Ditambah ada penumpang balita yang menangis terus sejak masuk pesawat. Menurut kepercayaan orang tua saya, Â hal tersebut menandakan kalau si bayi merasakan aura buruk.
Dan terbukti. Ketika sedang asyik-asyiknya memandang bintang-bintang dari jendela, tiba-tiba pesawat yang ditumpangi seperti anjlok atau turun dari ketinggian. Penumpang menjerit. Bahkan ada yang menangis. Jantung saya serasa mau copot.
"Ya, Tuhan. Masa iya saya harus mati dengan cara seperti ini?"
Tak lama pesawat seperti naik kembali. Tapi tak lama pula pesawat tiba-tiba oleng ke kanan, selanjutnya oleng ke kiri. Barulah tenang kembali. Wah, suasana panik melingkupi penerbangan kembali ke Jakarta malam itu.
Saya bahkan sempat menyalakan ponsel dan mengirim pesan pada keluarga. Menceritakan kondisi yang dialami. Setelah itu ponsel saya matikan. Saya memejamkan mata, pasrah atas apa yang akan terjadi selanjutnya.
Setelah beberapa saat dan saya mengintip arah jendela kok melihat lampu kelap-kelip, perasaan saya sedikit lega. Artinya sebentar lagi pesawat akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.
Begitu pesawat landing dan benar-benar berhenti. Semua penumpang langsung berseru.
"Alhamdulillah."
Saya dan semuanya merasa lega setelah kurang lebih 2 jam merasakan ketegangan. Itulah pengalaman pertama saya naik pesawat ke dan dari Bandara Internasional Minangkabau, campur aduk rasanya. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H