Mohon tunggu...
Dennis Baktian Lahagu
Dennis Baktian Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Penghuni Bumi ber-KTP

Generasi X, penikmat syair-syair Khairil Anwar, fans dari AC Milan, penyuka permainan basketball.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pedagang Diperbolehkan Berjualan di Trotoar, Asalkan...

8 April 2023   09:44 Diperbarui: 8 April 2023   15:40 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore semakin senja. Mentari kadang-kadang muncul di sisi barat terselubung gumpalan awan hitam. Sandra melirik jam besar di dinding rumahnya. Jam bergambar tokoh wayang Arjuna itu telah menunjukkan pukul 17.55 WIB.

"Baaaangg...cepetan bang, keburu buka nih..." Sandra setengah teriak, seolah masih terbawa suasana latihan koor Ina di gereja tadi malam, dengan nada dasar C = Do

Sore itu, ia dan Binsar akan mengunjungi Ramadhan Fair yang selalu hadir setahun sekali. Jarak antara rumah dengan lokasi Ramadhan Fair berkisar 500 meter.

Tanpa sepatah katapun, Binsar nongol dari dalam rumah. Berpakaian kasual dengan sneakersnya, Geoff Max Footwear. Eits, jangan salah itu brand lokal lho. Binsar dan Sandra merupakan pasangan yang konsisten memilih dan memakai produk-produk dalam negeri. 

"Yuk....jalan..." ujarnya.

Pintu rumah segera terkunci.

Sambil bergandengan tangan mereka berjalan ke lokasi Ramadhan Fair Kota Gunungsitoli. Menyusuri trotoar jalanan yang mulai ramai dijejali penduduk kota mengisi waktu sambil menunggu waktu buka puasa.

Lokasi yang mereka tuju adalah sebuah area parkiran yang ditata sedemikian rupa oleh Pemerintah Kota yang berkerjasama dengan organisasi-organisasi keagamaan sehingga dapat dipergunakan oleh para pedagang dan UMKM dalam menggelar jualannya selama bulan Ramadhan. Kebijakan sentralisasi pedagang dan UMKM ternyata disambut baik oleh masyarakat. Terbukti, sejak dibuka Ramadhan Fair selalu ramai dikunjungi warga.

"Sand...belok yah...." Binsar segera menarik tangan Sandra dan keduanya berbelok arah menuju Jalan Gomo.

Keduanya tahu betul, jika melanjutkan berjalan menyusuri trotoar tadi, mereka akan dipertemukan dengan sejumlah penjual dengan gerobak-gerobak yang berjejer diatas trotoar. Ada sekitar 5 gerobak jualan yang berjarak masing-masing antara 2 - 4 meter. Binsar dan Sandra tidak ingin perjalanannya terganggu oleh keberadaan gerobak-gerobak itu.

"Masak kita yang ngalah terus sih bang...." Pernah suatu kali Sandra kesal kepada Binsar karena untuk kesekian kalinya mereka berjalan kaki dengan harus berbelok arah.

Pemandangan trotoar dipergunakan sebagai tempat berjualan bukan hal baru di kota-kota besar. Pada umumnya para pedagang beralasan tidak memiliki lahan untuk berjualan. Walau sebenarnya, pemerintah daerah pasti telah menyediakan fasilitas yang tersentralisasi untuk tempat berjualan.

Tentu saja hal ini berbanding terbalik dengan fungsi trotoar itu sendiri, yaitu sebagai sarana yang berfungsi pelayanan bagi para pejalan kaki sehingga memperoleh keamanan dan kenyamanan serta mewujudkan kelancaran lalu lintas di jalan raya karena tidak terganggu oleh para pejalan kaki.

Bukan hanya dipergunakan sebagai tempat berjualan, trotoar juga menjadi tempat 'penginapan' gerobak-gerobak jualan tersebut. Esok harinya, si pemilik gerobak akan kembali datang dan berjualan disitu. Jadi selama 24 jam si gerobak mondok disitu.

Selain itu, para pedagang 'mendandani' lapak jualannnya dengan terpal atau spanduk bekas sehingga terkesan lebih luas. Ditambah meja kecil dan beberapa kursi. Akibatnya, luas lapak bertambah dan masuk area jalan raya disekitarnya. Penambahan tersebut bukan hanya mengganggu fungsi trotoar tetapi fungsi jalan raya turut terganggu. Semakin membuat kita kesal dan geram karena terkadang harus ngalah karena terhalang gerobak.

Namun sebelum kegeraman dan kekesalan kita naik ke level dewa, perlu kita memahami peraturan perundang-undangan yang berkaitan pengaturan tentang trotoar atau lajur pejalan kaki ini. Salah satunya adalah Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.

Kehadiran Permen tersebut pada 2014 yang lalu untuk mewujudkan jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan yang aman, nyaman, dan manusiawi sehingga mendorong masyarakat untuk berjalan kaki. Pejalan kaki mendapat fasilitas sarana dan prasarana yang menjamin keselamatan dan kenyamanan pergerakannya dari satu tempat ke tempat lain. Salah satunya adalah trotoar yang merupakan jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keselamatan pejalan kaki.

Lalu bagaimana dengan kegiatan berjualan di atas trotoar atau jalur pejalan kaki?

Ternyata Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 03/PRT/M/2014 memperkenankan pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki untuk kegiatan usaha kecil formal (KUKF) dan tempat makan caf atau restoran. Selain itu pemanfaatannya juga diperbolehkan untuk bersepeda, interaksi sosia, pameran, penyediaan jalur hijau (peneduh), dan penyediaan sarana pejalan kaki (perabot jalan) dan jaringan utilitas (tiang listrik, gardu, kabel, dll)

Namun pemanfaatan jalur pejalan kaki untuk kegiatan berjualan dalam hal ini kegiatan usaha kecil formal (KUKF) dan tempat makan caf atau restoran, dengan memperhatikan beberapa ketentuan yaitu:

  • Jarak bangunan ke area berdagang adalah 1,5 -- 2,5 meter;
  • Jalur pejalan kaki memiliki lebar minimal 5 meter. Area berjualan memiliki lebar maksimal 3 meter, atau memiliki perbandingan antara lebar jalur pejalan kaki dan lebar area berdagang 1:1,5.
  • Terdapat organisasi/lembaga yang mengelola keberadaan KUKF.
  • Pembagian waktu penggunaan jalur pejalan kaki untuk jenis KUKF tertentu, diperkenankan di luar waktu aktif gedung/bangunan di depannya.
  • Dapat menggunakan lahan privat.
  • Tidak berada di sisi jalan arteri baik primer maupun sekunder dan kolektor primer dan/atau tidak berada di sisi ruas jalan dengan kecepatan kendaraan tinggi.

Apabila menemukan gerobak jualan atau lapak-lapak berjualan diatas trotoar yang tidak memenuhi ketentuan mutlak diatas maka pastinya pedagang-pedagang tersebut dapat dikatakan telah mengebiri hak pejalan kaki untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dalam berjalan kaki.

Disini, kesiapan kualitas dan kuantitas aparatur pemerintah yang berwenang menyelenggarakan urusan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat diuji. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut melekat pada Satuan Polisi Pamong Praja.

Sejauh mana aparat Satpol PP mampu mendeteksi dan menginventarisir terjadinya pelanggaran serta mampu menyelesaikan permasalahan berjualan diatas trotoar dengan kondusif dan persuasif. Tidak perlu menunggu sampai ada class action atau pergesekan ketika hak pejalan kaki terganggu oleh aktivitas berjualan diatas trotoar.

Disisi lain, apparat dituntut mampu bersinergi dan berkolaborasi dengan lembaga atau instansi lainnya dalam mensupport upaya menciptakan ketertiban dan kententraman ditengah masyarakat. Koordinasi antar lembaga dan instansi yang diawali pemahaman yang baik terhadap tugas pokok dan fungsi kelembagaan. Sehingga nantinya kita tidak lagi mendengar terjadinya kegaduhan dan bentrokan ketika apparat Satpol PP melaksanakan penertiban dan penggusuran pedagang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun