Katakanlah kita ambil jarak radius terjauh pandangan kita 50 Km, kemudian lebar pandangan 3 kalinya (yang masih dalam fokus mata / pandangan) sama dengan 150 Km. Dengan lebar pandangan 150 Km apakah cukup untuk melihat lengkung bumi?
150 Km / 40.000 Km = 0,00375
0,00375 X 100% = 0,375% lengkung bumi
Perkiraan 40.000 Km adalah keliling lingkaran dengan diameter 12.000 Km, yaitu diameter yang mendekati diameter bumi.
Dari hasil diatas adalah pengamatan dengan mata kita akan bumi, ketika melihat cakrawala / horizon, tidak sampai 1% dari lengkung bumi. Maka adalah benar jika dikatakan bumi ini datar.
Tentu saja tidak mungkin melihat kelengkungan bumi dengan mata telanjang. Diperlukan syarat-syarat tertentu untuk bisa melihat sedikit kelengkungan bumi, kita butuh pengamatan ke tempat yang lebih tinggi, tidak cukup mendaki gunung, atau naik pesawat terbang. Kita butuh ketinggian tertentu untuk bisa melihat lengkung bumi, butuh pengetahuan tentang sudut atau trigonometri, butuh pengetahuan tentang lensa mata ataupun lensa kamera untuk mengabadikan, butuh pengetahuan tentang roket untuk membantu kita terbang pada ketinggian tertentu.
Jika mengacu pada hitung-hitungan di atas, untuk melihat 1% dari lengkung bumi, lebar pandangan kita harus mencapai 400 Km. Lebar 400 Km seberapa jauh? Dari Banyuwangi sampai Malang jika ditarik garis lurus, jaraknya sekitar 195 Km. Kurang 5 Km untuk dapat setengah dari 400 Km. Atau dari pantai utara pulau jawa ditarik garis lurus ke pantai selatan pulau jawa jaraknya kurang dari 200 Km. Kita naik gunung tertinggipun tidak mampu melihat kedua pantai tersebut. Maka untuk bisa melihatnya, kita perlu melebarkan jarak pandang mata untuk bisa melihat 1% dari lengkung bumi kita butuh naik pada ketinggian tertentu.
Begitu banyaknya syarat yang harus kita penuhi untuk sekedar melihat 1% lengkung bumi. Tentu saja hal itu akan sangat sulit kita penuhi. Belum lagi persyaratan keilmuan yang harus kita kuasai. Apakah itu berarti bumi tidak bulat? Tidak, bumi bulat seperti bola, ini juga benar. Perbedaannya adalah bumi kita bisa dikatakan datar adalah benar sepanjang mata memandang dan selama diri kita merasakan. Bumi kita berbentuk bulat adalah hakikat sebenarnya, tapi kita tahu bahwa untuk mencapai tingkat hakikat itu kita perlu memenuhi semua syaratnya. Bumi datar ada pada tingkat pengetahuan akan rasa dan respon yang kita tangkap. Bumi bulat ada pada tingkat pengetahuan makrifat yang mana semua syaratnya harus kita penuhi.
Ketika bumi dikatakan datar, pada tingkatan tertentu, konsep ini tidak lagi mampu menjelaskan tentang fenomena yang terjadi. Konsep bumi datar tidak mampu menjelaskan bahwa Tuhan itu memasukan siang ke dalam malam, dan memasukan malam ke dalam siang, tidak mampu menjelaskan bagaimana periode gerhana atau siklus dari gerhana baik bulan ataupun gerhana matahari. Pada sisi lain, bumi bulat juga akan mengacaukan prinsip tinggi rendah. Bahwa tinggi itu selalu ke atas, dan rendah itu selalu ke bawah, maka jika bertahan pada bumi bulat, ke atas tidak akan pernah ketemu dari belahan bumi manapun tujuan akan selalu berbeda-beda.
Maka dibutuhkan kebijaksanaan dalam menempatkan kapan bumi itu dikatakan datar, dan kapan bumi itu dikatakan bulat. Mengatakan ilmu hakikat yang hanya bisa dicapai dengan syarat makrifat pada sesuatu hal yang tidak membutuhkan itu adalah hal yang kurang tepat. Bisa dikatakan gila nanti. Sebaliknya bertahan pada ilmu rasa atau ilmu dasar saja juga bukanlah pilihan yang baik.
Menaruh garam pada minuman bukanlah sesuatu yang tepat "kecuali ada syarat khusus", menaruh garam dan gula pada sayur adalah hal yang tepat, tetapi itupun harus ada ukurannya
Itu adalah penjelasan saya tentang bumi bulat atau datar. Kedua-duanya benar, tapi harus tahu kapan untuk dikatakan datar, kapan harus dikatakan bulat.