Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Monumen Palagan Lengkong, Tempat Bersejarah yang Tak Terjamah

13 November 2019   16:25 Diperbarui: 13 November 2019   22:34 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seru-seruan bareng anak-anak (DOKPRI)

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya." (Soekarno)

Kalimat tersebut terekam jelas dalam ingatan saya sejak pertama kali guru sejarah menerangkan arti pahlawan bagi kemerdekaan bangsa ini.

Saya bersyukur terlahir di bumi Indonesia yang sudah merdeka. Mendengar cerita dari guru sejarah atau orang tua yang mengalami masa perjuangan dulu. Betapa tidak enaknya dijajah itu. Menderita lahir dan batin. Ngeri membayangkannya.

Saya dan kita semua sangat berhutang jasa kepada mereka yang telah gugur demi tegaknya sang merah putih di bumi pertiwi. Baik itu para pejuang yang namanya tercacat sebagai pahlawan mau pun yang tak tercatat.

Atas jasa-jasa mereka, kita harus bisa menjaga dan mempertahankan kemerdekaan ini. Jangan sampai terlepas lagi. Mengisi kemerdekaan dengan sesuatu yang bermanfaat. Bagi diri dan bangsa.

Tak hanya itu. Kita pun harus mengenang jasa para pahlawan tersebut. Mengenalkan sejarah dan perjuangan mereka kepada anak cucu. Generasi muda selanjutnya. Agar mereka tidak gagap sejarah.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Tergantung kiprah kita masing-masing. Salah satunya dengan mendatangi tempat-tempat bersejarah. Baik secara pribadi atau berkelompok dalam sebuah tur wisata sejarah.

Bulan Nopember menjadi momentum tepat untuk melakukan kegiatan tersebut selain bulan Agustus. Sebab di bulan Nopember ada peringatan hari pahlawan. Saya pribadi memanfaatkaan momen hari pahlawan 10 Nopember untuk gowes sejarah.

Kok gowes sejarah? Sebab saya mengunjungi tempat bersejarah tersebut dengan mengendarai sepeda. Berhubung saya tinggal di Tangerang, maka tempat bersejarah yang ingin saya kunjungi adalah yang ada kaitannya dengan Tangerang. Hasil dari bertanya pada embah goegle. Saya mendapatkan sebuah tempat bersejarah di Tangerang yang namanya Monumen Palagan Lengkong.

Monumen Palagan Lengkong ini letaknya di daerah BSD, Serpong, Tangerang Selatan. Sedangkan saya tinggal di daerah Kreo, Kota Tangerang. Sekitar 16.9 kilometer atau gampangnya 17 kilometer. Cukup jauh ditempuh dengan mengendarai sepeda motor. Apalagi dengan mengendarai sepeda.

Namun karena sudah bertekad ingin bersepeda ke sana. Maka pukul 06.00 saya sudah bersiap untuk meluncur ke sana. Mengikuti jalur lurus arah Ciledug, saya kayuh sepeda ini hingga tiba di daerah Graha Raya. Ini sudah daerah perbatasan antara Tangerang Selatan dengan Kota Tangerang. 

Wilayah perbatasan di Graha Raya (DOKPRI)
Wilayah perbatasan di Graha Raya (DOKPRI)

Dari sini saya terus mengayuh sepeda ke arah Alam Sutera. Selepas RS Omi saya mengambil arah kiri memasuki Jalan Raya Serpong menuju daerah Lengkong. Lurus dan lurus terus saya kayuh sepeda ini. Hingga tiba di BSD Plaza. 

Saya sempat bertanya kepada orang-orang di jalan termasuk pasukan orange dan petugas DLLAJR tentang arah menuju Monumen Palagan Lengkong. Tetapi semua menjawab kurang tahu.

"Coba nanti tanya tukang ojek di bawah jembatan itu," saran mereka.

Dalam hati berkata, tanpa disuruh pun saya akan lakukan itu. Nah, kalian tidak tahu. Masa orang Serpong tidak tahu ada tempat bersejarah di daerahnya. Bagaimana bisa?

Kenapa saya tidak memanfaatkan jasa goegle maps? Saya berprinsip selama masih ada orang yang bisa dijumpai, manfaatkan itu untuk bertanya sekaligus bersosialisasi. Meski jawabannya mungkin tidak memuaskan, yakin saja pasti ada satu atau dua orang baik yang akan kita jumpai.

Benar saja, dari sekian orang yang saya tanyai dan semuanya tidak tahu. Ada satu orang yang memberi penjelasan meski ia sendiri tak tahu pasti.

"Kalo enggak salah di belakang MC Donald itu deh. Jadi nyebrang ke sana. Cuma saya juga kurang tahu letak persisnya."

Berbekal rasa penasaran karena saya juga belum pernah jalan ke arah sana. Akhirnya saya pun menyebrang menuju Jalan BSD Boulevard. Memasuki jalur itu tak ada juga petunjuk semacam papan nama yang membuktikan bahwa di sini ada tempat bersejarah. Yang ada justru petunjuk jalan menuju padang golf.

Mulai putus asa, saya pun menepi berniat membuka goegle maps. Sudah sampai sini masa ya tidak ketemu pikir saya. Begitu saya memarkir sepeda di tepi jalan menuju padang golf hendak mengeluarkan ponsel. 

Saya melihat tulisan Taman Daan Mogot. Saya urung mengeluarkan ponsel. Dengan cepat saya angkat sepeda ini mendekati tempat tersebut. Lalu saya melihat sebuah rumah dengan papan keterangan di depannya. Cagar Budaya Monumen Palagan Lengkong.

Tempat yang saya cari (DOKPRI)
Tempat yang saya cari (DOKPRI)

"Wah, ini dia tempatnya," kata hati saya merasa girang.

Jadi ini yang disebut rumah Lengkong. Ini yang dulunya bagian dari hutan Lengkong. Tempat pertempuran antara tentara Indonesia TKR dengan tentara Jepang. Yang menewaskan Mayor Elias Daniel Mogot atau dikenal dengan nama Daan Mogot. Beserta 36 tentara lainnya termasuk dua di antaranya putra pendiri Bank BNI dan paman dari Prabowo Subianto.

Sumur yang ditutup di bagian belakang rumah Lengkong (DOKPRI)
Sumur yang ditutup di bagian belakang rumah Lengkong (DOKPRI)

Saya mengamati rumah tersebut. Dari depan terlihat kokoh. Tetapi dari samping dan belakang terlihat kotor dan rapuh. Di belakang ada sebuah sumur tua yang ditutup dengan sedikit lubang di atasnya. Rumah saksi sejarah yang tak terawat. 

Saya mencari-cari letak monumennya. Sebab tak terlihat dari arah depan. Begitu melihat sebuah bendera berkibar segera saya hampiri tempat itu. Barulah terlihat sebuah pelataran cukup luas. Dengan sebuah monumen bertuliskan sejarah pertempuran Lengkong beserta nama-nama perwira yang gugur dalam pertempuran tersebut.

Monumen Palagan Lengkong dari dekat (DOKPRI)
Monumen Palagan Lengkong dari dekat (DOKPRI)

Monumen tersebut menghadap ke arah dalam. Jelas saja tak terlihat dari luar. Hanya gundukan tanah yang saya pikir dan mungkin orang lain pun berpikiran sama. Tanah gundukan bagian dari wilayah padang golf. 

Suasana begitu sepi. Hanya petugas kebersihan yang terlihat sedang serius menyapu jalanan. Kemudian duduk beristirahat di tepi jalan. 

Saya segera mengabadikan setiap sudut tempat tersebut. Tak lupa untuk swafoto sebagai kenang-kenangan. Kalau saya sudah gowes sampai ke sini.

Sedang asik berswafoto ada segerombolan anak-anak mengintip malu-malu. Sepertinya pulang berolahraga. Seorang dari mereka bergumam, "Sedang apa ibu itu di sana?" Karena suasananya sepi saya pun mendengar gumaman itu. Segera saya panggil mereka.

"Hei, kalian. Kemarilah. Ini tempat bersejarah loh!"

Malu-malu dengan saling dorong mereka mendekat. Saya tersenyum sambil menunjukkan pada mereka monumen yang baru saya lihat.

"Itu monumennya di sana. Monumen Palagan Lengkong namanya. Bekas terjadinya pertempuran antara tentara Indonesia dengan tentara Jepang tahun 1946."

Mereka menganggukkan kepala sambil mendekati monumen tersebut. Saya manfaatkan kesempatan tersebut dengan memberi penjelasan kepada mereka sebatas yang saya ketahui.

"Oh, jadi jalan Daan Mogot itu diambil dari nama pahlawan yang gugur di sini ya, Bu?" tanya salah seorang dari mereka. 

"Benar. Tepatnya Mayor Elias Daniel Mogot."

"Saya sering mendengar nama jalan Daan Mogot. Tapi baru tahu ceritanya."

Saya tersenyum. Senang bisa berbagi pengetahuan kepada mereka. Kemudian saya ajak mereka berkeliling di sekitar sana. Melihat rumah yang penuh sejarah ini. 

Anak-anak yang baru mengetahui Sebuah tempat bersejarah (DOKPRI)
Anak-anak yang baru mengetahui Sebuah tempat bersejarah (DOKPRI)

Usai menjadi pemandu dadakan, saya ajak mereka foto bersama. Mereka pun merasa girang. Suasana menjadi ramai dan seru begitu saya keluarkan tongkat narsis alias tongsis.

"Wah, ibu bawa-bawa tongsis."

"Iya, selalu. Kalau tak ada yang dimintai tolong tinggal keluarkan tongsis. Jadi tetap bisa mengabadikan momen di mana saja berada."

Kami pun seru-seruan bareng dengan tongsis ini. Setelah itu ber-say good bye seperti telah mengenal lama.

Seru-seruan bareng anak-anak (DOKPRI)
Seru-seruan bareng anak-anak (DOKPRI)

"Mampir ke rumah saya, Bu. Dekat sini kok."

Jika tidak ada acara lagi pada siang harinya tentu akan saya terima tawaran itu. Menarik dan ingin tahu juga seperti apa daerah sana.

"Terima kasih. Perjalanan ibu masih jauh. Sekitar dua jam lagi dari sini."

"Memangnya ibu pulang ke arah mana?"

"Ciledug ke sana lagi," sahut saya.

"Wah, jauh banget. Ibu naik sepeda?" tanya mereka hampir berbarengan.

Saya mengangguk sambil tersenyum.

"Iya, lumayan jauh dari sini."

"Hati-hati ya, Bu."

Kami pun berpisah. Mereka berjalan ke arah rumah. Suasana kembali sepi. Saya pun bersiap-siap untuk kembali melanjutkan perjalanan. Saya pandangi bendera yang terlihat usang itu dengan perasaan sedih. 

Sang merah putih yang mulai usang (DOKPRI)
Sang merah putih yang mulai usang (DOKPRI)

Kenapa tidak diganti dengan yang baru? Kenapa tidak ada papan petunjuk di jalan utama untuk menunjukkan bahwa ada tempat bersejarah di sini. Sehingga orang yang melintas di jalan tersebut mengetahui. Dan bisa jadi penasaran ingin tahu. Dengan demikian setidaknya banyak orang yang jadi tahu sejarah tempat ini.

Entahlah. Saya hanya bisa membatin dan prihatin. Seiring mentari yang mulai meninggi memayungi saya yang mulai mengayuh sepeda ini untuk pulang. Membawa sebongkah bahagia bagi diri ini sebab telah mengisi hari pahlawan dengan sesuatu yang berarti. (EP)

Sumber:

Dokumen pribadi

Wikipedia.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun