"Masa depan? Masa depanmu itu meneruskan bisnis ayah dan memimpin perusahaan. Sekarang kamu melawan!!!" Kegarangan ayah semakin menjadi.
"Tapi ayah..."
"Besok kamu ikut ayah ke London, di sana kamu akan lebih mengenal tentang bisnis, kamu akan sekolah di sana."
"Tapi ayah, sebentar lagi ujian. Sudah tanggung kalau aku harus pindah sekolah. Dan besok aku harus ikut training. Ayah, Yoga bukannya mau melawan tetapi beri Yoga kesempatan untuk menentukan masa depan Yoga sendiri. Dengan begitu Yoga..."
"Kamu!!!"
Plakkk. Ayah menampar pipiku. Peristiwa ini merupakan kejadian yang kedua di rumah ini. Aku masih mengingatnya ketika ayah menampar kakakku di saat kakak menuntut kebebasan. Ayah pun mengancam kalau tidak menurut keinginannya maka nasibnya akan sama dengan kakakku, pengusiran dalam keluarga.
"Sekarang kamu pilih mau tetap di sini atau keluar dari rumah ini." Ancaman yang persis sama sewaktu ayah mengusir kakak.
Aku pun pergi meninggalkan ayah yang berdiri mematung. Sebelum aku keluar dari rumah, aku pun melongok ke kamarku untuk membawa keperluan sekolah dan merapikan pakaianku. Aku pun langsung mengajak Vandi dan Zaky untuk pergi. Memasuki mobil starlet biru menuju rumah Vandi. Mungkin aku akan menumpang dulu di rumah Vandi sebelum aku menemukan tempat kost. Apakah tindakanku ini benar?
"Sabar saja, Ji. Suatu saat orang tuamu akan menyadarinya. Dan berdoalah pada Tuhan, minta pentunjuk-Nya. Sekarang kamu boleh tinggal di rumahku sampai kapan pun." Ucapan Vandi yang suka menyejukkan hati.
"Iya, Ji. Kamu juga bisa menginap di rumahku juga. Tetapi satu hal, kejadian ini jangan mengganggu konsentrasi pikiranmu untuk mengikuti olimpiade itu apalagi sebentar lagi ujian." Sambung Zaky.
"Terima kasih kawan. Kalau tidak ada kalian mungkin nasibku sama dengan kak Arya."