Mohon tunggu...
raden kuswanto
raden kuswanto Mohon Tunggu... Buruh - saya hanya seorang yang mencoba menggambar apa yang ada di kepala saya dengan huruf, kata dan kalimat

saya dilahirkan di sebuah pulau di timur indonesia. diberi nama raden kuswanto dibesarkan di ujung timur pulau jawa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Missing Link adalah Nol: #2

27 Maret 2023   15:18 Diperbarui: 17 Mei 2023   09:31 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita lihat bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berjalan / berprilaku? Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berperilaku bahwa hanya sesuatu yang bisa teramati, terukur dengan alat ataupun tanpa alat yang bisa dipercaya dan diyakini itu ada. Selain dari itu maka dikatakan tidak saintifik, tidak ilmiah dan tidak masuk akal. Ilmu pengetahuan saat ini mendoktrin kita hanya yang teramati, terukur oleh kelima indra atau dengan alatlah yang bisa diyakini ada. 

Ilmu pengetahuan saat ini secara halus memerintahkan kita untuk memenjarakan / mengisolasi akal kita, selain yang tidak teramati oleh indra ataupun dengan alat maka sesuatu itu tidak perlu dipercaya apalagi sampai diyakini, sesuatu itu tidak ada. Diamlah sebentar dan fikirkan itu semua, apakah kita juga sudah beranggapan seperti itu? Tuhan itu tidak tampak, bisa jadi Tuhan tidak ada! Bisa jadi kita percaya Tuhan ada tapi belum sampai yakin, karena masih bertanya mengapa Tuhan tidak tampak oleh mata? 

Berhentilah! Berhenti sejenak, dan bebaskan akalmu, jangan penjarakan akalmu dengan batas indra! Biarkan akalmu bebas, berlogika, ada sesuatu di luar batas indra. Hal itu kita percaya dan kita sangat yakin itu ada. Jangan kita pejarakan akal kita seperti cara kerja ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita tetap berilmu, berpengetahuan, dan menggunakan teknologi tapi dengan cara terbuka, bukan terisolasi dan terpenjara oleh indra. Sebagian besar dari kita mungkin telah terbuka dalam berilmu, berpengetahuan, dan mahir dalam menggunakan teknologi.

Mudah bagi kita percaya bahwa di luar batas penglihatan kita, setelah cakrawala, di balik tembok, di belakang gunung, di balik itu semua ada sesuatu. Setelah cakrawa kita percaya ada pulau lain, ada laut lain, ada samudra lain. Di balik tembok kita percaya ada ruangan lain, ada tanah lapang, ada gedung lain. Di belakang gunung kita percaya di sana ada desa lain, ada danau, ada sungai, ada pulau, bahkan ada gunung lain. 

Tetapi ketika mendengar kata Tuhan, otak Kita seperti mentok, logika kita terjadi short / hubungan pendek, akal kita langsung terpenjara dalam batas indra, cara nalar kita langsung bekerja seperti syarat ilmiah, bahwa syarat sesuatu itu bisa dikatakan ada, sesuatu bisa diyakini harus bisa diamati, dan diukur dan satuan-satuan tertentu.  Begitulah selama ini sangkaan kita terhadap Tuhan, tidak terasa kebiasaan kita berfikir ilmiah, pengajaran berfikir ilmiah yang kita terima, pengajaran berfikir ilmiah yang kita ajarkan, seringkali membuat short logika, short nalar, short akal, tanpa kita sadari. Hal ini sering kali membuat kita jadi manusia setengah, kadang bertuhan, kadang memutus hubungan dengan Tuhan dengan sengaja. 

"Di dunia kita bebas melakukan apapun dengan cara kita, di akhirat urusan nanti. Ibadah sebatas pintu rumah ibadah, untuk hidup di dunia adalah mencari laba sebanyak-banyaknya, menguasai sumber daya sebanyak mungkin, memperbudak manusia lain, berkuasa selama mungkin.".

Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita sebagai mahluk yang hidup tertutup di kolong langit dan berjalan di atas bumi dengan keangkuhan tanpa kita sadari. Sebagian besar waktu kita hidup sebagai mahluk tertutup / kafir / cover / terputus dari bertuhan. Sekalipun aku ingatkan bahwa "Kita tidak bisa lepas satu detik pun, seperseribu detik pun dari Tuhan karena seketika itu kita hilang tanpa arti." Tetap saja akal ini menggeletik dan menegasi, menolak, seluruh badan serasa berteriak ini sangat perih, dan kita tidak suka.

Tetap saja ada pertanyaan, selalu ada pertanyaan, "Jika Tuhan benar-benar ada, mengapa kita tidak mendengar kalamNya?" padahal telinga yang kita pakai hanya bisa mendengar pembicaraan sebatas ruangan saja. Sekalipun mudah bagi kita percaya dan yakin jika, di balik tembok ruangan kita, di sebelah rumah kita, ada tetangga kita yang mungkin juga bercakap-cakap, bersenda gurau. Di lingkungan sekitar kita, di kampung kita, di kota kita, di kota-kota seluruh dunia dipenuhi dengan manusia yang berinteraksi, bercakap-cakap, berkomunikasi, ada juga dari jenis binatang yang mengaum, bernyanyi, bersiul, berkokok, mendesis. Ada suara gemericik air, tiupan anging, guntur menggelegar, hujan mengguyur, ombak menggulung-gulung lalu pecah. 

Kita percaya semua itu ada, kita yakin sangat yakin itu ada, dan kita tidak perlu mendengar langsung untuk percaya, panca indra tidak diperlukan untuk membuat kita percaya ada suara di sana, ada bunyi di sana. Kita tidak perlu menjadi saksi bahwa semua suara itu ada untuk percaya dan yakin, ketahuilah bahwa kesaksian itu membawa konsekuensi untuk dipertanggung-jawabkan. Saya ulangi untuk percaya bahwa Tuhan itu ada, panca indra tidak dibutuhkan, panca indra dibutuhkan untuk mengenali sesama mahluk / ciptaan. Kita hanya perlu membebaskan akal, dengan tidak memenjarakannya, mengisolasinya dalam batas jangkauan indra. Kita dan semesta ini nyata ada, tentu saja harus dimulai dari ada. Kosong / nol / tidak ada, tidak akan pernah bisa membuat sesuatu yang nyata adanya. Tidaklah adil jika syarat mengenal Tuhan harus diterima rangsangnya oleh indra kita yang kemampuannya pengindraanya terbatas.


0 x 0 , 0 : 0, 0 + 0, 0 - 0, kosong / hampa / nol, tidak akan pernah bisa membuat ada. Semua di dunia ini nyata adanya, tidak mungkin dimulai dari sesuatu yang hanyal / abstrak / dimulai dari yang tidak ada.

0 x 0, 0 : 0, 0 + 0, 0 - 0, mati, sesuatu yang mati tidak akan pernah memulai, tidak bergerak, tidak akan menjadi hidup, maka segala kehidupan ini dimulai dari Sang Maha Hidup, dan akan kembali ke Sang Maha Hidup.

Mustahil segala sesuatu yang ada ini tanpa ada yang memulai, mustahil segala sesuatu yang hidup ini dimulai dari hal yang mati. Mustahil segala sesuatau yang nyata ini dimulai dari hal abstark / hayal / maya. Maka apa yang memulai segala suatu ini, itulah Tuhan. Hukum / asas atas segala sesuatu yang nyata adanya adalah ada yang membuat / mencipta itu wajib, begitupula hukum atas adanya Tuhan menjadi wajib. Itulah Tuhan yang disembah oleh iblis, Tuhan yang mencipta iblis. Tuhan yang mencipta semesta / jagat raya. Lalu seperti apakah Tuhan itu? Siapakah Tuhan itu? Dimanakah Tuhan itu? Bagaimanakah Tuhan itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun