Jika dibandingkan dengan pemilihan gubernur sebelumnya, terdapat kenaikan 6,23%. Angka rata-rata golput di 7 provinsi pada Pilkada 2019 sebesar 31,40%.
Sekitar 30% sampai 47% pemilih pilgub 2024 di 7 provinsi terbesar tidak memilih. Mengapa ini terjadi? Hasil dari riset kami menemukan kombinasi empat hal berikut.
Pertama, kelelahan Pemilu. Perhatian dan energi sudah terkuras dalam Pilpres dan Pileg 2024. Pertarungan Pilkada menjadi kurang daya tariknya.
Kedua, kandidat yang bertarung dianggap kurang pesonanya. Terutama di DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Kandidat yang lebih favorit di daerah itu, seperti Anies Baswedan dan Ahok di Jakarta, terhambat maju secara politik.
Ketiga, semakin tak yakin seberapa besar kepala daerah bisa mengubah hidup mereka. Semakin ada keyakinan keputusan penting yang berdampak dalam hidup mereka lebih ditentukan pemerintah pusat.
Keempat, bertambahnya apatisme politik. Isu polarisasi politik, korupsi di pemerintahan, kemewahan hidup sebagian pejabat negara, membuat apatisme politik meninggi.
-000-
MENGAPA MENINGKATNYA GOLPUT BURUK BAGI DEMOKRASI?
Ketika golput meningkat, demokrasi menghadapi ancaman eksistensial. Esensi demokrasi adalah partisipasi rakyat, namun rendahnya voter turnout merusak fondasi ini.
Pemimpin terpilih, meskipun sah secara prosedural, sering kehilangan legitimasi moral. Jika hanya sebagian kecil rakyat yang memilih, bagaimana mereka bisa benar-benar mewakili suara publik?
Rasa keterwakilan yang pudar menciptakan jurang antara rakyat dan pemimpin, memperlemah kepercayaan serta membuka ruang bagi ketidakstabilan sosial.