Mohon tunggu...
daniels stephanus
daniels stephanus Mohon Tunggu... Administrasi - guru

Hanya manusia biasa yang suka mendengarkan dan mendendangkan lagu beraliran Power and Speed Metal, penyuka kegiatan petualangan seperti camping, trekking, rafting, dan offroading, serta beraktvitas sosial untuk mendorong transformasi sosial menuju Rakyat Berdaulat dan Merdeka....!!!

Selanjutnya

Tutup

Money

Seri Aktivitas Bisnis dan Ekonomi yang Berkelanjutan (Sustainable Business & Economics Activities)

8 Desember 2015   07:48 Diperbarui: 8 Desember 2015   08:08 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perusahaan yang melakukan kinerja lingkungan dan pengungkapan tanggung jawab sosial diharapkan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Saidi (2004), teori legitimasi adalah suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan kongruen dengan sistem nilai dari system sosial yang lebih besar di mana perusahaan merupakan bagiannya. Ketika suatu perbedaan yang nyata atau potensial ada antara kedua sistem nilai tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan. O’Donovan (2002) mendefinisikan legitimasi sebagai, “Legitimacy theory as the idea that in order for an organization to continue operating successfully, it must act in a manner that society deems socially acceptable.”

Barkemeyer (2007) menyatakan legitimasi sebagai, “Legitimacy is sought by organisations as it affects understanding and actions of people towards the organization. People perceive a legitimate organisation as “… more trustworthy.” Lebih lanjut Barkemeyer (2007) memberikan definisi mengenai organizational legitimacy sebagai, “Legitimacy is a generalized perception or assumption that the actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially constructed system of norms, values, beliefs, and definitions.”

Jadi, legitimasi adalah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang berlaku, peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etnis, adat-istiadat, maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial serta reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memerhatikan lingkungan. Ghozali & Chariri (2007) menyatakan bahwa salah satu dari sekian banyak faktor yang dimasukkan oleh para peneliti sebagai motif dibalik pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan adalah keinginan untuk melegitimasi operasi organisasi. Legitimasi merupakan sebuah pengakuan akan legalitas sesuatu. Suatu legitimasi organisasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (O’Donovan, 2002).

Legitimasi organisasi dapat dipandang sebagai sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Kedudukan perusahaan sebagai bagian dari masyarakat ditunjukkan dengan operasi perusahaan yang seringkali memengaruhi masyarakat sekitarnya. Eksistensinya dapat diterima sebagai anggota masyarakat, sebaliknya eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau

bahkan merugikan anggota komunitas tersebut.

Gray, dkk., (1995) juga menyatakan bahwa organisasi atau perusahaan akan berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang seiring dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong perusahaan melalui top manajemennya akan mencoba memperoleh kesesuaian antara tindakan organisasi dan nilai-nilai dalam masyarakat umum dan publik yang relevan dengan stakeholder.

Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat (Ahmad & Sulaiman, 2004). Teori legitimasi dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Menurut Gray, dkk., (1996) dasar pemikiran teori legitimasi adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa perusahaan tersebut beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan system nilai masyarakat itu sendiri.

Perusahaan menggunakan laporan keuangan tahunan untuk menggambarkan akuntabilitas atau tanggung jawab manajemen terhadap perusahaan dan kesan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga perusahaan yang bersangkutan diterima oleh masyarakat. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan nilai perusahaan dapat meningkat sehingga berdampak pula pada peningkatan laba perusahaan. Hal ini juga dapat mendorong dan membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi.

Ghozali & Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi, karena teori legitimasi adalah hal yang paling penting bagi organisasi. Teori legitimasi juga memberikan perspektif yang komprehensif pada pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Teori ini secara eksplisit mengakui bahwa bisnis dibatasi oleh kontrak sosial yang menyebutkan bahwa perusahaan harus dapat menunjukkan berbagai aktivitasnya agar perusahaan memperoleh penerimaan masyarakat yang pada gilirannya akan menjamin kelangsungan hidup perusahaan (Reverte, 2008). Lindblom (1994) menyatakan bahwa teori legitimasi adalah suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan kongruen dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar di mana perusahaan merupakan bagiannya. Hal ini menyebabkan munculnya ancaman terhadap legitimasi perusahaan ketika terjadi perbedaan yang nyata atau potensial antara kedua sistem nilai tersebut. Sehingga, dengan melakukanpengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan, perusahaan akan merasa bahwa keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi.

Meskipun perusahaan memiliki kebijakan operasi dalam batasan institusi, kegagalan perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan norma ataupun adat yang diterima masyarakat, akan mengancam legitimasi serta sumber daya perusahaan, yang pada akhirnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Reverte, 2008). Praktik- praktik tanggung jawab sosial dan pengungkapan social (corporate social and environmental disclosure (CSED)) yang dilakukan perusahaan dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk memenuhi harapanharapan

masyarakat terhadap perusahaan. Aktivitas tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan diharapkan dapat meningkatkan hubungan antara pemegang saham, supplier, kreditur, dan pihak yang berkepentingan lainnya atau dengan kata lain, kinerja ekonomi dan keuangan sebuah entitas memiliki hubungan positif dengan pengungkapan tanggung jawab sosialnya (Hasibuan, 2001). Hal ini berarti pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan salah satu mekanisma yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan perusahaan dengan stakeholders.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun