Mohon tunggu...
raden kuswanto
raden kuswanto Mohon Tunggu... Buruh - saya hanya seorang yang mencoba menggambar apa yang ada di kepala saya dengan huruf, kata dan kalimat

saya dilahirkan di sebuah pulau di timur indonesia. diberi nama raden kuswanto dibesarkan di ujung timur pulau jawa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sangkar dan Privatisasi Kebenaran

2 Juni 2021   03:11 Diperbarui: 6 Juni 2021   01:50 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yakinkah kamu bahwa kita sudah ada di era globalisasi, era keterbukan, era kebebasan? Atau saya yang menyakini kita berada di masa belenggu, terpenjara dan isolasi? Bagaimana jika kita uji saja? Apakah benar di sana ada dinding batas yang tak kasat mata, atau kita melihat dengan jelas dinding itu tapi tidak menganggapnya sebagai batas tapi justru sebagai kenikmatan dan perlindungan? Cukup beranikan kamu mengujinya untuk membuktikan kamu yang benar atau saya yang benar?

Ayo ikutlah aku meninjau dinding-dinding batas itu!

Sekarang ini kita sudah terbiasa tentang istilah ilmu dunia dan ilmu akhirat.

Lho memangnya salah? Ancene koyok ngono kan!

Baik, jangan buru-buru, kita kunyah pelan-pelan. "Digayemi ae, ben kroso". Mari kita lihat efek dari pemisahan ini. Pemisahan ilmu ini sudah seperti air dan minyak yang disatukan dalam satu wadah. Kemudian ada dua jenis ikan yang bisa hidup dalam air saja, atau dalam minyak saja. Ketika berani menyeberang maka kematian datang. Itu hanya perumpamaan saja.

Semakin mendekat ke masa sekarang (saat ini), kita kemudian membuat lembaga-lembaga, institusi-institusi, badan-badan, atau organisasi-organisasi berdasarkan pemisahan tersebut, yaitu ilmu dunia dan ilmu akhirat. Untuk belajar tentang tentang dunia ini, untuk tahu tentang dunia ini, untuk menguasai sesuatu tentang dunia ini, kita diarahkan menuju lembaga tertentu, badan tertentu, institusi tertentu dan seterusnya. Untuk mengetahui tentang akhirat, menjadi ahli waris akhirat kita juga diarahkan ke lembaga tertentu, badan tertentu atau institusi tertentu. Seolah-olah ketika kita berada dalam institusi yang mengurus tentang dunia, tidak ada urusannya dengan akhirat. Ketika kita berada dalam institusi yang mengurus urusan akhirat, kita adalah ahli waris akhirat.

Ketika kita berada dalam lembaga tentang keduniaan, menjadi terlarang ketika untuk sekedar menyinggung tentang akhirat. Ketika kita dalam lembaga tentang keakhiratan, adalah kita yang paling benar, dan yang lain pasti salah dan tidak ada hubungannya dengan keduniaan. Lembaga-lembaga ini, institusi-institusi ini, badan-badan ini, organisasi-organisasi ini, atau bentuk-bentuk lain dari ini, memiliki bangunan-bangunan yang berdinding, mempunyai pagar-pagar wilayah, melengkapi diri mereka dengan penjaga. Bukankah itu adalah batas yang jelas? Dinding-dinding, pagar-pagar, dan penjaga-penjaga itu bisa kamu lihat dengan matamu.

Kembali lagi ke pemisahan dari ilmu dunia dan ilmu akhirat, kemudian terbitlah buku-buku, kitab-kitab yang membahas tentang dunia, materi penyusunnya, cara kerjanya, manipulasi materinya, penghuninya dan perlengkapan lainnya. Hal yang sama terjadi pada buku-buku, kitab-kitab yang membahas tentang akhirat (agama), ada banyak jenis dan ragamnya, dari caranya, alirannya, dan seterusnya. Dalam buku-buku tentang dunia, kita tidak akan pernah menemukan catatan yang mengkaitkan ini dengan akhirat. Tidak ada benang merah yang menghubungkan buku keduniaan dengan akhirat. Begitu pula dengan buku-buku tentang akhirat, dibuat dan didesain bahwa ini murni urusan akhirat berisi doktrin yang tidak bisa atau tidak perlu dibuktikan di dunia ini. Padahal buku-buku itu juga diperjual belikan untuk urusan dunia.

Seiring waktu berjalan, lembaga-lembaga ini, institusi-institusi ini, badan-badan ini, organisasi-organisasi ini, dan bentuk-bentuk lainnya baik untuk urusan keduniaan ataupun keakhiratan saling mengeluarkan sertifikat-sertifikat, ijazah-ijazah, gelar-gelar. Ketika sebuah lembaga atau institusi atau bentuk lainnya sudah bisa mengeluarkan ijazah ataupun sertifikat, maka sudah layak baginya untuk menentukan mahar atau biaya untuk mendapatkan sertifikat atau ijazah tersebut. Dan bagi orang-perorang yang sudah memegang sertifikat atau ijazah dari lembaga atau institusi tertentu, maka sudah layak dia disebut professional yang artinya sudah layak dia menerima upah atau menentukan upah atau menentukan harga dari produk yang bisa ia buat.

Dari sini sudahkah kamu melihat jeruji-jeruji batas dari sangkar yang mengurung kita di era globalisasi?

Jika memang benar, lembaga-lembaga ini, institusi-institusi ini, badan-badan ini, yang bisa mengeluarkan sertifikat atau ijazah, dan orang-perorang yang memegang hak atas ijazah ini adalah benar, atau yang mengusai ilmu, atau yang mengetahui ilmu tentang alat untuk menguji kebenaran. Maka jangan pernah berharap keadilan itu bisa terasa di muka bumi ini. Karena semua perangkat untuk menguji tentang kebenaran yang bisa menentukan suatu masalah itu adil hanya didapatkan bagi mereka yang bisa membayar mahar atau membayar upah sejumlah ketentuan mereka. Dan lebih parahnya lagi mereka membuat sistem dan alat untuk membayar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun