Mohon tunggu...
DENI HARYADI
DENI HARYADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55522120022 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Genealogi Transfer Pricing

12 Juni 2024   17:10 Diperbarui: 12 Juni 2024   17:12 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transfer pricing, atau penetapan harga transfer, adalah konsep yang merujuk pada harga yang ditetapkan untuk transaksi antar perusahaan yang berada di bawah satu entitas perusahaan yang sama. Konsep ini, meskipun teknis dan seringkali dibahas dalam konteks perpajakan dan regulasi internasional, memiliki akar yang dalam dalam sejarah ekonomi dan bisnis global. Melalui tulisan ini, kita akan melakukan perjalanan analitis, reflektif, dan kontemplatif untuk menelusuri genealoginya.

 Akar Sejarah dan Perkembangan

Transfer pricing bukanlah konsep baru; jejaknya dapat ditemukan sejak zaman ketika perdagangan internasional mulai berkembang. Di masa lalu, perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di beberapa negara mulai menyadari perlunya menetapkan harga internal untuk mengukur kinerja antar unit bisnis mereka. Tujuan awalnya adalah untuk memastikan alokasi sumber daya yang efisien dan mengukur kontribusi setiap unit terhadap keseluruhan perusahaan.

Namun, seiring waktu, tujuan ini berkembang. Ketika pemerintah-pemerintah mulai memperkenalkan kebijakan perpajakan yang berbeda di setiap negara, perusahaan multinasional (MNC) menemukan celah untuk mengurangi beban pajak mereka secara keseluruhan melalui penetapan harga transfer yang strategis. Misalnya, dengan menetapkan harga tinggi untuk produk yang dijual ke unit bisnis di negara dengan tarif pajak rendah dan harga rendah untuk produk yang dijual ke unit bisnis di negara dengan tarif pajak tinggi, perusahaan dapat memindahkan laba mereka ke yurisdiksi yang lebih menguntungkan.

 Refleksi Terhadap Motivasi dan Dampak

Melihat kembali, motivasi di balik penggunaan transfer pricing yang agresif seringkali berakar pada keinginan untuk memaksimalkan laba. Namun, refleksi yang lebih dalam mengungkapkan dimensi etis dan sosial yang lebih kompleks. Di satu sisi, perusahaan berargumen bahwa mereka beroperasi dalam kerangka hukum yang ada dan memanfaatkan peluang untuk efisiensi pajak. Di sisi lain, praktik ini sering kali mengurangi pendapatan negara-negara tempat mereka beroperasi, yang dapat menghambat kemampuan negara tersebut untuk menyediakan layanan publik yang penting.

Kita juga harus mempertimbangkan dampak transfer pricing terhadap persaingan bisnis. Dengan kemampuan untuk memindahkan laba secara internasional, MNC sering kali berada pada posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan perusahaan domestik yang tidak memiliki struktur global yang sama. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam persaingan pasar dan dapat mempengaruhi dinamika ekonomi lokal.

 Kontemplasi Masa Depan

Menghadapi kompleksitas transfer pricing, kita perlu merenungkan arah masa depan dari kebijakan dan praktik ini. Ada upaya internasional, seperti inisiatif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang diprakarsai oleh OECD, untuk menanggulangi penyalahgunaan transfer pricing. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan dengan memperketat regulasi dan meningkatkan kerja sama antar negara.

Namun, kebijakan saja tidak cukup. Perusahaan perlu mengembangkan etos bisnis yang menghargai integritas dan tanggung jawab sosial. Ini memerlukan perubahan paradigma dari sekadar memaksimalkan laba menjadi mengejar keberlanjutan dan keseimbangan ekonomi global.

Dalam kontemplasi ini, kita juga harus mempertimbangkan peran teknologi dan data dalam memantau dan mengatur transfer pricing. Dengan kemajuan dalam analitik data dan kecerdasan buatan, ada potensi untuk menciptakan sistem yang lebih akurat dan responsif dalam mendeteksi dan mencegah praktik transfer pricing yang merugikan.

 Genealogi Transfer Pricing: Dari Kehendak Ketidaksadaran Menuju Kesadaran dalam Kerangka Positive and Negative Liberty oleh Hayek

 

Kenapa Transfer Pricing Ada?

Untuk memahami mengapa transfer pricing muncul dan berkembang, kita dapat merujuk pada konsep kebebasan negatif dan positif oleh Friedrich Hayek.

Negative Liberty (Kebebasan Negatif)

Kebebasan negatif, menurut Hayek, adalah kebebasan dari paksaan eksternal. Dalam konteks transfer pricing, perusahaan multinasional mencari kebebasan dari pengaruh eksternal, seperti pajak tinggi dan regulasi yang membatasi. Dengan menggunakan transfer pricing, perusahaan dapat mengalokasikan laba ke yurisdiksi dengan pajak lebih rendah, memaksimalkan keuntungan mereka tanpa campur tangan negara yang berlebihan.

Positive Liberty (Kebebasan Positif)

Kebebasan positif adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginan dan tujuan pribadi. Bagi perusahaan, ini berarti kemampuan untuk mengelola dan mengoptimalkan operasi global mereka secara efektif. Transfer pricing memungkinkan perusahaan untuk menggunakan sumber daya mereka secara efisien dan mengalokasikan keuntungan dengan cara yang paling menguntungkan bagi mereka.

Bagaimana Transfer Pricing Berkembang?

Perkembangan transfer pricing dari kehendak ketidaksadaran menuju kesadaran dapat dijelaskan melalui beberapa tahap penting dalam kerangka kebebasan negatif dan positif.

Tahap Ketidaksadaran: Motivasi Awal

Pada awalnya, perusahaan multinasional menggunakan transfer pricing tanpa sepenuhnya menyadari implikasi jangka panjangnya. Fokus utama mereka adalah efisiensi operasional dan pengukuran kinerja antar unit bisnis. Dalam tahap ini, transfer pricing adalah alat praktis untuk mencapai kebebasan negatif -- menghindari beban pajak yang tidak perlu dan memaksimalkan keuntungan melalui pengurangan biaya.

Evolusi Menuju Kesadaran: Optimalisasi Pajak dan Strategi Bisnis

Seiring berkembangnya kesadaran tentang perbedaan kebijakan pajak antar negara, perusahaan mulai menggunakan transfer pricing secara lebih strategis. Mereka menyadari bahwa dengan mengatur harga transfer, mereka dapat mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah, mengurangi beban pajak secara keseluruhan. Ini mencerminkan transisi menuju kebebasan positif -- kemampuan untuk mengontrol dan mengarahkan sumber daya sesuai dengan tujuan bisnis global mereka.

Kesadaran Penuh: Regulasi dan Etika

Dengan meningkatnya perhatian dari otoritas pajak dan regulator internasional, perusahaan mulai menyadari pentingnya mematuhi aturan harga transfer yang adil dan transparan. Inisiatif seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) oleh OECD memperkenalkan regulasi ketat untuk mencegah penyalahgunaan transfer pricing. Pada tahap ini, perusahaan mencapai kesadaran penuh tentang dampak dan implikasi dari praktik mereka, menggabungkan kebebasan positif dengan tanggung jawab sosial dan kepatuhan terhadap regulasi.

Studi Kasus: Evolusi Praktik Transfer Pricing

Untuk memahami lebih lanjut, kita bisa melihat beberapa kasus nyata di mana perusahaan besar menggunakan transfer pricing sebagai alat strategis dan bagaimana mereka menyesuaikan praktik mereka seiring dengan perubahan regulasi dan peningkatan kesadaran sosial.

Transfer pricing, dalam kerangka teori libertarian Hayek tentang kebebasan negatif dan positif, adalah alat yang berkembang dari ketidaksadaran pragmatis menjadi strategi bisnis yang disadari sepenuhnya. Perusahaan awalnya menggunakan transfer pricing untuk menghindari beban pajak (kebebasan negatif), kemudian menyadari potensi optimalisasi (kebebasan positif), dan akhirnya beradaptasi dengan regulasi yang ketat untuk memastikan kepatuhan dan tanggung jawab sosial.

Dengan memahami genealoginya melalui lensa kebebasan Hayek, kita dapat melihat bagaimana transfer pricing telah berkembang menjadi praktik yang lebih kompleks dan diatur, mencerminkan evolusi dari kebebasan bisnis menuju kesadaran penuh akan implikasi globalnya.

Genealogi Transfer Pricing Berdasarkan Teori Kapitalisme Adam Smith

 Transfer pricing adalah konsep yang merujuk pada harga yang ditetapkan untuk transaksi antara bagian-bagian dari perusahaan yang sama yang beroperasi di berbagai negara. Praktik ini penting dalam konteks perusahaan multinasional (MNC) dan memiliki dampak signifikan terhadap perpajakan dan regulasi global. Menggunakan teori kapitalisme Adam Smith, tulisan ini akan mengeksplorasi asal usul transfer pricing melalui tiga pertanyaan utama: apa, kenapa, dan bagaimana.

 A. Apa Itu Transfer Pricing?

Definisi dan Fungsi

Transfer pricing merujuk pada penetapan harga untuk barang, jasa, atau hak yang dipindahkan antar divisi atau anak perusahaan dalam satu entitas perusahaan yang sama. Misalnya, jika sebuah perusahaan multinasional memiliki pabrik di negara A dan kantor pemasaran di negara B, harga yang dikenakan oleh pabrik di negara A untuk produk yang dijual ke kantor pemasaran di negara B disebut sebagai transfer price.

Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Dewan Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, harga transfer adalah harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Penetapan harga transfer, juga disebut penetapan harga intra-perusahaan, penetapan harga antar-perusahaan, penetapan harga antar-industri atau intra-industri, adalah harga yang dihitung untuk pengendalian administratif ketika barang dan jasa ditransfer antar anggota. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan harga transfer sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota kelompok dalam suatu perusahaan internasional, dimana harga transfer yang ditentukan dapat berbeda dengan harga pasar yang berlaku sepanjang hal tersebut nyaman bagi kelompok tersebut.  Mereka dapat menyimpang dari harga pasar yang wajar karena mereka bebas menerapkan prinsip apa pun yang sesuai dengan bisnis mereka. Harga yang dikenakan untuk transfer tersebut tidak selalu disebabkan oleh beroperasinya kekuatan pasar secara bebas, namun mungkin disebabkan oleh sejumlah alasan dan MNE dapat mengadopsi prinsip apa pun yang sesuai dengan kelompoknya (OECD). , 1979 ) Ita Salsalina Lingga (2012)". Transfer pricing adalah prosedur dimana keuntungan unit usaha di suatu negara dialokasikan kepada perusahaan di negara lain dalam suatu kelompok usaha untuk meminimalkan daripada menghindari pajak (Suandy, 2006) Dr. Martha Chandraningrum. (Jerry M. Rosenburg, Santoso (2004:126) Ita Salsalina Lingga (2012) mengungkapkan bahwa "harga transfer adalah harga yang dibebankan oleh satu segmen organisasi atas produk atau jasa yang diserahkannya kepada segmen lain dari harga transfer tersebut. perusahaan yang sama. "yaitu, harga transfer adalah harga yang ditetapkan oleh satu bagian organisasi ketika memasok barang atau menyediakan jasa ke bagian lain dari organisasi yang sama. (Garrison, Noreen dan Brewer (2007:278)) Ita Salsalina Lingga (2012) mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang dibebankan ketika suatu segmen usaha memasok barang atau jasa ke segmen lain dalam usaha yang sama.

Dari sudut pandang perpajakan, Susan M. Lyons mengartikan transfer price sebagai harga yang dibebankan suatu perusahaan atas barang, jasa dan aset tidak berwujud perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa (International Tax Glossary, Amsterdam, 1996:312), dalam Ita Salsalina . Lingga (2012). Definisi lain dari transfer pricing menurut Suryana (2012) adalah perdagangan barang dan jasa antara beberapa divisi suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar baik dengan cara menaikkan (margin up) atau menurunkan (margin down) harga, sebagian besar bersifat global (perusahaan multinasional). Perusahaan multinasional mengacu pada perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara di bawah kendali satu pihak tertentu.

Dalam transfer pricing, transfer pricing internasional mempunyai tiga tujuan penting, yaitu manajemen beban pajak mendominasi tujuan lainnya, namun kegunaan fungsional dari transfer pricing penting, seperti mempertahankan posisi kompetitif perusahaan, mendorong evaluasi kinerja yang setara dan memotivasi karyawan. juga penting. Menurut Hongren (2006), dalam Dr. Marta Chandraningrum alasannya adalah untuk mengambil keputusan secara seimbang. Misalnya saja transfer pricing yang menjadi pedoman bagi manajer dalam mengambil keputusan terkait pembelian dan penjualan barang atau jasa kepada departemen lain dalam perusahaan atau dari pihak luar. Terakhir, perusahaan multinasional menggunakan transfer pricing untuk meminimalkan pajak perusahaan di seluruh dunia.

Peran dalam Perusahaan Multinasional

Transfer pricing memainkan peran kunci dalam manajemen keuangan perusahaan multinasional. Ini memungkinkan perusahaan untuk mengalokasikan pendapatan dan biaya di antara unit-unit bisnis mereka di berbagai negara, yang dapat mempengaruhi laba bersih dan beban pajak di setiap yurisdiksi.

 B. Kenapa Transfer Pricing Penting?

Untuk memahami alasan di balik munculnya transfer pricing, kita harus melihat ke akar kapitalisme seperti yang dijelaskan oleh Adam Smith dalam bukunya "The Wealth of Nations".

 

Motivasi Ekonomi

Menurut teori kapitalisme Adam Smith, individu dan perusahaan secara rasional akan mengejar kepentingan mereka sendiri untuk memaksimalkan keuntungan. Transfer pricing menjadi penting karena memungkinkan perusahaan multinasional untuk mengoptimalkan struktur biaya dan pendapatan mereka secara global, yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan keseluruhan. Setiap individu dan perusahaan bertindak untuk memaksimalkan keuntungan pribadi mereka, yang secara kolektif diatur oleh "tangan tak terlihat" pasar untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi.

 

Efisiensi Ekonomi

Dalam konteks transfer pricing, perusahaan multinasional menggunakan strategi ini untuk memaksimalkan efisiensi ekonomi mereka. Dengan menetapkan harga transfer yang strategis, perusahaan dapat mengoptimalkan alokasi sumber daya dan mengurangi beban pajak secara keseluruhan, yang pada gilirannya meningkatkan keuntungan.

 

Kompetisi Global

Kapitalisme juga mendorong perusahaan untuk berkompetisi di pasar global. Transfer pricing memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan daya saing mereka dengan memanfaatkan perbedaan tarif pajak antar negara, yang dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan margin keuntungan.

Manfaat bagi Perusahaan

1. Efisiensi Operasional: Dengan menetapkan harga transfer yang sesuai, perusahaan dapat menciptakan efisiensi internal, mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif, dan mengukur kinerja divisi secara akurat.

2. Optimasi Pajak: Perusahaan dapat memanfaatkan perbedaan tarif pajak di berbagai negara untuk mengurangi beban pajak secara keseluruhan. Misalnya, dengan menetapkan harga transfer tinggi di negara dengan pajak rendah dan harga transfer rendah di negara dengan pajak tinggi, perusahaan dapat menggeser laba ke yurisdiksi yang lebih menguntungkan.

Dampak Global

Namun, motivasi untuk memaksimalkan keuntungan ini juga memicu tantangan regulasi dan etis. Negara-negara dengan tarif pajak tinggi mungkin kehilangan pendapatan karena laba dialihkan ke yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah. Ini menciptakan ketidakseimbangan dalam distribusi pendapatan pajak global dan dapat menghambat kemampuan negara untuk menyediakan layanan publik.

Penyalahgunaan transfer pricing ternyata tidak hanya bisa dilakukan di negara-negara yang tarif pajaknya lebih rendah (tax havens). Namun transfer pricing juga dapat disalahgunakan bagi perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok yang sama di negara-negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi, jika perusahaan di negara tersebut mengalami kerugian atau terdapat banyak celah pajak yang dapat dieksploitasi di negara tersebut.

Penyalahgunaan transfer pricing dapat menimbulkan risiko berkurangnya penerimaan pajak pemerintah. Pendapatan pajak yang hilang akibat pelanggaran transfer pricing disebut mencapai Rp 1,3 triliun per tahun. Angka ini sangat mengejutkan karena jumlahnya mencapai sekitar 114% dari target penerimaan pajak tahun 2013. Pemerintah Indonesia sendiri mulai memperhatikan praktik transfer pricing pada tahun 1993, namun hanya diatur sebentar melalui SE-04/PJ.7. /. 1993, disusul KMK-650/KMK.04/1994 tentang daftar negara surga pajak. Setelah itu, baru pada tahun 2009 (setelah 16 tahun) Indonesia memberikan perhatian lebih serius terhadap praktik transfer pricing melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.

 C. Bagaimana Transfer Pricing Beroperasi?

Mekanisme Penetapan Harga

1. Bagaimana Transfer Pricing Berkembang?

Perkembangan transfer pricing dapat dilihat melalui beberapa tahap kunci dalam sejarah kapitalisme.

Awal Mula: Efisiensi Internal

Pada tahap awal, transfer pricing muncul sebagai alat untuk mengukur kinerja unit bisnis dalam perusahaan multinasional. Adam Smith menekankan pentingnya spesialisasi dan pembagian kerja dalam meningkatkan efisiensi. Dengan menetapkan harga transfer yang jelas, perusahaan dapat mengevaluasi kontribusi masing-masing unit terhadap keuntungan keseluruhan dan mengoptimalkan operasional internal.

Evolusi: Optimasi Pajak

Seiring dengan berkembangnya perdagangan internasional dan perbedaan dalam kebijakan perpajakan antar negara, perusahaan mulai menggunakan transfer pricing untuk mengurangi beban pajak mereka. Prinsip ekonomi Smith tentang memaksimalkan keuntungan melalui efisiensi diterapkan dalam konteks lintas batas, di mana perusahaan menetapkan harga transfer yang mengarahkan laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah.

Regulasi dan Kontroversi

Pada akhir abad ke-20, praktik transfer pricing mulai mendapatkan perhatian dari otoritas pajak di berbagai negara. Regulasi seperti aturan harga wajar (arm's length principle) dan inisiatif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dari OECD muncul untuk mencegah penyalahgunaan transfer pricing yang dapat mengurangi pendapatan pajak negara.

Teknologi dan Masa Depan

Di era digital, teknologi telah mempermudah perusahaan dalam menetapkan harga transfer dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi internasional. Analitik data dan kecerdasan buatan membantu dalam memonitor dan mengoptimalkan strategi transfer pricing secara real-time, memungkinkan perusahaan untuk tetap kompetitif dan patuh terhadap peraturan.

Metode ini dianggap paling objektif karena mencerminkan kondisi pasar nyata.

2. Penetapan Harga Berdasarkan Biaya: Menghitung harga transfer berdasarkan biaya produksi ditambah margin keuntungan yang wajar. Metode ini sering digunakan ketika tidak ada harga pasar yang tersedia.

3. Penetapan Harga Berdasarkan Perundingan Internal: Harga ditetapkan melalui perundingan antara divisi yang terlibat, dengan mempertimbangkan tujuan strategis dan finansial perusahaan secara keseluruhan.

Regulasi dan Pengawasan

Untuk mencegah penyalahgunaan transfer pricing, banyak negara dan organisasi internasional, seperti OECD, telah mengembangkan pedoman dan regulasi. Inisiatif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) adalah salah satu upaya global untuk mengatasi manipulasi transfer pricing yang merugikan.

Kasus Praktis

Contoh konkret dari praktik transfer pricing adalah perusahaan teknologi yang memiliki hak kekayaan intelektual di negara dengan pajak rendah. Mereka dapat mengenakan biaya lisensi tinggi kepada unit bisnis di negara dengan pajak tinggi, sehingga menggeser laba ke yurisdiksi dengan pajak lebih rendah.

 Penutup

Genealogi transfer pricing mengungkapkan evolusi konsep dari alat pengukuran internal menjadi instrumen strategis dalam perpajakan internasional. Melalui analisis reflektif ini, kita memahami bahwa meskipun transfer pricing memiliki legitimasi dan manfaat dalam manajemen perusahaan, praktik yang tidak terkendali dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan bagi ekonomi global dan keadilan sosial.

Masa depan transfer pricing harus didasarkan pada prinsip transparansi, keadilan, dan tanggung jawab bersama untuk menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan berimbang. Hanya dengan demikian kita dapat menjembatani jurang antara efisiensi bisnis dan keadilan sosial dalam konteks ekonomi global yang semakin terintegrasi.

Genealogi transfer pricing, ketika dianalisis melalui lensa teori kapitalisme Adam Smith, mengungkapkan bagaimana prinsip-prinsip dasar kapitalisme---pencarian keuntungan dan efisiensi pasar---memandu perkembangan dan praktik transfer pricing. Meskipun alat ini penting untuk manajemen keuangan perusahaan multinasional, ia juga menghadirkan tantangan signifikan bagi regulasi dan keadilan ekonomi global. Ke depan, penting bagi perusahaan dan pembuat kebijakan untuk menemukan keseimbangan antara optimalisasi bisnis dan tanggung jawab sosial dalam praktik transfer pricing.

Referensi

Setiawan, H. (2014). Transfer pricing dan risikonya terhadap penerimaan negara. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689-1699.

Panjalusman, P. A., Nugraha, E., & Setiawan, A. (2018). Pengaruh transfer pricing terhadap penghindaran pajak. Jurnal Pendidikan Akuntansi & Keuangan, 6(2), 105-114.

Mangoting, Y. (2000). Aspek perpajakan dalam praktek transfer pricing. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2(1), 69-82.

Darussalam, Danny Septriadi, dan B. Bawono Kristiaji. (2022). Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional. DDTC. Edisi kedua Volume 1.

Tambunan, Maria, Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet. (2022). Transfer Pricing : Kajian Teoritis, Kebijakan dan Praktik. Ortax.

Hasan, Z., & Mahyudi, M. (2020). Analisis terhadap pemikiran ekonomi kapitalisme adam smith. Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, 4(1), 24-34.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun