Mohon tunggu...
Denden Deni Hendri
Denden Deni Hendri Mohon Tunggu... Analis Pemilu dan Kebijakan Publik -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Kualitas Penyelenggaraan Pilkada

5 Maret 2017   15:55 Diperbarui: 5 Maret 2017   16:19 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemungutan suara pilkada serentak 15 Februari 2017 yang lalu telah selesai diselenggarakan, pilkada tersebut merupakan gelombang kedua setelah pilkada desember 2015 dan sebelum penyelenggaraan pilkada gelombang ketiga juni 2018, sejumlah pertanyaan mendasar diajukan tentang bagaimanakah menakar kualitas suatu penyelenggaraan pilkada?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka terlebih dahulu harus menelusuri perubahan UU pilkada dari waktu ke waktu sebagai perwujudan keseriusan para formulator kebijakan di DPR dalam memperbaiki kualitas pilkada, pengembangan demokrasi lokal, desentralisasi kekuasaan dan otonomi daerah.

 Perubahan UU pilkada merupakan cerminan dan penyesuaian terhadap kondisi sosiopolitik yang menaungi dan menyertai penyelenggaraan pilkada, sesekali berubah karena desakan ruang publik dan kerap kali karena adanya judicial review atas UU pilkada maupun disebabkan karena adanya putusan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP). Sehingga dalam kerangka perubahan kebijakan tersebut sedikitnya terdapat beberapa aktor kebijakan yang ikut serta mereformulasi kebijakan pilkada yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi dan apa yang disebut oleh Hardiman (1993) dan Habermas (dalam McCharty, 2006) sebagai ruang publik. 

Semenjak angin reformasi berhembus dan amandemen kontitusi mewujud, formulasi suatu kebijakan tidak berjalan secara linear dalam suatu keteraturan yang biasa dikenal oleh para ahli kebijakan publik dengan istilah siklus kebijakan (policy cycle) ataudalam terminologi Parsons (2014) dikenal sebagai proses kebijakan (policy proces) yaitu (1) tahapan formulasi kebijakan, (2) implementasi kebijakan dan (3) tahapan evaluasi kebijakan.

Dalam konteks formulasi kebijakan pilkada, kebijakan yang telah diundangkan oleh DPR tidak serta merta terimplementasi namun mengalami tahapan evaluasi kritis dari ruang publik yang mendorong untuk melalukan judicial review ke mahkamah, menariknya mahkamah yang diberikan kewenangan oleh UU No 24/2003 juncto UU No 8/2011 Tentang Mahkamah Konstitusi kerap kali menggunakan kewenangan ultrapetita yaitu kewenangan untuk memutus perkara melebihi apa yang dimohonkan dalam petitum dan kemudian ikut serta mereformulasi suatu norma dalam UU pilkada, sehingga formulasi suatu kebijakan tidak berjalan secara linear mengikuti siklus kebijakan yang dimaksudkan di atas melainkan mengalami re-formulasi berulang dari lembaga yudikatif sebagai representasi kepentingan ruang publik dalam struktur ketatanegaraan.

 Mekanisme ketatanegaraan seperti ini yang banyak dimaksud oleh para ahli hukum tata negara sebagai demokrasi konstitusional (Nasution, 1999) dan (Gaffar, 2012). Dalam alam dan alas demokrasi konstitusional inilah suatu UU pilkada diformulasi dan direformulasi, sehingga kualitas suatu UU pilkada harus memenuhi tidak hanya aspek legalitas tetapi juga aspek konstitusionalitas, mungkin saja DPR menganggap UU sudah sangat berkualitas karena lahir dari perdebatan yang panjang oleh berbagai latar belakang ilmu, pemikiran dan pengalaman empirik di beberapa meja persidangan DPR baik sidang fraksi, komisi maupun sidang paripurna namun kualitas tersebut harus diuji kembali di meja mahkamah oleh beberapa orang doktor dan profesor dalam bidang hukum.

Dengan demikian, cara pandang terhadap kualitas suatu penyelenggaraan pilkada dewasa ini harus didudukkan dalam konteks formulasi kebijakan seperti di atas, melibatkan DPR, entitas ruang publik dan Mahkamah Konstitusi, artinya kualitas pilkada terlebih dahulu harus dibaca dan disandarkan pada kualitas UU-nya, 

betapapun manajemen dan tata kelola pilkada (electoral governance) dilaksanakan dengan baik dan bersih oleh penyelenggara tetap saja kualitasnya dipengaruhi secara kontributif oleh UU pilkada, dibutuhkan daya dukung UU pilkada yang berkualitas untuk menyelenggarakan suatu pilkada yang berkualitas terlepas proses politik hukum oleh ruang publik dan mahkamah yang terus berjalan membayang-bayangi perubahan UU tersebut, sampai dengan tulisan ini disusun pastinya masih terdapat potensi judicial review terhadap UU No 10/2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU No 1/2015 Tentang Penetapan PERPPU No 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU. 

Namun demikian tugas, kewenangan dan tanggung jawab penyelenggara pilkada sesuai UU No 15/ 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu tidak bisa berhenti karena proses politik terhadap penyempurnaan UU pilkada yang mungkin saja masih berjalan di DPR maupun proses politik hukum di mahkamah, mari tafsirkan kedua proses tersebut sebagai bagian dari penyempurnaan dan perbaikan kualitas pilkada.

Kriteria Kualitas Pilkada

Menurut UU pilkada No 10/2016, upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pilkada tidak hanya terpusat pada salah satu stakeholderpenyelenggara saja melainkan tersebar pada beberapa stakeholderspilkada dalam suatu lingkungan kebijakan yang dinamis dan kompleks. Oleh karenanya kriteria suatu kualitas pilkada tidak bisa kemudian disusun secara sederhana dalam satu deret kriteria yang linear karena menyangkut apa yang disebut oleh para ahli kebijakan publik sebagai lingkungan sosiopolitis kebijakan (Mustopadijaya, 2003), 

seturut dengan hal tersebut Agus Dwiyanto (2015) memandang kebijakan publik saat ini tidak lahir dan berkembang dalam ruang hampa melainkan variabel lingkungan kebijakan menjadi faktor penentu apakah suatu kebijakan dapat berjalan dengan baik atau tidak, pun demikian halnya dengan pilkada dalam perspekif ilmu kebijakan publik bukanlah peristiwa politik, peristiwa ketatanegaraan dalam level mikro di tingkat daerah melainkan pula peristiwa kebijakan publik partisipatif yang sangat kental dipengaruhi oleh preferensi lingkungan kebijakan dimana lokus pilkada tersebut diselenggarakan dan preferensi ruang publik dimana pilkada tersebut dibincangkan dan didiskusikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun