Namun meninjau bahwa era di mana kita ada sekarang para pelajar yang ingin berkarya di mayoritas unit pendidikan dituntut memiliki ijazah, Agar mendapatkan ijazah dari pemerintah, maka mau tidak mau unit pendidikan islam harus mengkompromikannya dan menyiapkan juga pelajar agar memenuhi syarat mengikuti ujian nasional.Â
Oleh karena itu agar pelajaran umum ini yang aslinya tidak terlalu ditekankan diajarkan secara khusus di dalam kelas, ini bisa menjadi efisien dan efektif, tidak membuang buang waktu santri, tidak menjadi materi ajar hanya untuk dapat ijazah saja -setelahnya dilupakan-, dengan prinsip bahwa ilmu umum ini harus menjadi alat dalam memahami ilmu syari, menjadi pembantunya ilmu syar'i, maka seyogyanya unit pendidikan terutama guru bidang pelajaran tersebut mengaitkan pelajaran umum itu dengan ilmu-ilmu syari. Janganlah guru itu membebek dengan buku ajar yang dibuat untuk sekolah umum yang membeda-bedakan pelajaran dunia dengan pelajaran akhirat, lalu diduplikasi diajarkan ke siswa unit pendidikan islam. Pelajaran umum jika diajarkan di unit pendidikan islam , maka harus dikolaborasikan dengan ilmu syari, untuk melayani ilmu syari. Di antara caranya adalah:
Pilah pilih pelajaran apa yang disampaikan dari mata pelajaran yaitu yang tidak ada syubhat dan pertentangan dengan nilai agama, secara akidah, ibadah, akhlak, dan lainnya.
Guru pelajaran umum seyogyanya menerapkan metode menghubung-hubungkan materi pelajaran dengan Al-Qur'an dan Hadits. Misalnya ketika ada pelajaran IPA tentang air, maka bawakan air dalam Al-Qur'an dan sunnah dan dalam khazanah keilmuan islam lainnya. Jika membawakan pelajaran matematika maka sampaikan dalam bentuk praktis yang diambil dari syariat islam. Misalnya ketika konversi tahun ke hari, maka kaitkan dengan usia Rasulullah diutus. atau dengan jarak satu kali tawaf adalah sekian meter, maka konversi ke langkah kaki. Atau kaitkan dengan otot apa saja yang terlibat dalam aktivitas tersebut. Dan lain sebagainya. Pelajaran bahasa asing juga bisa dikaitkan ke syariat islam, misalnya ceritakan sahabat Nabi yang bernama Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu yang menguasai bahasa ibrani hanya dalam hitungan dua jumat. Pokoknya isi semua sudut sudut pembahasan kepada ilmu islam. Dengan demikian ilmu umum ini membantu santri untuk lebih paham beberapa pembahasan syariat, menjadi semakin suka dengan ilmu agama, dan secara langsung mendekatkan ilmu syari ke pemahaman siswa bahwa sangat bisa diterapkan di semua aspek kehidupan.
Pengajar ilmu umum perlu mengadopsi pendekatan HOTS (High Order Thinking Skills) agar siswa mendapat manfaat dari pelajaran umum lebih efisien. Janganlah hanya disuruh menghafal jal-hal dari pelajaran umum. Waktu pertemuan per pekan hanya 40 menit atau 60 menit rasanya mustahil sebagian besarnya menjadi ahli dan hampir mustahil jika dituntut hanya menghafal banyak materi karena akan menjadi beban mereka semata. Bayangkan kalau materi pelajaran yang aslinya untuk 270 menit lalu dijejalkan dalam waktu 40 atau 80 menit. Tentu sangat berat. Dan juga tidak bermanfaat bagi siswa. Namun meskipun materi yang disampaikan tidak banyak, namun dengan pendekatan HOTS jika sudah terbiasa dengan itu maka selanjutnya siswa akan memiliki daya belajar dan nalar yang lebih bagus yang dengannya di zaman keterbukaan informasi ini mereka semua secara mandiri menggali apa yang ingin diketahuinya dari pelajaran umum.Â
Bahkan unit pendidikan melalui guru diperbolehkan mengajar dengan teknik apa saja, salah satunya proyek dan kegiatan yang darinya siswa mendapat nilai. Menurut kami ini perlu dipelajari oleh pengurus sekolah dan diterapkan, selain kaidah fiqih yang berbunyi: setiap ada kesulitan, maka ada keringanan, ini adalah opsi yang bagus karena meringankan siswa, namun menyampaikan unit pendidikan ke tujuannya di tengah waktu yang ketat dan terbatas.Â
Kemudian pengurus sekolah perlu terbuka untuk membiarkan pengajar umum mengajar secara kreatif meskipun materinya dibuat sendiri , tidak saklek mengikuti bahan dari atas. Apalagi sebagian buku pelajaran atau modul tidak semua isinya mutlak harus disampaikan, kemudahan dan akses informasi yang deras pasti membantu pelajar era ini mengetahui suatu materi tanpa diajarkan di kelas, selain itu perlu ada penyesuaian dari materi di buku atau modul agar sifatnya menjadi melayani ilmu syari.
Jika tidak masalah, untuk pelajaran umum nilai rapot diambil saja dari ujian non-tulis. Selain hal ini diizinkan oleh pemerintah, ujian non-tulis ini lebih meringankan santri dan pengajar. Ujian non-tulis itu seperti dengan wawancara, tes lisan, atau bentuk proyek atau lainnya. Ujian dilakukan tanpa menyediakan waktu tertentu, bisa setelah pulang sekolah, atau di waktu malam ketika santri sudah selesai sholat isya dan makan, atau waktu lainnya. Pilihkan yang terbaik dan termudah namun tujuan pembelajaran tetap tercapai.
Kemudian setelah itu semua hendaknya dijaga agar pelajaran umum ini, di kemudian hari, tidak malah mendominasi atau mengambil jam pelajaran ilmu syari. Tentukan dari awal berapa minimal pertemuan untuk hafalan Al-Qur'an, berapa jam untuk akidah, berapa kali untuk fiqih dan seterusnya. Jangan kurang-kurangi jam mereka untuk memasukkan pelajaran umum. Terutama pelajaran wajib atau di atasnya. Setelahnya barulah pelajaran umum di waktu sisa dengan memperhatikan agar siswa tidak terlalu terbebani.. Asal ada kemauan dari pengurus insya Allah ada jalannya biidznillah. Dan kita jaga dalam alam sadar dan bawah-sadar bahwa tidak ada kejayaan, dunia akhirat, atau dulu sekarang dan akan datang, desa ataupun kota, negara maupun antar-bangsa, muda maupun tua, kecuali dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman salaful ummah.
Wallahu a'lam bisshowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H