru setengah jadi tersebut. Saya terpikirkan tentang pemberitaan pembebasan lahan yang menuai protes dari para petani. "Ah, kan sudah disetujui Sultan", pikir saya.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Setelah melewati jembatan yang dibawahnya terdapat sungai yang luas (sungai Bogowonto kalau tidak salah) dan melewati jalan pantai Glagah, saya dibuat kaget dengan jalanan beton yang mulus tanpa celah di awal masuk jalan Daendels. Jalanan itu sekarang diperlebar, seperti jalan tol. "Ini bukannya jalan Daendels yang 'bopeng' itu?" pikir saya seakan-akan tidak percaya dengan apa yang saya lihat.

Semakin bergerak ke barat, hamparan sawah yang masih asri terpapar di selatan jalan. Dulu, saya tidak peduli dengan hamparan sawah tersebut. Mau pemandangan indah sekalipun kalau jalannya rusak, saya kurang bisa menikmati. Apalagi posisi saya hanya mau lewat, bukan berlibur disana.

Sekarang, saya sangat menikmati pemandangan alam di sisi selatan dengan kecepatan 60 km/jam tanpa adanya pijat refleksi di pantat karena jalanan rusak. Sesekali saya berhenti untuk sekedar merokok dan menikmati pemandangan di sisi selatan.

Hingga menuju Ambal dan Petahanan, perjalanan terasa begitu cepat. Mobil dan motor juga jarang sekali berlalu lalang sehingga dengan mudahnya saya meng-geber motor saya. Hanya sesekali ada motor warga dan truk pengangkut hasil tani. Hewan-hewan yang berseliweran juga sudah jarang terlihat.

 Akhirnya saya berhenti di Gombong untuk beristirahat dan makan. Saya cek jam dan coba memperkirakan waktu tempuh. Kira-kira 2 setengah jam sampai saya mencapai Gombong. Yah, lebih cepat 30 menit dibandingkan melewati Purworejo-Kebumen menurut perkiraan saya.

Dari perjalanan tersebut, saya merasa si Daendels benar-benar berubah. Jalanan mulus dan lurus ditambah hamparan sawah yang indah membuat saya benar-benar pangling dari jalan tersebut. Sependengaran saya, jalur ini katanya masuk proyek jalur selatan (Pansela) untuk jalur mudik tahun kemarin dan tahun ini. Apalagi masa-masa lebaran, dia mungkin udah memohon maaf lahir batin sehingga berbenah diri.

Fasilitas yang Masih Minim

Pada tanggal 28 Mei 2019, saya kembali dari Cirebon menuju Yogyakarta. Saya juga berangkat pagi sekitar jam 8 dan mencoba jalan provinsi Cirebon-Bumiayu yang sangat ekstrim. Mungkin saya ceritakan lain kali.

Dengan Daendels yang sudah berbenah diri, saya kembali melewatinya lagi. Kali ini, waktu sudah sore menjelang malam pada saat saya melewati jalan tersebut. Di daerah Petahanan, jalan memang masih minim pencahayaan, jadi saya cukup ngebut agar bisa menikmati jalan Daendels yang sebelah timur-nya lagi.

Sialnya, saya menyusuri jalan tersebut dengan bensin yang hanya setengah. Nyaris sejam lebih dari Petahanan, saya tidak menemukan satu pun pom bensin yang ada. Untung, masih ada pom mini buatan warga sebelum masuk perbatasan sungai Dungo, kalau tidak salah namanya. Jadi disarankan bagi yang mau menyusuri jalan Daendels, isi penuh bensin anda terlebih dahulu jika tidak ingin fitness dengan mendorong mobil atau motor anda.

Menjelang malam, angin terasa begitu kencang pada saat menjelang malam. Udaranya pun begitu dingin. Padahal, saya sudah menggunakan jaket dan sweater sekaligus. Terpaan angin yang kencang juga membuat saya bersusah payah menyeimbangkan kemudi motor saya. Penerangannya juga masih kurang menurut saya, walaupun setidaknya better dari dua tahun lalu.

Anda juga jangan mengharapkan adanya tempat peristirahatan yang layak di jalanan tersebut. Tempat makan pun juga jarang saya temukan di daerah tersebut, apalagi Indomaret maupun Alfamart yang biasa jadi tempat nongkrong para pemudik. Jadi, isi pula perut anda sebelum menyusuri jalan Daendels.

Waktu yang bijak untuk menyusuri jalan Daendels memanglah pagi hari. Selain bisa melihat hamparan sawah yang indah, anda bisa juga mampir di tempat wisata sekitar, seperti pantai Glagah maupun pantai Mangrove yang saya lupa namanya apa. 

Jika anda tidak mengejar waktu perjalanan, mungkin bisa berbelok ke selatan lagi untuk sekedar menikmati pantai selatan. Saya hanya pernah ke pantai Glagah. Tipikal pantai selatan dengan ombak yang tinggi. Jadi, jangan harap pula bisa nyemplung berenang di pantai selatan.

Jika fasilitas seperti pom bensin dan tempat peristirahatan diperbanyak, mungkin jalan Daendels menjadi jalan alternatif yang sempurna untuk dilewati. Malahan bukan alternatif lagi, tapi menjadi jalan utama untuk kedepannya. Saya juga masih heran dengan sepinya jalur tersebut dari pengendara luar kota. Mungkin saja masih belum waktu mudik pada saat itu sehingga jalanan masih senggang.

Berharap untuk kedepannya, saya bisa ditemani oleh lebih banyak pengendara luar kota yang memang tidak ingin melewati tol Trans-Jawa dan mencoba jalur Pansela. Potensi yang sangat baik dari jalan tersebut wajib anda lalui, khususnya jika destinasi anda adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.

NB: Maafkan saya tidak sempat mendokumentasikan jalan tersebut karena saking menikmati perjalanan. Jadi, langsung coba saja adalah hal yang tepat. Tidak rugi kok!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun