Perjalanan pulang berjalan lancar. Jalanan legang. Tak ada halangan berarti. Cuma satu yang cukup menganggu, perut kita keroncongan di tengah jalan. Daripada tidak tenang selama di jalan. Masih lumayan jauh. Akhirnya mencari tempat makan dulu.
Pilihan jatuh ke Mie Gacoan daerah Parung. Tempatnya sedang tidak ramai. Biasanya kan antrean mengular. Kebetulan Windhu belum pernah katanya. Jadi paslah nyobain mie gacoan.Â
"Kayak nunggu antrean di rumah sakit," ujar Windhu.
Saat kita duduk menunggu panggilan pesanan. Saya tertawa.
"Iya, ya? Biasanya enggak gini."
Saya sudah beberapa kali makan di mie gacoan. Pernah nyobain mie gacoan di Jalan Panjang dan di Jalan HOS. Cokroaminoto. Lalu yang di Parung ini. Sistem pelayanannya berbeda.Â
Biasanya mengantre nomor tempat duduk dulu, melakukan transaksi di kasir baru menunggu di meja. Nanti alat yang kita bawa ke meja akan berbunyi. Ini artinya makanan kita siap diambil.Â
Nah, di mie gacoan Parung tidak demikian. Kita tetap antre nomor meja dulu. Tapi tidak diberikan tanda nomor atau alarm. Dihapalkan kita dapat nomor meja berapa. Nanti saat transaksi di kasir ditanya soalnya. Baru di struk pembayaran akan muncul nomor meja kita.Â
Di meja yang telah ditentukan kita menunggu dipanggil. Jadi harus konsentrasi mendengarkan suara petugas yang menanggapi menggunakan microphone. Makanya Windhu bilang seperti di rumah sakit. Benar juga sih.Â
Selesai makan kita lanjutkan perjalanan lagi. Saya drop di stasiun Pondok Ranji. Lalu kita berpisah. Barulah saya mulai mengantuk. Waktu menunjukkan pukul 23.25 WiB. Pantas sudah mengantuk.Â
Syukurnya sudah dekat. Jadi tidak sampai berhenti untuk melepas kantuk. Begitu tiba di rumah langsung bersih-bersih badan dan tidur. Akhirnya tiba kembali di rumah dengan selamat. Akhir tahun ditutup dengan silaturahmi. Alhamdulillah. Insya Allah berkah. Aamiin.