Mohon tunggu...
Denny Eko Wibowo
Denny Eko Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Long Life Learner - Enthusiast in Research of Performing Arts and Culture

D3 Bahasa Jepang Univ.Diponegoro - S1 Seni Tari ISI Yogyakarta - S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM - Dosen Tari Universitas Universal Batam

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Jejak Kumandang Sastra dan Alih Wahana Kata-kata

10 Oktober 2022   21:50 Diperbarui: 10 Oktober 2022   23:55 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara ini juga diliput live streaming oleh TVTPI atau Tanjungpinang TV. Kemudahan akses tayangan ini dapat dinikmati tanpa kehadiran secara fisik di tempat acara, sehingga tidak banyaknya masyarakat awam yang menyaksikan secara langsung bisa disebabkan oleh hal ini. 

Seperti kegiatan di Gedung Daerah di malam sebelumnya, acara di Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman juga mengalami keterlambatan mulainya acara.

Beberapa penyair dan sastrawan mulai memadati kursi penonton di dalam gedung dan acara segera dimulai. Awal rangkaian acara pembacaan puisi didahului oleh Datok Teja Alhab yang memberi amanah kepada Samson Rambah Pasir, penyair asal Batam untuk mengawali deklamasi puisi di malam itu. Sontak, dengan dialog canda penonton yang semula tegang menjadi sungguh cair. 

Gerak-gerik dan lontaran kalimat dari Samson Rambah Pasir kian membuat benang merah di antara semua penampil. Bergiliran beberapa penyair dari Kepulauan Riau, dari wilayah lain di Sumatera, luar Sumatera hingga Singapura dan Malaysia tampil membacakan puisi-puisi yang menarik dan mendalam. 

Tidak semua penyair tampil solo, ada satu tampilan disajikan oleh tiga penyair, bisa dikatakan mereka adalah trio cikgu. Pasalnya mereka bertiga adalah para guru yang akrab dengan produksi karya sastra termasuk puisi. 

Gelak tawa penonton kembali pecah saat salah seorang cikgu menyatakan bahwa alasan mereka naik panggung bertiga agar tidak nervous/ gugup. Puisi yang dibacakan oleh salah seorang cikgu tersebut dibuat sembari menunggu pompong yang hendak menjemputnya di titik angkut penumpang transportasi bahari. Judul puisinya "Cinta Tenggelam di Laut Nista", nampaknya relevan dengan tema festival yakni "Sastra Melayu dan Budaya Kemaritiman".

Gambar 2. Penyair 'trio cikgu' di atas pentas. (foto Denny E. Wibowo, 26 September 2022)
Gambar 2. Penyair 'trio cikgu' di atas pentas. (foto Denny E. Wibowo, 26 September 2022)

Jejak Kumandang Karya Sastra

Ibarat berlayar, rangkaian kata-kata dalam sebuah puisi atau syair tertentu mampu mengarungi dimensi ruang dan waktu. Pun, kumandangnya mampu menembus kalbu bahkan merangsang nalar sehingga manusia menjadi lebih humanis dan penuh empati. Itulah manfaat dari kehalusan budi dalam sebuah karya sastra. 

Sastra Melayu telah lama ada sejak dahulu dalam bentuk mantera atau bahasa kias yang mampu memberi ajaran kepada sesama manusia yang dikumandangkan secara lisan. 

Sebuah peribahasa Melayu seperti "manusia tahan kias, binatang tahan palu" terkandung dalam nilai Sastra Melayu Lama yang memiliki tujuan tertentu, tanpa menyakiti namun mengajak hidup harmonis dalam ajaran kebaikan melalui rangkaian kata-kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun