Ketersediaan Melimpah: Produksi rumput laut global mencapai 35 juta ton per tahun, dengan sebagian besar berasal dari budidaya. Negara-negara seperti Indonesia, Tiongkok, dan Filipina menjadi produsen utama【10】.
Tidak Bersaing dengan Pangan: Berbeda dengan biofuel generasi pertama yang menggunakan tanaman pangan, rumput laut tidak memengaruhi ketahanan pangan karena tidak membutuhkan lahan subur.
Efisiensi Penyerapan Karbon: Rumput laut dapat menyerap hingga 100 gigaton CO₂ per tahun, menjadikannya alat penting untuk pengelolaan karbon dan mitigasi perubahan iklim【8】.
Metode Produksi Biofuel dari Rumput Laut
Fermentasi Anaerobik: Mengubah karbohidrat dalam rumput laut menjadi biogas seperti metana dan hidrogen. Proses ini menunjukkan hasil yang sebanding dengan biomassa darat jika kondisi operasi optimal diterapkan【9】.
Konversi Termokimia: Proses seperti pirolisis dan gasifikasi digunakan untuk mengubah biomassa menjadi bio-oil dan syngas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar cair【9】.
Bioetanol: Karbohidrat dalam rumput laut dapat difermentasi menjadi bioetanol, yang merupakan alternatif langsung bagi bensin【8】【10】.
Tantangan dan Peluang
Meskipun memiliki banyak keunggulan, teknologi produksi biofuel dari rumput laut menghadapi tantangan seperti:
Biaya Produksi Tinggi: Infrastruktur dan proses konversi yang kompleks membutuhkan investasi besar.
Efisiensi Teknologi: Diperlukan optimasi metode pengolahan untuk meningkatkan efisiensi energi dan hasil bahan bakar【9】【10】.