Mohon tunggu...
raden kuswanto
raden kuswanto Mohon Tunggu... Buruh - saya hanya seorang yang mencoba menggambar apa yang ada di kepala saya dengan huruf, kata dan kalimat

saya dilahirkan di sebuah pulau di timur indonesia. diberi nama raden kuswanto dibesarkan di ujung timur pulau jawa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Missing Link adalah Nol: #2

27 Maret 2023   15:18 Diperbarui: 17 Mei 2023   09:31 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dari data ilustrasi di atas, satu titik biru adalah perkiraan jangkauan mata melihat ke arah horizon atau cakrawala, diperlukan sekitar 5.500 titik biru untuk menutup seluruh area permukaan bumi. Dalam arti lain, kita hanya melihat 1 dari 5.500 area yang ada, bahkan dalam kenyataanya ada banyak batasan yang mengganggu penglihatan mata kita. Kenyataannya kita mampu melihat radius 50 Km ke cakrawala merupakan kondisi yang sangat baik, yang artinya perkiraan di atas bisa semakin kecil lagi. Perbandingannya, Kita bisa melihat 1 area dari 14.400 area, sekitar 0,007% saja.

Penggambaran atau ilustrasi di atas sama hal dengan ilmu dan pengetahuan kita, segala sesuatu yang kita ketahui, tidak lebih banyak, tidak lebih besar dari ketidaktahuan kita. Semua ilmu pengetahuan kita sangat kecil dibandingkan dengan ketidaktahuan kita. Segala sesuatu yang tidak ketahui sama halnya dengan gaib atau tidak tampak atau tidak tahu. Itu baru perbandingan denga permukaan bumi, belum perbandingan dengan jagat raya. Rasanya perbandingan antara hal yang kita ketahui dengan jagat raya, satu per desilliun (1033) itu terlalu besar, menurut perhitungan saya bahkan lebih kecil dari itu. 

Saya kira sudah lebih dari cukup data perbandingan antara sesuatu yang kasat mata dengan keseluruhan semesta. Kita untuk bisa percaya, percaya sampai benar-benar yakin, sangat yakin bahwa di luar batas jangkauan mata kita jauh lebih banyak, jauh lebih besar daripada semua hal yang mampu kita lihat. Ini artinya untuk yakin bahwa ada hal-hal  lain di luar sana maka indra kita tidak dibutuhkan. Sesuatu yang kita perlukan adalah membebaskan akal kita supaya tidak terpenjara dalam indra. Akal kita bisa bebas menerka, melogika bahwa di luar batas jangkauan indra ada juga yang serupa dengan itu dan itu lebih besar dari apa yang mampu kita lihat, dengar, sentuh, cium ataupun rasa.

Mari kita lihat bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berjalan / berprilaku? Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berperilaku bahwa hanya sesuatu yang bisa teramati, terukur dengan alat ataupun tanpa alat yang bisa dipercaya dan diyakini itu ada. Selain dari itu maka dikatakan tidak saintifik, tidak ilmiah dan tidak masuk akal. Ilmu pengetahuan saat ini mendoktrin kita hanya yang teramati, terukur oleh kelima indra atau dengan alatlah yang bisa diyakini ada. Ilmu pengetahuan saat ini secara halus memerintahkan kita untuk memenjarakan / mengisolasi akal kita, selain yang tidak teramati oleh indra ataupun dengan alat maka sesuatu itu tidak perlu dipercaya apalagi sampai diyakini, sesuatu itu tidak ada. Diamlah sebentar dan fikirkan itu semua, apakah kita juga sudah beranggapan seperti itu? 

Tuhan itu tidak tampak, bisa jadi Tuhan tidak ada! Bisa jadi kita percaya Tuhan ada tapi belum sampai yakin, karena masih bertanya mengapa Tuhan tidak tampak oleh mata? Berhentilah! Berhenti sejenak, dan bebaskan akalmu, jangan penjarakan akalmu dengan batas indra! 

Biarkan akalmu bebas, berlogika, ada sesuatu di luar batas indra. Hal itu kita percaya dan kita sangat yakin itu ada. Jangan kita pejarakan akal kita seperti cara kerja ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita tetap berilmu, berpengetahuan, dan menggunakan teknologi tapi dengan cara terbuka, bukan terisolasi dan terpenjara oleh indra. Sebagian besar dari kita mungkin telah terbuka dalam berilmu, berpengetahuan, dan mahir dalam menggunakan teknologi. 

Mudah bagi kita percaya bahwa di luar batas penglihatan kita, setelah cakrawala, di balik tembok, di belakang gunung, di balik itu semua ada sesuatu. Setelah cakrawa kita percaya ada pulau lain, ada laut lain, ada samudra lain. Di balik tembok kita percaya ada ruangan lain, ada tanah lapang, ada gedung lain. 

Di belakang gunung kita percaya di sana ada desa lain, ada danau, ada sungai, ada pulau, bahkan ada gunung lain. Tetapi ketika mendengar kata Tuhan, otak Kita seperti mentok, logika kita terjadi short / hubungan pendek, akal kita langsung terpenjara dalam batas indra, cara nalar kita langsung bekerja seperti syarat ilmiah, bahwa syarat sesuatu itu bisa dikatakan ada, sesuatu bisa diyakini harus bisa diamati, dan diukur dan satuan-satuan tertentu.  Begitulah selama ini sangkaan kita terhadap Tuhan, tidak terasa kebiasaan kita berfikir ilmiah, pengajaran berfikir ilmiah yang kita terima, pengajaran berfikir ilmiah yang kita ajarkan, seringkali membuat short logika, short nalar, short akal, tanpa kita sadari. Hal ini sering kali membuat kita jadi manusia setengah, kadang bertuhan, kadang memutus hubungan dengan Tuhan dengan sengaja. 

"Di dunia kita bebas melakukan apapun dengan cara kita, di akhirat urusan nanti. Ibadah sebatas pintu rumah ibadah, untuk hidup di dunia adalah mencari laba sebanyak-banyaknya, menguasai sumber daya sebanyak mungkin, memperbudak manusia lain, berkuasa selama mungkin.". 

Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita sebagai mahluk yang hidup tertutup di kolong langit dan berjalan di atas bumi dengan keangkuhan tanpa kita sadari. Sebagian besar waktu kita hidup sebagai mahluk tertutup / kafir / cover / terputus dari bertuhan. Sekalipun aku ingatkan bahwa "Kita tidak bisa lepas satu detik pun, seperseribu detik pun dari Tuhan karena seketika itu kita hilang tanpa arti." Tetap saja akal ini menggeletik dan menegasi, menolak, seluruh badan serasa berteriak ini sangat perih, dan kita tidak suka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun