Di balik layar ponsel dan algoritma yang terus memetakan perilaku kita, ada bisikan halus yang mengingatkan: "Kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar."
Seperti yang digambarkan dalam puisi esai saya (Denny JA), seorang pemuda bernama Darta bertanya, "Apakah arti tanah air di zaman ini?" Dalam dunia digital yang tanpa batas, ia merasakan kebingungan, namun juga keajaiban: bahwa meski dunia meluas, cinta pada tanah air tetap tumbuh.
Media sosial, algoritma, dan kecerdasan buatan memang membawa tantangan baru. Emosi, yang dulu menjadi penggerak nasionalisme, kini dimanipulasi oleh mesin. Polarisasi isu, berita palsu, dan narasi yang diprogram mengancam rasa kebangsaan kita. Namun, di balik itu semua, tersimpan peluang.
Nasionalisme tidak harus mati dalam dunia yang berubah. Justru, ia bisa bertransformasi. Ia bisa menjadi pengingat bahwa, meski kita terhubung secara global, kita tetap memiliki akar yang mengikat kita pada tempat asal.
-000-
Buku ini terdiri dari 60 esai, yang berasal dari hasil lomba menulis esai yang diselenggarakan oleh Forum Kreator Era AI bersama Denny JA Foundation.Â
Lomba ini diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda 2024 dan berfokus pada refleksi puisi esai Denny JA berjudul "Nasionalisme di Era Algoritma".
Lomba ini melibatkan 941 peserta dan bertujuan untuk mengeksplorasi ide-ide tentang nasionalisme di tengah tantangan era digital.Â
Buku ini memuat karya-karya yang lolos ke babak final, termasuk 15 esai pemenang utama dan karya-karya finalis lainnya.
Ada esai berjudul; Refleksi Nasionalisme di Era Digital: Analisis Puisi Esai Denny JA. Penulisnya Fidelis Roy Maleng
Esai ini menyoroti bagaimana bahasa nasional tetap menjadi elemen fundamental identitas bangsa meski dunia digital terus mencairkan batas fisik.Â