Penggunaan teknologi informasi yang belum dilakukan adalah pada proses pemungutan suara, proses pemungutan suara di berbagai daerah di Indonesia diselenggarakan secara manual berjenjang tidak dilakukan secara electronic votingsebagai mana dilakukan di luar negeri.Meskipun telah ada payung hukum pelaksanaan e-voting melalui putusan mahkamah No 147/PUU-VII/2009 namun karena belum adanya kesiapan infrastruktur dan kesiapan masyarakat, cara serta proses teknis yang baru, e voting belum bisa dilaksanakan dalam pilkada serentak.
Aspek hukum dan etika,
Pada awal tahapan suatu pilkada, penyelenggara melakukan penyusunan regulasi (legal drafting)melalui pokja penyusunan produk-produk hukumsebagai payung hukum apabila dikemudian hari terjadi kewajiban hukum kepada penyelenggara (legal liabilities) dan sebagai pedoman yang memberikan kepastian teknis dalam penyelengaraan pilkada. Kegiatan legal drafting ini terkadang direndahkan oleh sebagian penyelenggara karena kegiatannya agak membosankan berupa penyusunan teks-teks peraturan teknis, sehingga kelak mengalami persoalan serius di muka pengadilan dan mahkamah karena kebijakan publik yang dihasilkan tidak berdasar hukum yang jelas baik peraturan (regelling) maupun keputusan teknis-nya (beschikking).Â
Kelemahan aspek hukum ini sangat memengaruhi kualitas dan kuantitas gugatan pilkada, penyelenggara yang lemah dalam hal penyusunan regulasi seperti tidak memiliki perlindungan hukum yang kuat di muka pengadilan dan di hadapan mahkamah baik persoalan gugatan hukum maupun persoalan gugatan etika penyelenggaraan. Dengan demikian dari aspek hukum dan etika pilkada yang berkualitas adalah pilkada yang memiliki kepastian hukum, tidak menyisakan ruang yang luas bagi politik hukum pilkada dan tentunya tingkat gugatan akan hasil pilkada semakin rendah.
Aspek politik,
Berdasarkan pengalaman empirik di berbagai daerah pemilihan, kelemahan pada aspek hukum seringkali dimanfaatkan oleh elit lokal yang terdiri dari para fungsionaris partai politik, incumbentmaupun tokoh politik lokal lainnya untuk menggiring ke arah persoalan politik, elit lokal selanjutnya yang berperan dalam pengerahan massa, aksi unjuk rasa untuk mendukung kepentingan politiknya dengan cara melakukan tekanan politik kepada KPU Kab/Kota secara kelembagaan maupun secara personal.Â
Gejolak politik yang terjadi selalu berpotensi mengundang konflik sosial berupa anarkisme dan konflik horizontal antar kelompok massa pendukung, namun bagi penyelenggara yang memiliki kepekaan hukum, mereka meluangkan fokus di awal tahapan pilkada untuk melakukan legal draftingdan menggiring tekanan politik yang terjadi pada saaat tahapan untuk disalurkan dan dijinakkan melalui pendekatan politik hukum pilkada di pengadilan, dewan kehormatan  penyelenggara maupun mahkamah, sehingga tetap dalam posisi profesional dan independen sesuai sifat dan kedudukan penyelenggara.
 Dengan demikian dalam aspek politik pilkada yang berkualitas adalah pilkada yang menciptakan stabilitas politik, meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan menjalankan politik hukum pemilu yang sehat sesuai dengan mekanisme yang ada dalam peraturan perundang-undangan.
Aspek kualifikasi dan kualitas kepala daerah,
Sistem politik yang ada saat ini tidak memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada penyelenggara pilkada untuk menghasilkan kualifikasi kepala daerah yang profesional, berkualitas dan berintegritas. Sistem politik yang dianut justru memberikan ruang kepada entitas publik untuk masuk kepada struktur kekuasaan daerah tanpa pengujian kualifikasi terlebih dahulu melalui misalkan mekanisme uji publik.Â
Partai politik merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas suksesi dan kaderisasi di internal partai sekaligus bertanggung jawab atas kualifikasi calon kepala daerah yang diusung. Dalam beberapa kasus di beberapa daerah meningkatnya kualitas aspek politik ditandai dengan meningkatnya partisipasi pemilih disebabkan karena munculnya kembali euporiadan kegairahan baru dalam batin masyarakat menghadapi pilkada karena ketertarikan dan rasa interest terhadap figur dan kualitas calon kepala daerah. Â Â Â