Saya harus berlari sejenak memutar arah. Niat saya mencegat beliau didepan. Dan langsung memanggil beliau mengutarakan maksud saya. Jika ia mengetahui hal ini saya rasa beliau akan menanggapi. Tak mungkin diabaikan begitu saja.Â
Berbeda jika mengekor di belakang atau di sampingnya. Yang akan merespon pengawalnya terlebih dulu.Â
Syukurnya niat saya ini didukung oleh semesta. Pertama bentuk gedung perpustakaan yang melingkar, sehingga memudahkan saya mengambil jalan pintas. Kedua petugas di dekat tangga turun tidak terlalu banyak. Sehingga saya bisa langsug menerabas mencegat beliau. Begitu rombongan tiba langsung saja saya sapa beliau dan utarakan niat saya.
Norak ah! Bebas saja jika ada yang berpendapat seperti itu. Tapi bagi saya hal ini merupakan sesuatu yang berarti. Kisah dibalik foto bersama tersebut bisa menjadi cerita yang indah untuk dikenang bersama anak dan cucu.Â
Lagi pula yang berebut ingin foto bersama beliau tak hanya kami para undangan biasa. Para tokoh dan pejabat yang menjadi tamu undangan pun melakukan hal yang sama.Â
Bedanya. Mereka dengan mudah bisa foto bersama sebab nama dan wajah yang sudah dikenal. Sementara saya dan yang lain hanya rakyat biasa. Jadi dihalau begitu saja.
Maka perlu cara agar menjadi rakyat yang tak sembarang dihalau. Toh kita memiliki hak yang sama. Itu pendapat saya. Dan inilah cara saya. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H