Dalam artikel sebelum tentang makna angka satu sampai sepuluh dan makna sistem operasi bilangan, kita tahu bahwa Allah subhanahu wa ta'ala itu menguasai ruang dan waktu sehingga kita tidak bisa lepas sedikit dariNya, begitu pula pada pelaksanaan UN. Dalam menjalani kehidupan ini sesungguhnya kita seperti melakukan serangkaian UN. Dan kita sekarang sudah sampai di tahap melakukan ujian praktik (UKK). Karena sudah ujian praktik, kita sudah lulus ujian teori. Apa soal ujian teori dan apa soal ujian praktik?
Sebelum kita masuk ke kehidupan ini, kita sudah lulus ujian teori dengan soal dari Allah subhanahu wa ta'ala "Siapakah aku?" dan kita sudah menjawab "Engkau Tuhanku dan aku mahlukMu". Dan kita dinyatakan lulus, dan berhak untuk ikut ujian praktik. Jika kamu sedang membaca tulisan INI, berarti kamu adalah peserta ujian praktik. Sama dengan saya (penulis). Dan kita sama-sama ada untuk menyelesaikan ujian praktik yaitu "IBADAH".
Untuk bisa menyelesaikan soal praktik ibadah kita diberikan alat yaitu badan / jasad / raga. Kita diberikan waktu untuk mencoba mengendalikan alat itu (badan kita), dari bayi sampai kita bisa menggunakan akal kita untuk memanipulasi sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan kita "akil dan baligh". Ketika itu otomatis telah selesai waktu simulasi kita atau praUKK kita. Dan ketika ujian praktik ini sudah selesai, alat yang kita kendalikan ini harus kita kembalikan ke panitia ujian Allah subhanahu wa ta'ala "siklus angka". Dan tidak ada seorangpun yang mampu membawa alat ini pergi dari ruang ujian. Ada pengecualian khusus para nabi dan para wali jasadnya tetap dijaga utuh tidak diuraikan menjadi tanah.
Karena ini adalah ujian praktik, kita diberikan petunjuk kerja / petunjuk ibadah yaitu Al Qur'an dan Hadist. Sifat ujian praktik ini juga terbuka, yaitu mengikuti Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam. Karena Rasulullah adalah peserta ujian yang sudah dinyatakan lulus, kita hanya perlu mencontohnya saja untuk bisa lulus. Dan jika kita memilih untuk menyelesaikan dengan cara kita sendiri atau dengan cara yang tidak lagi diakui oleh panitia, kita dinyatakan mengikuti ujian secara tertutup "kafir / cover" dan dinyatakan tidak lulus ujian.
Selain alat untuk melaksanakan ujian kita juga diberi bahan praktik "rejeki" yang cukup sampai ujiannya selesai. Rejeki kita dijamin sampai mati, sampai kita menyelesaikan ujian. Penilaian terhadap alat adalah dengan menggunakannya sesuai dengan soal yaitu ibadah. Ibadah wajib yaitu shalat adalah praktik kita sekaligus proses menyimpan nilai kita. Shalat ada 5 waktu dalam sehari ini seperti proses menyimpan jawaban peserta ujian pada saat UNBK. Saat UNBK komputer client secara periodik 2 atau 5 menit mengirim simpanan jawaban ke komputer server. Sedangkan kita dengan menyimpan jawaban praktik dengan shalat. Sedangkan penilaian terhadap bahan "rejeki" adalah bahan yang kita gunakan untuk zakat "ibadah wajib" dan sedekah "ibadah sunnah". Â Karena pada saat pengumuman hasil ujian bukanlah alat dan bahan yang kita gunakan yang diberikan tetapi hanya nilainya saja.
Praktik ibadah tidaklah hanya sekedar shalat saja. Tapi tidur kita dinilai ibadah dengan syarat sebelum tidur kita shalat, bangun tidur kita shalat yaitu shalat isya' dan shalat subuh. Kenapa tidur kita dinilai ibadah? Karena Allah subhanahu wa ta'ala itu mensifati diriNya itu tidak mengantuk dan tidak tidur, oleh karena itu jika kita tidur kita hanya praktik sebagai mahluk, dan Allah subhanahu wa ta'ala menilai itu sebagai ibadah. Dan do'a ketika hendak tidur adalah pengakuan bahwa hidup "terjaga" dan mati "tidur" hanya karena Allah subhanahu wa ta'ala. Praktik dari soal teori sebelumnya bahwa Allah subhanahu wa ta'ala adalah Tuhan kita dan kita hanya sekedar mahlukNya. Dan jika tidur kita dinilai ibadah, sesungguhnya kegiatan ketika hidup "terjaga" juga dinilai ibadah, asal kita melakukan proses simpan ibadah waktu sedang melakukan kegiatan selama terjaga "hidup" yaitu shalat dhuhur, shalat ashar, shalat magrib.
Jangan pernah beranggapan bahwa hidup akan membosankan jika soal ujian praktiknya hanya ibadah. Semua kegiatan kita selama hidup ini "berasyik-asyik" atau "bersenang-senang", bergurau, bersosialisasi, bekerja, dan sebagainya akan dinilai ibadah dengan catatan perlu legalitas disela-sela kegiatan itu "shalat" yang harus kita kerjakan sebagai jawaban atas soal ujian praktik ibadah. Tentu saja kegiatan selama hidup "terjaga" yang dinilai ibadah adalah kegiatan yang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). K3 adalah rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap peserta ujian praktik. K3 dalam hidup adalah perintah dan larangan-larangan dari Allah subhanahu wa ta'ala yang menjadi satu dalam petunjuk kerja Al Qur'an dan Hadist.
Karena panjangnya waktu ujian praktik bagi kita, kita diberi waktu untuk istirahat "tidur" dimana tidur kita dinilai sebagai ibadah atau bagian dari menyelesaikan ujian praktik. Hal ini juga sekaligus memberikan waktu mendingingkan mesin dari alat kita "badan kita". Dan kita juga diwajibkan untuk melakukan servis berkala terhadap alat kita yaitu dengan puasa. Puasa adalah servis berkala yang diwajibkan bagi badan kita. Oleh karena itu nilai dari puasa / pahala dari puasa langsung diberikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Karena hanya puasa saja satu-satunya ibadah wajib yang proses pengerjaannya hanya diketahui oleh Allah subhanahu wa ta'ala saja.
Selanjutnya sikap kita terhadap bahan praktik "rejeki", setiap orang akan diberikan bahan praktik yang cukup, dan tidak perlu khawatir akan kekurangan bahan praktik "rejeki". Jangan beranggapan bahwa memiliki bahan praktik yang banyak berarti memiliki nilai yang bagus! Ingat, kita dalam posisi melaksanakan ujian, maka setiap bahan praktik yang ada di meja kerja kita membawa tanggung jawab untuk kita setorkan nilainya. Karena bukan banyaknya bahan praktik yang menentukan kita lulus atau tidak lulus pada ujian kali ini. Ada orang-orang yang bersikap bahwa sedikit bahan praktik berarti peluang mendapatkan nilai A menjadi lebih besar. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang cerdas, dalam istilah agama menyebutnya orang-orang yang zuhud. Jika kita bisa mendapatkan nilai A dengan satu bahan praktik, kenapa kita harus menambah satu lagi yang akan membuatnya mendapatkan nilai B, maka mencukupkannya dengan satu bahan praktik adalah pilihan yang paling tepat.
Apakah dengan demikian menjadi kaya adalah salah? Tentu saja tidak. Tapi pertanyaannya apakah kita mampu melepaskan rasa keterikatan kita terhadap harta benda? Apakah kita sadar bahwa kita saat ini sedang melaksanakan ujian praktik? Sangat sedikit dari kita sadar akan hal ini. Kita mulai terikat dengan dunia ini beserta hiasannya, badan ini, orang tua kita, istri atau suami kita, anak-anak kita, kemudian harta benda kita, saat kita mulai belajar mengendalikan badan kita, dan kita sudah menguasai dalam menggerakan badan kita, kita merasa bahwa itulah milik kita. Sedangkan harta benda yang banyak begitu memikat dan seperti memiliki lem yang sangat kuat. Harta benda itu akan memunculkan rasa keAKUan padanya, dan sangat sulit untuk melepaskannya. Walaupun dalam kenyataannya tidak ada ikatan antara kita dan harta benda kita yang bisa ditangkap oleh indra kita.
Sekarang ini kita ada di masa dimana harta atau kekayaan begitu dipuja. Hingga ada rasa hidup miskin itu sangatlah hina dan hidup kaya raya begitu terhormat. Jika hidupmu miskin hari ini, janganlah itu membuat kamu merasa sengsara sehingga membuat kamu merasa tidak perlu bersyukur. Mungkin kondisimu saat ini adalah kondisi terbaik untuk kamu, karena jika kamu di posisi sebaliknya justru membuat kamu selalu menuruti nafsumu yang tidak akan pernah puas. Ini bisa jadi cara Allah subhanahu wa ta'ala mengasihi dan menyayangi kamu dengan membatasi kamu dari akses harta kekayaan. Ini juga menjadi kesempatan besar kamu untuk mendapatkan nilai A dalam ujian praktik ini. Kamu cukup menjalankan shalat dan puasa saja untuk bisa mendapatkan nilai A. Karena untuk zakat ada batas minimal dalam jumlah dan batas waktu harta itu mengendap / dalam kekuasaan kita. Namun jika kamu masih mau melaksanakan zakat meskipun hartamu kurang dari batas minimal, seharusnya kamu mendapatkan nilai A+. Dengan demikian peluangmu mendapatkan nilai A lebih besar dari si kaya, maka hal seperti ini wajib bagimu untuk bersyukur.