Akan tetapi, penyelesaian sengketa yang dirumuskan oleh WTO terhadap kasus ini belum tentu bisa membuat permasalahan menjadi hilang. Dikarenakan peran WTO disini hanya sebagai mediator, maka kelanjutan dari kelapa sawit di pasar internasional berada di tangan kedua belah pihak yang bersengketa. Untuk Indonesia, perlu menunjukkan komitmen kuatnya terhadap penjagaan lingkungan yang berkelanjutan serta wajib mengambil tindakan praktis dan efektif untuk mengatasi adanya eksploitasi lingkungan yang ditimbulkan oleh industri kelapa sawit. Indonesia juga harus menjalin kerjasama yang lebih erat dengan negara-negara produsen kelapa sawit lainnya dan negara importir kelapa sawit termasuk Uni Eropa. Dengan demikian, citra dan kepercayaan terhadap industri kelapa sawit dapat dipulihkan.
Dalam konflik kepentingan memang tidak ada pihak yang benar dan salah hanya tergantung pada perspektif dalam melihat kasus tersebut. Langkah Uni Eropa tersebut didasari oleh adanya kepentingan nasional, sedangkan Indonesia juga memiliki kepentingan nasional sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia yang dimana dengan adanya kebijakan yang diberlakukan Uni Eropa, dapat berdampak pada perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, kedua pihak yang berkonflik diharapkan dapat mempertimbangkan pengaruh dari tindakan yang akan diambil terhadap tatanan dunia secara internasional.
"Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata kuliah Hukum Bisnis Internasional dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H