Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: ADIOS - Sang Pemenang

24 Oktober 2021   21:48 Diperbarui: 24 Oktober 2021   22:21 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayahmu tidak akan berubah. Mama ingin menebus kesalahan mama. Makanya daripada tidak bisa melaksanakannya hanya gara-gara ayah lebih baik mama bercerai."

"Tidak, Ma."

Percakapan itu di saat ibu berkunjung ke rumah Vandi. Aku mengatakan bahwa selama ini aku menginap di rumah Vandi dan maksud kedatangan ibu untuk menjemputku. Selama ini ibu tidak mengetahui keluarga Vandi meski aku dekat dengan keluarga Vandi. Dan untuk saat ini setelah pulang dari kejuaraan itu, aku pun mendapatkan kebahagiaan yang kedua kali dengan kembalinya ibu. Aku pun mengikuti keinginan ibu untuk kembali ke rumah. Ibu mengatakan untuk sementara waktu perusahaannya digantikan oleh pak Wahyu, asisten pribadi kepercayaan ibu. Untuk kali ini ibu ingin bersamaku di rumah. Alangkah bahagianya aku.

Sesampainya di rumah, sudah ada ayah yang sedang menunggu di ruang keluarga. Dan ayah pun langsung menyambar kami dengan perkataan yang memohon.

"Mama, maafkan ayah. Jangan ceraikan ayah. Ayah sangat mencintai mama." Mohon ayah.

"Ayah, di sini bukan hanya ada mama saja tapi di sini sudah ada Yoga. Kalau ayah mau berubah ayah juga harus melaksanakan syarat lain untuk memperbaiki keutuhan keluarga maka mama tidak akan menceraikan ayah." Untuk kali ini ibu yang berkuasa.

"Mama ingin ayah memberi kebebasan untuk Yoga memilih masa depannya. Kita boleh berperan dan memberikan pengarahan sebagai orang tua tetapi tidak terlalu masuk dalam asa Yoga untuk bebas memilih masa depannya." Ucap Ibu dengan bijaksana.

"Baik ma." Ayah pun menyerah dan langsung meminta maaf kepadaku sambil memelukku.

"Terima kasih ma, pa. maafkan Yoga juga" Ucapku dengan terharu.

Terima kasih Tuhan, ucapku dalam hati. Pelukan sekeluarga yang sangat jarang ada dalam keluargaku tetapi untuk kali ini kami bertiga berpelukan dengan rasa haru dan saling meminta maaf satu sama lain. Akhirnya aku kembali untuk merasakan keharmonisan keluarga. Semoga ini untuk selamamya. Ayah sudah tidak terlalu sering membicarakan bisnis di rumah kecuali kalau ada hal-hal penting. Begitu pun ibu yang sekarang sering ada di rumah dan memasak untuk makan keluarga. Kebahagiaan ini pun dirasakan bi Lasmi dan teman-temanku. Aku sekarang sudah menjadi JUARA yang sempurna karena bisa memenangkan dua hal dalam satu waktu, prestasi dan keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun