Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tak Ada Pilihan

13 November 2021   08:42 Diperbarui: 13 November 2021   08:45 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak Ada Pilihan

(ADS)

"Tahun ini aku harus lulus dari sekolah.. kurasa sudah cukup usiaku dihabiskan di sekolah dasar ini.. di umurku yang menjelang empat belas di tahun, akan membuatku terlihat tua dengan teman-teman sekolahku."

Embun di rumput hijau bertengger bagai intan yang bertebaran, dan kicau burung perkutut milik Pak Kumis bernyanyi menyambut sang surya. Roe, anak empat belas tahun itu, dan teman-temannya berjalan menuju ke sekolah tempatnya menimba ilmu. Di sanalah harapan mereka akan terwujud kelak dikemudian hari. Mereka datang ke sekolah tepat pada waktunya dan belajar seperti biasanya. Lalu membawa tugas-tugas baru untuk dikerjakan di rumah.

 

Namun, sebelum pulang, kelapa sekolah menitipkan selembar surat untuk diberikan kepada orang tua murid. Beliau juga menyampaikan pengumuman bahwa iuran sekolah dan beberapa administrasi lainnya harus segera diselesaikan tiga hari sebelum ujian akhir dimulai.

***

Bagaimana mungkin aku dapat menyelesaikan iuran dan administrasinya dalam waktu yang begitu singkat, tiga minggu lagi aku harus melunaskan iuran bulanan sekolah dan beberapa biaya administrasi lainnya, kalau dihitung-hitung biayanya mencapai dua ratus ribu rupiah. Apa yang harus kulakukan, darimana aku mendapatkan uang itu, aku tidak mengkin mendapatkannya dalam waktu cepat. Tuhan bantulah hambaMu  ini. Aku mau lulus tahun ini, Tuhan jangan biarkan, aku menetap di sekolah itu. Aku malu dengan teman-temanku di sekolah dan di rumah, usiaku sudah cukup tua untuk anak sekolah dasar. Tuhan bantu aku untuk keluar dari masalah ini.

***

"Pak, tadi kepala sekolah memberi surat ini. katanya untuk orang tua murid. Selain itu, ia juga berpesan katanya iuran bulanan dan biaya administrasi lainnya harus diselesaikan tiga hari sebelum ujian akhir dimulai. Kira-kira jumlah iuran bulanan yang belum kubayar dan administrasi lainnya sebesar dua ratus ribu rupiah. Bagaimana Pak?"

"Ya sabar dulu ya Roe... Bapak sekarang juga sedang berusaha, untuk mendapatkan penghasilan lebih, mudah-mudahan minggu ini dagangan pisang Bapak laku. Entahlah kenapa sudah beberapa hari ini jarang ada yang membeli dagangan Bapak. Hingga akhirnya pisang itu busuk, ya Bapak rugi lagi deh, tapi seharusnya kita bersyukur karena kebutuhan untuk makan kita sehari-hari inysa Allah tercukupi, dan mengenai bayaranmu sabar dulu ya Roe..." kata Bapak sambil berlalu menuju keluar rumah untuk salat isya berjamaah di masjid belakang rumah.

***

Bagaimana mungkin Bapak dan ibu dapat memberikan uang tersebut dalam jangka waktu tiga minggu. Hasil penjualan pisang Bapak hari ini saja tidak begitu laku, dan hasil penjualan nasi uduk ibu pun tak begitu banyak. Keuntungannya hanya untuk kebutuhan lainnya seperti membayar listrik yang setiap lima bulan di tahun ini terus meningkat, membayar sewa kontrak, membeli air bersih, membayar utang yang masih menunggak di warung sayuran mpok Ijah, dan selebihnya untuk modal dagangan Bapak dan ibu esok hari. 

Hari ini saja kami hanya makan dengan kangkung dan beberapa potong tempe. Aku tidak tahu harus ke mana lagi aku mencari uang untuk menambahkan biaya sekolahku. Aku tak ingin putus sekolah, karena hanya inilah kesempatanku yang terakhir untuk bisa sekolah. Aku harus memiliki ijazah, tak peduli meskipun hanya ijazah sekolah dasar. Dengan adanya ijazah itu setidaknya aku dapat berbangga di kemudian hari dan menunjukkan kepada anakku kalau aku pun pernah bersekolah, ya meskipun hanya dengan nilai pas-pasan, tapi setidaknya aku punya bukti untuk berbangga...

***

Suara gesekkan roda kereta di relnya meramaikan suasana stasiun dan hilir mudiknya pedagang segala jenis rupa di dalam kereta, meramaikan kehidupan masyarakat yang ada di perkotaan, seperti kota Bekasi ini. Di stasiun ini aku akan mencoba mencari sedikit penghasilan ya setidaknya dapat membantu Bapak dan Ibu untuk melunasi kebutuhan sekolahku.

"Roe, lo boleh ikut gue kerja di kreta, tapi ada syaratnya penghasilan lo dan gue hari ini sebagian harus diberikan kepada Bang Hurlang. Dia orang yang disegani di stasiun ini. kalau lo setuju dengan syarat itu lo bisa kerja hari ini" kata Kentu menjelaskan

"Ya, ga papalah yang penting gue dapat uang, meskipun hanya sedikit setidaknya gue udah berusaha membantu Bapak dan Ibu gue untuk membayar iuran sekolah."

***

Kentu adalah teman SDku. Usia kami sama, bahkan kami pernah satu bangku bersama. Ia berhenti sekolah karena ia harus membantu Ibunya, Ayahnya meninggal saat ia duduk di bangku kelas empat, karena keluarganya tak sanggup untuk membayar iuran sekolah, membeli buku sekolah yang setiap akhir semester berganti dan hal-hal lainnya.

Setelah ia berhenti sekolah ia menghidupi adik-adiknya yang masih kecil, dan membantu menambah keperluan keluarganya. Kentu adalah seorang laki-laki yang tegar dan kuat. Ia tak peduli hujan ataupun tidak, ia akan terus bekerja sampai sore, semuanya itu ia lakukan untuk dapat melanjutkan kehidupan mereka sekeluarga.

"Bang ini Heru, teman saya, dia mau kerja dalam beberapa hari... boleh ya Bang!!!" Kata Kentu seraya memperkenalkanku kepada Bang Hurlang.

"Boleh, tapi asal dia udah tahu syaratnya..." katanya sambil membersihkan giginya dari selipan nasi uduk yang baru disantapnya pagi itu.

"Sudah Bang, saya sudah tahu syaratnya..."kataku menjawab petanyaannya.

"Ya udah, pergi sana.. cari uang yang banyak ya..." katanya mengusir sambil melambaikan tangannya, bertanda bahwa ia menyuruh kami segera pergi.

"ini sapunya... tugas kita hanya menyapu kolong bangku kereta... sambil menyapu kita minta kesediaan pemumpang untuk menyumbang atas jasa kita, setelah sampahnya terkumpul banyak lo bisa buang sampah-sampah itu keluar dari gerbong kereta..."

***

Gimana penghasilan lo hari ini Roe, lumayan kan..." tanya Kentu

"Ya.. lumayan, setelah diberikan sebagian kepada Bang Hurlang, uangnya tinggal sepuluh ribu... ya lumayan untuk nambah bayar iuran sekolah... makasi ya Tu... lo udah Bantu gue..." kataku sambil berlari pulang membawa hasil kerja ku hari ini.

***

Mendung di ujung Barat Bekasi, menurunkan hujan air dari awan yang menghitam... hari ini seperti biasanya Heru bekerja seusai pulang sekolah... sudah dua minggu profesi tukang sapu di kereta ia jalankan... dan dari hasil kerjanya selama dua minggu ia sudah bisa mnegantongi uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah...

Alhamdulillah uangku sudah terkumpul seratus lima puluh ribu rupiah, tinggal lima puluh ribu lagi, mungkin Bapak dan Ibu dapat menambahkannya dalam waktu yang tak lama... Aku yakin tahun ini aku bisa ikut ujian dan lulus dari sekolah itu...

***

Malam ini rintik hujan bernyanyi di atas atap rumahku... bunyi halilintar mengiringi hujan pada awan yan sudah gelap... malam ini pasti akan terasa dingin.

"Pa, Bu, aku sudah berhasil mengumpulkan uang untuk bayar iuran sekolah... tapi dari hasil kerjaku ini kurang lima puluh ribu lagi..."

"Kamu dapet dari mana uang sebanyak itu?" Tanya Bapak.

"saya kerja Pa... sesudah pulang sekolah saya ke stasiun untuk bekerja"

"Ya sudah besok, kalau pisang Bapak laku, Bapak tambahkan..."

"Ya... nanti juga ibu tambahkan, mudah-mudahan besok dagangan ibu laku, besok kamu jangan kerja lagi, kamu belajar aja... seminggu lagi ujianmu akan dimulai bukan..." kata ibu menyarankan.

***

Terik matahari di siang hari membuat hawa panas disekitarnya... dan menuntut mata untuk menyipit saat melihat ke depan... seperti biasanya aku pulang dan membawa tugas untuk dipelajari di rumah...

"Assalammu'alaikum... Bu... aku pulang"

"Bu... Ibu di mana?..." ada apa ya kok rumah sepi, biasanya ibu sudah pulang dari tempatnya bekerja... tapi kok barang dagangannya saja sekarang tak ada... kemana ya Ibu...

"Roe..." sapa wanita setengah baya

"eh... Bude, ada apa??"

"kamu baru pulang ya Roe... tadi Ibu pergi cepat-cepat ke rumah sakit umum di bulan-bulan... Bapakmu??"

"Bapak kenapa Bude??"

"Bapakmu tertabrak truk tadi pagi... sudah begitu supirnya lari... jadi tidak ada yang mempertanggungjawabkan kecelakaan yang menimpa Bapakmu... syukurnya ada Pak Kadir yang langsung membawanya ke rumah sakit... ya setidaknya masih bisa tertolong sabar aja ya nduk.. Ibumu tadi bilang katanya kamu jaga rumah, jangan pergi kemana-mana, ini bude bawakan nasi untuk kamu... sudah ya bude pulang dulu" kata istri Pak Kumis yang tinggal di depan rumahku, seraya berlalu dari pintu...

"terima kasih Bude..."

***

"Roe... Ibu pinjam uangmu dulu yach... kasihan Bapakmu, Ibu ndak punya uang untuk mengobati Bapakmu... setidaknya uangmu itu bisa dipakai untuk merawat Bapakmu selama tiga hari di rumah sakit... Bapakmu belum boleh pulang, ia harus menginap di rumah sakit, karena kondisinya masih sangat parah... dua hari lagi Ibu akan mencari pinjaman... tapi sekarang Ibu pakai uangmu dulu ya..."

***

Tuhan apa yang harus ku lakukan... bagaimana mungkin bisa... aku harus lulus tahun ini... tapi disisi lain Bapakku membutuhkan pertolongan untuk biaya pengobatannya... tak mungkin aku menggadaikan kesempatan terakhir ini... aku malu... aku mau lulus tahun ini, tapi tanpa ujian, mana mungkin aku dapat lulus dari sekolah itu.

Aku ingin membantu Bapakku tapi uang itu untuk bayar iuranku... dan kurasa ibu tak akan mungkin mendapat pinjaman dari tetangga, karena mereka semua juga dalam keadaan sama seperti keluargaku... Tuhan apa yang harus ku pilih... Ayahku atau kelulusanku...? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun