Aku akhiri saja hidupku. Hidupku yang sudah tidak berarti lagi. Aku hanya seonggok daging yang bernyawa. Tak jauh beda dengan tumpukan daging dipasar, lebih baik mereka, mereka masih bisa menghasilkan uang, sedangkan aku? Mati saja aku.
“BODOH!!”,
“NGAPAIN LO DATANG LAGI?”,
“karena kamu akan melakukan tindakan bodoh!!”,
“apa pedulimu? Bukankah engkau senang kalo aku mati? Jadi aku tidak akan menyusahkanmu lagi?”,
“heellloooo... wake up Gina.. mati bukan jawaban sist. Puaskan aku. Itu bisa membuatmu berarti”
“ach.. bull shit.. lo hanya mikirin diri lo sendiri!”,
“bukankah ketika aku puas lo juga akan terpuaskan dear? Not just us, inget gak ketika Andi, Rena, Maya, Juan mendengarkan tekun setiap dongeng yang kau ceritakan? Ingatkah Angelic, Anto, Oman, bahkan Dero yang badung, selalu menunggu goresan tintamu tuk hibur mereka? Meskipun suamimu memutuskan lidahmu, bukan berarti dia memutuskan imajimu, impianmu. Just let me out! Write me.. and catch your dream.”
“You right. Slama ini aku yang buta. Aku punya tangan, masih bisa menulis. I still can catch my dream. Meski tak bisa mendongeng lagi, aku bisa jadi penulis dongeng”