Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hamas dan Harapan Kemenangan

25 Desember 2023   01:47 Diperbarui: 25 Desember 2023   01:47 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti kebanyakan orang, serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu benar-benar membuat terkejut. Iron Dome yang disebut sebagai salah satu perisai pelindung kota tercanggih dunia, seperti lumpuh menghadapi gempuran roket Hamas.

Namun keterkejutan tersebut bukan saja karena diterobosnya Iron Dome, tetapi juga gagalnya intelijen Amerika dan Israel mendeteksi serangan dahsyat Hamas. Bila kita baca secara terbalik, serangan 7 Oktober 2023 ini juga berarti cerdasnya Hamas mengelabui Amerika dan Israel.

Hamas bukan sebuah negara namun bisa menghancurkan pertahanan militer sebuah negara. Bahkan bila Hamas dianggap negara, masih sulit membayangkan ada negara yang bisa mengelabui Amerika dan Israel yang dianggap sebagai militer terkuat dunia.

Hanya saja ketika ketika hiruk pikuk serangan 7 Oktober 2023 usai dan melihat respon Amerika dan Israel, muncul kekhawatiran baru. Setidaknya ada dua prediksi yang muncul di benak kebanyakan orang. Keduanya seputar bencana bagi masyarakat Palestina dan Hamas. Prediksi yang hanya membimbing kita untuk mengucap istighfar berkali-kali. Memohon perlindungan bagi saudara-saudara di Palestina.

Namun ternyata kedua prediksi diatas tidak terbukti semuanya. Prediksi pertama, bahwa warga Palestina akan dibombardir, terbukti. Namun prediksi bahwa Hamas habis ternyata tidak terbukti.

Setelah Netanyahu menyatakan perang total dan Joe Bidden akan membantu Israel, maka hari-hari sesudah itu adalah kepiluan bagi Palestina. Termasuk bagi kita yang memperhatikannya dari jauh.

Bom yang dijatuhkan Israel dan Amerika ke Palestina dalam dua bulan terakhir, jumlahnya jauh lebih besar dibanding bom Amerika selama tiga tahun ke Afgahistan apalagi ke Hiroshima. Rumah Sakit yang diserang Israel, buldoser yang mengubur orang Palestina hidup-hidup, atau tahanan Palestina yang diperlakukan tidak manusiawi bukan lagi berita sehari-hari tentang Palestina, tetapi berita per menit.

Menghadapi hari-hari ini, kita yang jauh sepertinya hanya bisa do'a, donasi, dan simpati. Simpatinya bisa turun ke jalan, atau main jempol sambil rebahan. Sekedar like, retweet atau share berita-berita Palestina yang tidak dimuat media mainstream yang mayoritas mendukung Israel. Netizen Indonesia dan Malaysia menyebutnya sebagai Julid fi sabilillah.

Hal yang tidak terlewaat tentunya boikot produk yang berkaitan dengan Israel. Mungkin terlihat remeh dan dicibir banyak orang. Namun faktanya menunjukan gerakan ini ternyata efektif. Perusahaan-perusahaan yang selama ini memberi dukungan terhadap Israel, berkali-kali meminta untuk tidak dikaitkan dengan Israel karena omzet nya turun. Bahkan menutup gerainya di beberapa negara. Seperti merek fashion Zara atau kedai kopi Starbuck.

Namun prediksi kedua tentang Hamas ternyata tidak terbukti. Hamas, Haraqah Muqawwamah Islamiyyah, tidak hancur menghadapi perang total Israel dan Amerika. Diatas kertas, rasanya sulit membayangkan Hamas bisa eksis dan melawan sampai sekarang. Namun ternyata seperti itulah Hamas sekarang. Eksis dan melawan.

Beberapa waktu lalu ada berita tentang Brigade Gholan, pasukan elite Israel, yang ditarik mundur dari medan pertempuran. Komandan dan beberapa pasukannya diberitakan mati oleh sniper terlatih Hamas. Sementara berita terakhir yang kita dapatkan, adalah permintaan izin Hamas terhadap masyarakat Indonesia yang akan merebut Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang dijadikan markas Israel.

