Sebuah karya, apapun itu jika dibuat dengan sepenuh hati. Dari hati yang paling dalam. Hasilnya luar biasa sekali. Bisa menghipnotis para penikmatnya. Hal itu bisa kita lihat dari sikap para fans ketika mengagumi idolanya.Â
Seorang fans bisa berteriak histeris manakala si penyanyi melantunkan lagu yang menjadi favoritnya. Atau ikut menitikkan air mata manakala sebuah lagu melankolis diperdengarkan dalam suasana yang romantis. Itulah kekuatan sebuah karya. Dalam hal ini karya seni berupa lirik lagu.
Dan saya pernah merasakan efek dari kekuatan sebuah lirik lagu. Tetapi dalam bentuk lain. Tidak seperti fans kebanyakan hehehe. Anda tentu tahu lirik lagu ini?
Di kamar ini, aku dilahirkan
Di bale bambu, buah tangan bapakku
Di rumah ini, aku dibesarkan
Dibelain mesra, letik jari i-bu
Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede
Rimbun dan anggunÂ
Ramah senyum penghuni dusun
Kambing sembilan motor tiga bapak punya
Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya
Reff:Â
Sampai saat tanah moyangkuÂ
Tersentuh sebuah rencana dari     serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
Terdengar langkah hewan bernyanyi
Di depan masjid rumah bapak wakil pak lurah
Tempat dulu kami bermainÂ
Mengisi cerahnya hari
Namun sebentar lagi, angkuh tembok pabrik berdiri
Satu per satu sahabat pergi dan tak kan pernah kembaliÂ
 (Song: Iwan Fals. Ujung Aspal Pondok Gede)
Nah, lirik lagu ini pernah menyentak-nyentak jiwa petualangan saya. Kalau sampai diangkat ke dalam sebuah lagu, tentu daerah ini dulunya memang istimewa. Tahu dong siapa itu Iwan Fals? Penyanyi yang sarat dengan kritik sosialnya. Saya salah satu penggemar lagu-lagu Iwan Fals. Dan salah satu cara saya mengapresiasikan lagu-lagunya dengan menjelajah.Â
Untuk memenuhi hasrat keingintahuan saya, maka pada satu ketika saya sengaja jalan-jalan ke daerah Ujung Aspal Pondok Gede. Waktu itu bersama seorang kawan, saya melakukan penyisiran dari daerah Pondok Gede sampai bertemu daerah Ujung Aspal dengan mengendarai motor.Â
Mungkin bagi yang tidak paham akan mencibir, "Ngapain jauh-jauh cuma pengen tahu gitu aja. Buang-buang waktu."
Untuk diketahui, saya tinggal di daerah Tangerang. Cibiran itu bisa jadi benar. Enggak penting. Tetapi bagi saya memiliki arti. Setidaknya saat mendengarkan lagu Ujung Aspal Pondok Gede, saya sudah tahu daerahnya.Â
Pada saat jalan-jalan ke daerah sana, saya bisa membayangkan suasana daerah tersebut dahulunya sebelum seperti ini. Seperti yang digambarkan dalam lirik lagu tersebut. Rimbun dan anggun, ramah senyum penghuni dusun.
Namanya juga fans. Ada banyak cara dalam mengapresiasikan sebuah karya. Dan inilah cara saya. Bagaimana dengan Anda? (EP)
Note: Tulisan senada pernah dimuat juga di blog pribadi http://jejakdara.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H