Waktu terus bergulir. Tak terasa matahari sudah tergelincir ke arah barat. Pertanda senja akan segera turun. Namun cuaca yang memang sedang tidak menentu seperti yang dikatakan si Tutu, membuat langit senja yang biasanya merah merona mendadak terlihat gelap gulita.Â
Langit hitam tertutup mendung. Para penghuni hutan yang sejak pagi sibuk mengumpulkan makanan bergegas pulang. Kembali ke sarang masing-masing.Â
"Duh, bagaimana ini? Makananku habis. Tapi cuaca di luar gelap gulita. Pertanda hujan deras akan segera turun," ujar si Kukuk dengan nada cemas.Â
Ia terlihat mondar-mandir di depan sarangnya. Terbang sebentar, tak lama kemudian segera hinggap kembali di sarang. Ragu-ragu untuk terbang jauh karena melihat langit yang gelap gulita. Padahal malam belum juga turun menyelimuti bumi.Â
Si Tutu menjembulkan kepalanya dari lubang persembunyian (baca:sarang).
"Hai, Kukuk! Apa yang sedang kamu lakukan di luar? Â Kenapa kamu kelihatan bingung sekali," tanya Tutu.
"Aku lapar. Makananku habis. Saat aku ingin keluar mencari makan ternyata mendung. Langit gelap sekali. Sepertinya akan hujan deras."
"Loh! Kamu tidak mencari makanan sedikit pun sepanjang hari ini" tanya Tutu lagi.
"Tidak. Aku tertidur. Ketika terbangun dan perutku merasa lapar, aku hendak keluar untuk mencari makan. Ternyata hari akan hujan," sahut Kukuk tersedu.
"Kamu sih tidak mendengarkan nasihatku. Aku kan sudah bilang kalau cuaca sedang tidak menentu. Jadi manfaatkan waktu sebaik-baiknya saat cuaca cerah," gerutu Tutu.
Tutu merasa kasihan melihat si Kukuk. Tetapi sekaligus kesal. Karena Kukuk tidak mau mendengarkan nasihatnya.