Mohon tunggu...
Denissa Fauziah
Denissa Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Nasional

Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Greepeace dalam Penanganan Polusi Air dan Udara di China

29 Juli 2023   22:37 Diperbarui: 29 Juli 2023   23:07 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pencemaran air di China merupakan bentuk limbah hasil industri secara besar-besaran dalam rangka peningkatan ekonomi yang kemudian berdampak pada perairan dan kelangsungan hidup di kawasan regional China. China merupakan negara terluas di kawasan Asia Pasifik yang memiliki perbatasan daratan panjang dan dilalui oleh beberapa anak sungai yang terhubung menjadi satu dengan hulu sungai yang kemudian mengalir di daerah perbatasan. 

Hal ini menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh China juga secara langsung dihadapi oleh negara-negara di kawasan perbatasan negara seperti Burma, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, Bangladesh dan India. Oleh karena itu, China tidak hanya dituntut untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan lingkungan yang terjadi di dalam negeri saja tetapi juga luar negeri.

Menurut Edmonds R.L, kronologi terjadinya pencemaran air di China berawal dari orientasi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, pada tahun 1958 pemerintah menjalankan program pembangunan industri baja, yang dimana bahan bakar industri tersebut didapat dari penebangan liar di hutan-hutan kawasan pegunungan. Hal tersebut kemudian didukung oleh para petani yang telah kehilangan lahan di kawasan pedesaan dengan membuka lahan di kawasan pegunungan pada tahun 1966.

Sedangkan, pada tahun 1978, pemerintah memberi kebebasan pada petani untuk mendirikan industri, yang dimana dalam hal ini terjadi revolusi prinsip ekonomi menjadi pasar bebas yang mengubah paradigma stakeholder menjadi orientasi pasar, industri, teknologi dan tingkat pendapatan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pada tahun 1995, pemerintah China mulai merasakan dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang berdasar atas prinsip pasar bebas yakni pencemaran lingkungan.

Pada saat ini pembangunan di China mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sebagai perbandingan, menurut hasil survei tahun 2009 menyebutkan bahwa China merupakan salah satu negara yang menduduki posisi pertama di dunia yang paling banyak melakukan pencemaran air, yaitu sekitar 6.088.660/hari. 

Hal tersebut menyebabkan difusi lintas batas yang secara langsung juga akan memberikan dampak pada 200 juta orang dan 2 juta km kawasan di area perbatasan negara. Kerusakan lingkungan yang terjadi di China khususnya masalah pencemaran air merupakan permasalahan yang sangat berat dalam jangka pendek maupun panjang karena dampak negatif yang ditimbulkan dari masalah tersebut tidak hanya berpengaruh pada stabilitas nasional tapi juga internasional.

Saat ini polusi udara PM2.5 menjadi ancaman yang serius di China. Hal ini dapat dibuktikan dengan sering terlihatnya kota-kota yang terbungkus kabut asap abu-abu beracun. Berdasarkan data yang diperoleh dari The Ministry of Environmental Protection (MEP) menunjukkan bahwa kota-kota di Delta Sungai Yangtze, Delta Sungai Pearl, dan wilayah Beijing, Tianjin, Hebei mengalami lebih dari 100 hari kabut selama setahun dengan konsentrasi PM2.5 dua hingga empat kali di atas pedoman kualitas udara. Polusi udara ini juga akan terus meningkat ketika memasuki musim dingin karena hampir seluruh masyarakat China menggunakan biomassa dan bahan bakar fosil untuk menghangatkan rumah mereka.

PM2.5 merupakan partikulat udara yang memiliki diameter kurang dari atau sama dengan 2,5 mikron. Para ahli medis di China dan barat berpendapat bahwa PM2.5 ini dapat menyebabkan lebih banyak penyakit kronis pada paru-paru dan jantung daripada PM10. PM2.5 dapat masuk ke area dimana gas dipertukarkan antara paru-paru dan aliran darah serta organ lainnya, yang mengarah pada tingkat kematian. China merupakan negara industri terbesar dengan sumber energi utama batu bara, hal tersebut menjadi salah satu kontributor utama dalam peningkatan PM2.5 di China.

Greenpeace merupakan salah satu organisasi non-pemerintah lingkungan hidup yang aktif dalam berbagai isu atau permasalahan lingkungan yang terjadi di dunia. Greenpeace memiliki prinsip-prinsip utama yang dipegang dalam melaksanakan berbagai tindakan. Untuk memenuhi tujuan dalam mengatasi berbagai permasalahan lingkungan hidup, Greenpeace memperluas jaringannya di berbagai negara dan turut aktif berperan dalam berbagai permasalahan lingkungan. 

Selaras dengan teori Politik Hijau, Greenpeace yang merupakan organisasi yang berfokus pada aspek lingkungan hidup juga menentang kegiatan-kegiatan yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan di China dan melakukan berbagai tindakan untuk menghentikannya. 

Sehingga dalam kasus ini, Politik Hijau sangat menentang tindakan para pemilik perusahaan tersebut karena dianggap telah merusak dan mencemari lingkungan atas dasar kepentingan individu atau dalam arti lain, hal ini bertentangan dengan asumsi-asumsi Politik Hijau. Sedangkan, Politik Hijau memandang Greenpeace sangat penting dan dibutuhkan peranannya sebagai organisasi non pemerintah yang berbasis lingkungan hidup dan memiliki pandangan ekosentrisme untuk menangani krisis lingkungan di China.

Politik Hijau memandang organisasi non pemerintah lebih mampu dan efektif dalam menangani isu global. Oleh sebab itu, dalam upaya mengurangi tingkat pencemaran air dan udara di China yang semakin hari semakin parah, Greenpeace berupaya melakukan berbagai macam tindakan, antara lain:

  1. Kampanye 

Kampanye yang dilakukan Greenpeace di China ini menentang brand fashion global untuk menghilangkan semua bahan kimia berbahaya dari rantai suplai dan produksi mereka. Sejak diluncurkan, enam brand ternama seperti Puma, Nike, Adidas, H & M, Li-Ning dan C & A, telah menerima kampanye Greenpeace untuk detox. 

Greenpeace juga melakukan kampanye berupa aksi protes terhadap perusahaan-perusahaan yang menggunakan batu bara secara berlebihan sebagai bahan bakar utama dalam pengelolaan industrinya. Greenpeace juga melakukan labelisasi terhadap produk-produk yang membuang limbah industri secara sembarangan dengan tujuan agar masyarakat mengetahui perusahaan mana saja yang terlibat aktif dalam perusakan lingkungan, upaya ini diharapkan mampu memberikan sanksi labeling bagi perusahaan agar tidak lagi melakukan pembuangan limbah berbahaya sembarangan. 

  1. Negosiasi dengan Pemerintah

Greenpeace bernegosiasi dengan pemerintah China mengenai penggunaan batu bara sebagai bahan bakar utama dan juga pembaharuan kebijakan China tentang konsumsi batu bara. Namun, pemerintah China yang tidak konsisten membuat Greenpeace harus terus-menerus melakukan kampanye dan aksi protes di depan gedung perusahaan-perusahaan besar yang ikut menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan di China. Dalam upaya negosiasinya, Greenpeace menyertakan bukti-bukti pencemaran lingkungan yang telah terjadi di China yang menyebabkan polusi air dan udara yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mendapatkan izin dari pemerintah China. 

  1. Advokasi

Greenpeace melakukan mobilisasi kepada masyarakat China mengenai dampak yang dapat ditimbulkan dari pencemaran lingkungan tersebut serta mengajak mereka untuk bersama-sama menangani masalah pencemaran tersebut.

  1. Monitoring, penelitian dan Evaluasi

Greenpeace melakukan monitoring terhadap pencemaran limbah pabrik jeans yang sempat menghebohkan dunia lewat temuan LSM Greenpeace pada tahun 2010. Berdasarkan atas penelitian tersebut, LSM mengklaim pencemaran di China naik 2 kali lipat dari tahun 2007 karena banyaknya industri jeans di China.

  1. Fasilitas Ekonomi

Greenpeace sebagai organisasi yang memfasilitasi komunikasi adalah membangun pola atau bentuk komunikasi sinergis antara warga China, perusahaan-perusahaan dan pemerintah China. 

  1. Laporan Dirty Laundry

Greenpeace meluncurkan laporan global berjudul "Dirty Laundry" dalam upaya untuk menyoroti pencemaran industri pada sungai Yangtze dan Delta Pearl di China. Dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun, hasil investigasi mendapati beberapa brand pakaian olahraga ternama di dunia melakukan praktek pembuangan limbah kimia berbahaya ke Sungai Yangtze dan Delta Pearl oleh dua pabrik tekstil yaitu, Younger Textile City Complex dan Well Dyeing Factory Limited.

Tindakan pabrik-pabrik merk ternama tersebut juga merupakan suatu fenomena modernisasi, dimana menurut pandangan Politik Hijau, modernisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Pemikiran modern seperti pemerintah China dan para pemilik perusahaan menjadi penyebab utama krisis lingkungan di China terjadi jika dipandang dari sudut pandang ekosentris yakni pandangan yang menitikberatkan pada alam. Negara akan cenderung lebih mengedepankan kepentingan perkembangan negaranya dan mengabaikan bahkan mencemari lingkungan.

Hal ini juga semakin menguatkan pandangan Politik Hijau yang beranggapan bahwa manusia di zaman modern ini sudah tidak lagi beriringan dengan dunia non manusia. Yang dimaksud adalah bahwa China dan perusahaan-perusahaan ini telah mencapai level dimana mereka tidak lagi peduli dengan dampak yang mereka timbulkan bagi lingkungan sekitarnya. Asumsi Politik Hijau lainnya juga mengatakan bahwa modernisasi membuat manusia menjadi tidak manusiawi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Politik Hijau mampu memberikan kritik terhadap isu kerusakan lingkungan yang terjadi di China dan juga pandangannya terhadap keberadaan Greenpeace sebagai NGO yang menangani kasus tersebut. Hal ini berarti asumsi-asumsi Politik Hijau masih relevan untuk mampu memberikan sebuah pandangan yang menentang krisis lingkungan di China namun sekaligus juga secara tidak langsung mendukung gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Greenpeace. Greenpeace juga dianggap telah mampu dan berhasil dalam keikutsertaannya menangani kasus pencemaran lingkungan di China. 

Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM.

Referensi:

Chaterine Yap Co (et all), Pollution Across Chinese Provinces (New York: Draft Environmental, 2007), hal. 4.

Ega Tiara, Skripsi: "PERAN GREENPEACE DALAM MENGATASI POLUSI UDARA DI CINA TAHUN 2012-2017" (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2019), hal. 3.

Skripsi: Strategi dan Kebijakan China Dalam Menanggulangi Pencemaran Air (Water Pollution), hal. 1.

Syukron Subkhi, Keterlibatan Greenpeace dalam Menangani Kasus Pencemaran Air di Tiongkok, (Yogyakarta: UPN Veteran, 2018).

https://www.greenpeace.org/indonesia/faq/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun