Mohon tunggu...
raden kuswanto
raden kuswanto Mohon Tunggu... Buruh - saya hanya seorang yang mencoba menggambar apa yang ada di kepala saya dengan huruf, kata dan kalimat

saya dilahirkan di sebuah pulau di timur indonesia. diberi nama raden kuswanto dibesarkan di ujung timur pulau jawa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sangkar dan Privatisasi Kebenaran

2 Juni 2021   03:11 Diperbarui: 6 Juni 2021   01:50 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena itu jangan heran jika hari ini keadilan itu tidak terasa atau terlihat. Karena keadilan itu hanya milik mereka yang mampu membayar mahar akan kebenaran. Karena kebenaran hari ini menjadi benda bukan lagi nilai. Hari ini kita melihat atau menyaksikan, orang yang mengetahui tentang bagaimana penyebab sebuah penyakit kemudian bagaimana cara menghindari sebelum penyakit itu datang atau cara mengambil tindakan setelah penyakit itu datang telah mengambil upah atas pengetahuannya itu atau menentukan harga dari produk dari pengetahuannya itu. Hari ini kita juga melihat atau menyaksikan, orang yang mengetahui tentang bagaimana sebuah bangunan dibangun, bahan apa yang digunakan, bagaimana cara membuat bahan bagunan itu, telah mengambil upah atas pengetahuannya itu dan menjual produk dari pengetahuannya itu. Hari ini kita juga melihat dan menyaksikan, orang yang banyak mengetahui tentang suatu urusan (ilmu), telah mengambil upah dari pengetahuannya itu dan menjual produk dari pengetahuannya itu. Karena ia (orang-orang yang berpengetahuan itu) juga telah membeli pengetahuan itu dari badan-badan, lembaga-lembaga dan instansi-instansi yang menjual pengetahuan itu. Harap maklum.

Pengetahuan tentang sebuah penyakit dan cara menghindari atau tindakan yang diambil ketika penyakit itu menyerang adalah sebuah kebenaran. Pengetahuan tentang bahan, alat, cara, dan gambar akan sebuah bangunan dibangun adalah sebuah kebenaran. Pengetahuan atas berbagai urusan itu adalah sebuah kebenaran. Maka hari ini kita melihat "Kebenaran adalah segala sesuatu yang bisa mendatangkan uang bagi mereka yang mengetahui sedikit atau banyak atas sesuatu. Kebenaran hanya untuk mereka yang mampu membayar untuk mendapatkannya.". Karena sebab itu pula maka keadilan hanya bagi mereka yang mampu membelinya.

"La ilaha illallah, Tiada Tuhan Selain Allah." Ini adalah kalimat tauhid, dan ini adalah sebuah kebenaran mutlak. Keluar dari mulut siapapun yang menyatakan kalimat tauhid tersebut dia tetaplah benar. Presiden, menteri, lurah, tukang, buruh, preman, perampok, psk dan siapaun yang menyatakan kalimat tauhid tersebut, maka pernyataan tersebut tetaplah benar, dan dengan pernyataan tersebut telah menghilangkan / meluluhkan / meniadakan arti dari subyek (orang) yang menyatakannya. Akan tetapi hari ini, kita melihat kalimat tauhid tersebut hanya bernilai benar, jika yang menyatakannya adalah kelompok-kelompok tertentu, aliran-aliran tertentu. Kalimat tauhid hanya benar, jika dari lembaga-lembaga tertentu, organisasi-organisasi tertentu, badan-badan tertentu, atau instansi-instansi tertentu.

 Hari ini kita telah melihat kebenaran telah dikurung dalam sangkar-sangkar dan diaku-aku kepemilikannya. Hari ini kebenaran telah diklaim-klaim bahwa hanya dia adalah pemiliknya. Kenapa bisa seperti itu? Itu muncul karena rasa memiliki. Hanya karena tangan dan kaki bisa kita gerakkan sesuai keinginan kita, kemudian kita merasa bahwa badan ini adalah milik kita. Tidak cukup dengan badan ini, kemudian kita mengaku-aku sesuatu yang lain yang terpisah dari badan kita adalah milik kita. Pakaian adalah pakaian kita, gawai adalah gawai kita, kendaraan adalah kendaraan kita, rumah adalah rumah kita, negeri adalah negeri kita.

"Sial betul nasib Kebenaran hari ini, sudah seperti burung saja, dimaksukkan ke dalam sangkar-sangkar. Diaku-aku kepemilikannya, dipajang-pajang untuk diperjual-belikan."

Benarkah kita adalah pemilik sesungguhnya dari badan kita? Bukankah di tangan dan kaki kita ada kuku-kuku yang tumbuh tanpa menunggu perintah kita. Bukankah di kepala kita ada rambut yang tumbuhnya tidak perlu kita tarik, dan ketika rambut itu tanggal kita tidak bisa menahannya. Kita bisa menjadwalkan makan dan minum kita, tapi kita tidak kuasa menjadwal kapan kita kencing dan beol kita. Kita tidak pernah memerintahkan jantung kita kapan berdetak kapan berhenti. Tidakkah kita berfikir bahwa itu adalah tanda bahwa yang sesuatu yang mengusai badan kita ini, yang selalu bersama kita dimanapun kita berada, yang mengetahui segala sesuatu tentang diri kita. Kenapa kita tidak mencari tahu siapa sesungguhnya sesuatu itu yang mengusai badan kita ini? Mengapa kita justru mengaku-aku badan ini adalah milik kita, akal ini akal kita, pengetahuan ini adalah pengetahuan kita. Sehingga kita harus membuat kesepakatan pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, bahwa siapun yang menginginkan pengetahuan kita harus membeli atau membayar ke kita. Sebegitu buruknya kita, betapa kejinya kita hari ini.

Atas dasar HAKI, hari ini siapapun yang menikmati karya suara, sastra, lukis, rasa, maka ia harus membayar. Sehingga hari ini kita ribut akan bayar membayar. Atas dasar HAKI, hari ini siapapun yang ingin sembuh dari penyakit, menghindari penyakit maka ia harus membayar. Jika tidak mampu membayar, maka tunggulah kematian datang pelan-pelan. Atas dasar HAKI, hari ni siapapun yang ingin mengetahui tentang sesuatu maka ia harus membayar atau harus membeli produk dari pengetahuan itu.

Mengapa kita menjadi dholim hari ini. Kita mengaku-aku kepemilikan badan kita, sampai mengaku-aku kebenaran adalah milik kita. Hari ini "benar" hanya akan bernilai "benar", jika itu bisa mendatangkan uang untuk kita. Mengapa kita tidak merespon tanda yang dikirim oleh penguasa sesungguhnya akan badan kita? Kenapa kita tidak mau mencari tahu siapa penguasa itu? Padahal tanda-tanda itu begitu nyata, penguasa itu ada dimanapun kita berada. Penguasa itu ada walaupun tidak ada satupun dari indra kita yang mendeteksi keberadaanya (ghaib), tapi tanda yang dikirimkannya bukankah sudah sangat jelas?

Apakah hanya karena pengetahuan yang kita kuasai ini masuk dalam kategori ilmu dunia, maka kita sah-sah saja melakukan jual beli atas pengetahuan itu? Apakah karena sang penguasa sejati itu tidak mampu kita indra (kita tanggkap dengan indra) kemudian kita mengingkari keberadaanNya? Bukankan tanda yang dikirim di tangan dan kaki kita sudah sangat jelas? Berhentilah sejenak dalam memburu dunia, dan cobalah cari tahu siapa penguasa itu.

Hari ini kita juga melihat pengaku-akuan akan kalimat tauhid. Kalimat tauhid hanya benar jika melalui aliran-aliran tertentu, kelompok-kelompok tertentu, otoritas-otoritas tertentu. Hari ini pengetahuan tentang agama juga sudah harus dibeli dari lembaga-lembaga, institusi-institusi, badan-badan, dengan begitu pengetahuan yang didapat menjadi sah dan legal, bergelar dan berhak mendapat upah darinya. Akibatnya juga muncul klaim-klaim kepemilikan akan kebenaran. Hari ini kita mengklaim bahwa kitalah pemilik kalimat tauhid tersebut. Padahal kita tahu pernyataan tegas "MilikNyalah apa yang ada di langit dan di bumi.". Mengapa hari ini kita berani-beraninya mengklaim kebenaran adalah milik kita? Mengapa hari ini kita berani-beraninya mengambil upah dari manusia lain atas pengetahuan tentang penguasa langit dan bumi? Apakah pengetahuan kita ini hanya sekedar hafalan tanpa keyakinan? Apakah kita tidak meyakini tentang kepenguasaanNya? Apakah kita tidak memperhatikan tanda yang ada pada tangan dan kaki kita juga badan kita? Padahal jika kita sampaikan pengetahuan ini (tentang penguasa langit dan bumi) kepada manusia, masih mungkin itu diingkari.

Sekarang sudah jelaslah dan terbukti bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Munthalib adalah benar-benar seorang nabi dan seorang rasul (utusan). Shalawat serta salam selalu terlimpahkan untuk Beliau dan keluarganya. Rasulullah menerangkan bahwa penguasa sesungguhnya yang memberi tanda pada tangan dan kaki kita serta tubuh kita adalah Tuhan yang memiliki langit dan bumi yaitu Allah subhanahu wa ta'ala, Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Maha Tinggi. Bahwa Tuhan yang sebenarnya itu tidak ada sesuatu apapun yang serupa denganNya, maka penggambaran akan tuhan yang berwujud manusia, hewan, mitologi bahkan api adalah salah. Karena dengan mengambarkan tuhan berwujud manusia, hewan dan lain sebagainya itu berarti sebuah keingkaran atau penolakan bahwa tuhan yang menumbuhkan kuku, yang ada dimana saja kita berada pada kenyataanya tidak mampu kita tangkap dengan indra. Bahwa kemampuan indra kita terbatas, jika kita pergi menuju cakrawala, kemudian setelah sampai di sana kemudian kita balik badan memandang ke tempat asal kita, maka asal kita tadi menjadi cakrawala. Sangat keji jika kita menyatakan bahwa asal kita tadi tidak ada sesuatu apapun, padahal kita baru saja dari sana. Sebuah kedholiman dalam membuat simpulan karena batas indra penglihatan. Maka Allah subhanahu wa ta'ala itu ghaib (diluar batas indra kita) adalah mutlak benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun