Suatu malam, tiada angin dan tiada hujan, tiba-tiba muncul ide dalam benak. "Potong rambut sendiri di rumah tampaknya menarik," pikir saya.
Di tengah kondisi pandemi, banyak kegiatan yang dibatasi. Tidak lagi ada keleluasaan saat berada di pusat perbelanjaan dan kafe tongkrongan. Pergi ke tukang cukur pun membuat otak berpikir dua kali.
Seketika jari menari, mencari referensi artikel dan video terkait. Salah satu yang paling melekat saat itu adalah video Ariel NOAH memotong sendiri rambutnya yang mulai panjang.
Dengan cekatan ia memotong rambutnya helai demi helai. Clipper ia gunakan untuk memotong tipis bagian samping kepala. Sederhana saja model rambut yang ia coba buat.
Sisanya ia andalkan gunting untuk finishing. Terdengar bunyi aneh sih saat rambut beradu dengan gunting. Ia menggunakan gunting kertas barangkali.
Sebagai sentuhan akhir, ia oleskan pomade ke seluruh rambut. Terlihat asal-asalan, namun masih masuk kategori oke.
Di video lain, seorang penata rambut asal luar negeri memotong rambutnya sendiri tanpa bantuan clipper. Ia murni menggunakan gunting. Tak ada yang membantu, hanya beberapa cermin untuk menjangkau pandangan ke sisi tak terlihat.
Akhirnya percaya diri muncul. Sepertinya saya juga bisa melakukannya. Tidak sulit, cuma perlu hati-hati sedikit agar potongan tetap rapi.
Bermodalkan gunting, kamera depan ponsel, dan cermin seukuran ubin tegel, saya kemudian melancarkan operasi. Ragu bagian mana yang hendak dipotong duluan, saya lalu memangkas bagian samping kanan.
"Sejauh ini lancar,"Â begitu pikir saya. Bagian samping kiri dipotong berikutnya.
Bagian belakang jadi yang paling sulit. Gerakan tangan yang kaku harus menyesuaikan posisi gunting agar tidak meninggalkan pitak. Bisa-bisa saya jadi bahan tertawaan orang di luar.
Perbedaan ketebalan rambut dari pangkal telinga hingga kepala atas terlihat kurang pas. Sisi sebelah kanan terlalu pendek , tidak seimbang dengan sisi berlawanan. Banyak pula bekas pitak, mirip hasil karya guru pembina OSIS saat razia rambut semasa SMA dulu.
Pemandangan yang menyesakkan dada sekaligus lucu.Â
Istri pun tidak memberikan komentar positif. "Nanti dirapihin di tukang cukur ya,"Â katanya singkat.
Ternyata potong rambut sendiri adalah ide yang buruk.
***
Meski memilukan, pengalaman memotong rambut sendiri ternyata memberikan pelajaran berharga. Setidaknya ada dua hal yang saya pahami setelah tidak berhasil memperoleh model rambut yang saya inginkan.
Pertama, jangan mudah terpengaruh konten influencer.
Di era digital seperti sekarang semua orang dapat membuat konten. Ingin mengunggah video di YouTube, modal ponsel sana sudah cukup, begitu pula menulis artikel di platform ternama seperti Kompasiana misalnya.
Menurut fun facts yang ditulis di idntimes.com, pada pertengahan 2019 Google mengungkap bahwa lebih dari 500 jam konten baru diunggah ke YouTube tiap menitnya. Itu berarti 30 ribu jam konten per jam dan 720 ribu jam konten per hari.
Melimpahnya konten membuat kita bisa dengan mudah mengakses informasi apa saja di mana saja. Hal-hal remeh seperti cara mengelem sepatu yang jebol pun bisa kita dapatkan dengan beberapa klik.
Di golden age of content ini, influencer memilik peran penting dalam membentuk perilaku masyarakat. Kita cenderung akan lebih percaya hal-hal yang disampaikan influencer lewat media sosial ataupun media lainnya.
Namun kita seringkali lupa bahwa influencer pun memiliki keterbatasan. Ia tidak memiliki pengetahuan tentang segala hal.Â
Ia pun bisa salah memberikan opini atau rekomendasi sewaktu-waktu, seperti halnya Ariel NOAH yang memotong rambutnya dengan gunting kertas.
Kita sebagai orang biasa yang bukan influencer perlu lebih cerdas dalam menyaring informasi. Jangan mudah percaya dan ikut-ikutan tren yang dipelopori influencer. Cuma karena terkenal bukan berarti semua yang disampaikannya harus kita ikuti bukan?
Kedua, jika orang lain bisa bukan berarti kita bisa melakukan hal yang sama.
Pelajaran nomor dua ini agaknya bertentangan dengan kalimat motivasi yang kerap kita dengar. "Jika orang lain bisa, tentu kita juga bisa melakukannya," kira-kira begitu.
Namun menurut pengalaman potong rambut gagal tadi, kalimat motivasi tradisional tersebut tidak realistis. Kita seolah-olah meletakkan standar kemampuan diri kepada orang lain.
Influencer memiliki hak untuk menyampaikan tips tentang hal-hal yang ia lakukan atau kuasai. Mereka cenderung menyampaikan hal-hal yang cocok bagi diri mereka dan berharap orang lain melakukan hal serupa.
Standar cocok-cocokan ini tentunya ambigu, mengingat setiap orang punya karakteristiknya masing-masing.
Ariel NOAH memiliki rambut yang lurus dan mudah dibentuk. Saat ia memotong rambut sendiri, meskipun hasilnya tidak terlalu bagus, styling dengan pomade membuat rambutnya terlihat lebih rapi.
Penata rambut dapat dengan mudah mencukur rambutnya sendiri karena tangannya telah terlatih menata rambut ratusan kepala. Ia adalah seorang profesional.
Kita perlu lebih realistis. Jika tidak bisa melakukan hal yang sama, tidak perlu memaksa. Jika bisa namun hasilnya kurang maksimal, relakan saja.
Mungkin kita punya penguasaan spasial yang jelek sehingga tidak dapat menyesuaikan gerakan tangan untuk menjangkau bagian sulit. Mungkin juga kita punya penglihatan yang kurang bagus sehingga sulit menata rambut dengan teliti.
Ketimbang harus menanggung malu karena potongan rambut berantakan, lebih baik minta tolong orang lain untuk memotong rambut kita, adik atau kakak misalnya. Meski sama-sama amatir, pertolongan orang lain akan jauh lebih memudahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H