Bila tidak keliru, situasi ini seperti menunjukan sebuah fase perang. Setelah sukses memborbardir Iron Dome, Hamas mundur. Bersiap menghadapi serbuan tentara Israel dan berhasil mengusir mereka. Sekarang Hamas sedang bergerak maju menyerbu mendekati Israel.

Mengenai situasi perang ini, The Guardian dari Inggris pada 21 Desember lalu mempublikasikan tulisan Paul Rogers. Dalam tulisan berjudul "Israel is losing the war against Hamas but Netanyahu and his government will never admit it." Guru besar Peace Studies dari Bradford University itu menyinggung mengenai jumlah korban tentara Israel.

Menurut Roger, lebih dari 2.000 tentara Israel cacat dan 58% diantaranya luka parah di tangan dan kaki. Sementara jumlah tentara yang terbunuh lebih dari 460 personel dan 1.900 luka parah. Selain itu sudah 6.125 polisi dan petugas keamanan Israel yang juga terluka parah. Menurut Rogers, beberapa sumber menulis bahwa angka korban diatas ini.

Israel berhasil menutup informasi mengenai kerugian yang mereka alami karena diantara yang dibunuh pasukan Israel adalah para jurnalis. Tercatat sudah 100 Jurnalis meninggal karena ditembak Israel.  

Pembalikan keadaan ini bukan hanya terjadi di medan perang, tapi juga pertarungan di media.

Selama ini media mainstream Barat praktis secara total mendukung Israel. Media seperti CNN, Fox News, Washington Post, New York Times, dan BBC konstan memojokan Palestina dan Hamas. Memberitakan kekejaman Hamas pada 07 Oktober 2023 dan menutup mata terhadap kekejaman Israel sebelumnya.

Sementara Hamas dan Palestina sepertinya hanya didukung Al-Jazeera dari Qatar. Lainnya adalah media-media dari negara yang selama ini mendukung Palestina. Tapi mereka tidak mempunyai akses langsung ke pusat peperangan di Gaza.

Melawan hegemoni media Barat ini, Hamas melawannya dengan menggunakan saluran media sosial seperti telegram. Video-video yang dibuat dengan cermat dan terencana, diberi tanda Hamas lalu disebarkan dari gawai ke gawai.

Melihat pertarungan media pro-Hamas dan media pro-Israel seperti melihat pertarungan antara David kecil dan raksasa Goliath. Namun ternyata David lah yang menang.

Hasilnya bis akita lihat pada reaksi warga dunia sekarang. Di dunia maya, netizen konstan memberikan komentar negative terhadap media-media Barat yang menyudutkan Palestina dan Hamas. Sementara di dunia nyata, demonstrasi terus berjalan. Kantor media seperti New York Tims dan CNN didatangi pendukung Palestina dan Hamas. Mereka lantang mengatakan bahwa media-media tersebut sebagai pendukung genosida Israel.

Sekilas, perkembangan terakhir pemberitaan media mainstream menunjukan perubahan.

Bila sebelumnya media Barat menyebut "Die" ketika orang Palestina ditembak Israel, sekarang mereka sudah mulai menggunakan "Killed". Washington Post mengangkat berita yang mengkonfirmasi kebohongan kebohongan Israel. Bahwa Rumah Sakit yang diserang Israel sama sekali tidak berkaitan dengan terowongan yang dikuasai Hamas.

Sebelumnya, CNN hanya memberitakan tentang Rumah Sakit di Palestina yang hancur karena rudal. Adapun pelakunya, disebut masih dalam proses pencarian. Padahal berbagai investigasi menyatakan bahwa Rumah Sakit tersebut dibom Israel.

Perkembangan terakhir adalah New York Times. Media ini mengangkat berita berjudul bahwa Israel menyuruh orang Palestina pindah ke sebuah wilayah lalu wilayah itu di bom. "Israel Bombed Areas Where it Ordered Gaza Civilians to Go, Evidence Shows."

Berita ini bukan hanya membalikan berita media Barat sebelumnya, tapi juga akun influencer media sosial di Indonesia. Beberapa influencer Indonesia yang terkait dengan lembaga survei juga capres-cawapres kerap mengatakan bahwa Israel tidak bermaksud membunuh warga Palestina.

Media sepertinya sadar bahwa simpati publik terhadap Palestina tidak bisa lagi dikendalikan.

Meski belum berbalik 180 derajat, perubahan juga terjadi pada sikap dunia internasional. Beberapa negara yang sebelumnya tegas Pro-Israel, perlahan berubah.

Pada masa-masa awal, sepertinya hanya Irlandia yang tegas mengecam Israel. Disampaikan dengan keras di Gedung Parlemen Uni Eropa dan PBB. Setelah itu Spanyol yang menyalakan kembali sirine yang hanya berbunyi ketika Nazi datang. Sekarang Spanyol dengan jelas mendukung Palestina.

Perubahan sikap Barat terlihat dari rencana Amerika yang menggalang "Operation Prosperity Guardian" dengan beberapa negara Eropa dan Timur Tengah. Operasi militer ini ingin menyerbu Yaman yang menguasai pintu masuk Laut Merah.

Sebagaimana diketahui, Yaman adalah negara Timur Tengah yang dengan jelas mendukung Hamas dan Palestina. Dukungannya bukan hanya dalam bentuk diplomasi politik, tetapi juga operasi militer. Selain menembaki Israel dengan rudal, manuver terbaru Yaman adalah blokade Laut Merah. Yaman menyatakan bahwa mereka akan menembaki setiap kapal yang berkaitan dengan Israel yang mau masuk ke Laut merah.

Bersama Oman, Yaman adalah negara paling Selatan semenanjung Arab yang berhadapan langsung dengan Laut Arab. Namun berbeda dengan Oman, Yaman adalah pintu masuk menuju Laut Merah melalui teluk Aden dan selat Bab Al-Mandab.

Sementara Laut merah adalah jalur perdangan dunia. Laut Merah bukan hanya jalur menuju Pelabuhan Israel, tetapi juga jalur memotong ke Eropa melalui terusan Suez. Bila kapal-kapal komersil di blokade Yaman di Bab Al-Mandab, maka bukan hanya Israel yang kelabakan, tetapi juga Eropa. Perjalanan kapal barang akan lebih lama karena mesti berputar mengelilingi benua Afrika.

Bila kita anggap China sebagai pabrinya dunia dan negara-negara Timur Tengah adalah supplier minyak mentah, maka supply barang dan minyak ke Israel dan Eropa akan terhambat. Manuver Yaman bukan hanya mengancam Israel, tetapi juga Eropa.

Awalnya Amerika menggalang beberapa negara Eropa dan Asia untuk menyerang Yaman. Namun beberapa negara seperti China, Spanyol, Prancis, Italia, Australia menyatakan tidak ikut. Alasannya karena mereka hanya mau berada dibawah kendali Nato. Alasan lainnya karena ingin mengadakan operasi militer sendiri mengawal kapal komersil milik sendiri.

Jujur saja sebelumnya saya pesimis bahwa Hamas bisa mengalahkan Israel. Namun sepertinya tidak seperti itu. Entah apa yang diajarkan Syekh Yassin pendiri Hamas, sepertinya Hamas akan menang. Bila rawa-rawa di Vietnam adalah kuburan tentara Amerika, maka terowongan Gaza adalah kuburan bagi tentara Israel, Amerika, Ukraina, Inggris, juga Jerman. Karena dalam perang kali ini, Israel juga menyewa pasukan bayaran dari Ukraina dan Jerman.

Kepada MiddleEastEye Dr. Gabor Mate mengatakan bahwa dia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun Mate mengatakan tentang kemungkinan terbentuknya negara Palestina setelah ini.

Seperti juga Mate, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun kita berharap bahwa situasi berat yang sedang dihadapi Hamas dan Palestina akan segera sirna dan berbuah manis. Kita sangat layak berharap bahwa Hamas bisa memukul mundur Israel dan Amerika. Harapan yang tidak mengawang bila melihat realitas yang ada.

Setelah itu kita berharap dan berdoa bahwa saudara-saudara kita di Palestina, tidak akan menjadi Yahudi Israel kedua. Setelah mereka ditindas Nazi, lalu mereka menindas Palestina. Begitu juga dengan Iran yang disebut-sebut aktif menggerakkan axis of resiliences seperti Yaman untuk membantu Hamas. Bahwa mereka tidak akan menjadi penjahat perang baru seperti Amerika yang memberikan bantuan militer kepada Israel.

Delianur
Riyadh 24 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun