"Oh, begini toh rasanya landing?"
Pada saat kaki saya menuruni tangga  pesawat dan melangkah perlahan ke arah kedatangan bandara internasional Minangkabau, saya sempat tak percaya. Kalau akhirnya saya menjejakkan kaki di bumi Andalas. Ini mimpi saya sejak SD.
Saya terobsesi untuk suatu ketika melihat jam gadang secara langsung. Cerita guru sejarah tentang jam gadang dan kota Bukittinggi telah menghipnotis saya kecil. Dan hari itu saya sedang menapaki mimpi tersebut.
Pengalaman selama 3 hari 2 malam di Bukittinggi sungguh luar biasa bagi saya. Sebuah mimpi yang akhir terwujud. Kini tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta dan merajut mimpi lagi.
Sesuai jadwal yang telah ditetapkan, 3 hari berikutnya saya kembali ke Bandara Internasional Minangkabau. Kali ini untuk penerbangan pulang kembali ke Jakarta. Mendekati pukul 19.00 WIB tidak ada pemberitahuan apa-apa bagi penumpang tujuan Jakarta, perasaan saya mendadak gelisah.
"Wah, ada apa nih?"
Benar saja. Tak lama ada pemberitahuan bahwa jadwal keberangkatan ke Jakarta tertunda atau delay sekitar 2 jam. Â Karena pesawat yang sudah siap terbang ke sini mengalami kendala teknis.
"Wah, berarti ada kerusakan di pesawatnya?" bisik hati saya.
Wuduh, itu pesawat yang sama untuk keberangkatan ke Jakarta. Wah, semakin tidak karuan perasaan saya. Inflight meal diberikan sebagai pengisi waktu akibat delay.
Benar saja. Ketika pesawat yang ditunggu tiba dan kita penumpang di sini tak lama diminta naik ke dalam pesawat, perasaan saya semakin tak karuan.
Selama melangkah menuju pesawat saya tak hentinya menyebut nama Tuhan. Melangitkan doa-doa yang dihapal. Jujur saya khawatir ada apa-apa dengan pesawat yang ditumpangi.