Oud adalah alat musik berdawai khas Timur Tengah. Mirip gitar atau kecapi modern namun berleher pendek. Memiliki 11 atau 13 senar yang dikelompokan menjadi 5 -- 6 kord.
Salah satu pemusik Oud Arab mashur dan diapresiasi dunia luar Arab adalah Ahmed Al-Shaiba. Pemusik Yaman yang bermigrasi ke Amerika dan meninggal muda pada umur 32 Tahun.
Lewat akun YouTube nya kita akan menikmati bagaimana Al-Shaiba memaikan musik Barat terkini Oud dan alat musim Timur Tengah lainnya. Seperti cover Despacito dari Luis Fonsi, Faded nya Alan Walker atau Shape of You nya Ed Sheeran. Video terakhirnya sebelum meninggal dijadikan HBO sebagai potongan musik "House of the Dragon" dalam Game of Thrones.
Al-Shaiba bukan hanya YouTuber dengan 113 Juta follower, tapi juga pemusik yang kerap tampil di beberapa panggung. Seperti Symphony Space New York atau Brookly Bowl. Tentunya juga negara-negara Arab seperti Saudi, Oman, Abu Dhabi dan Kuwait.
Menurut New York Times, Al-Shaiba, "Had a different intelligence on the oud and a special, soulful touch that was softer than other oud players."
Namun Oud memiliki arti berbeda bila kita gabungkan dengan kata Arabian dan menjadi Arabian Oud. Oud bukan lagi alat musik tapi wewangian.
Oud adalah parfum Arab berbahan dasar serpihan potongan kayu beraroma. Adapun Arabian Oud adalah produsen parfum Oud terbesar dan terpercaya di dunia yang berbasis di Arab Saudi. Arabian Oud memiliki lebih dari 400 produk yang diracik untuk selebriti internasional dan keluarga Kerajaan.
Didirikan tahun 1982 oleh Sheikh Abdul Aziz Al-Jasir yang dikenal sebagai pencinta aroma Oud, Arabian Oud sudah memiliki lebih dari 900 outlet di 35 negara. Arabian Oud juga bisa ditemukan di di Champs-Elysees Paris, Oxford Street London, Times Square New York dan Dubai.
Setiap yang memasuki outlet Arabian Oud akan disambut wangi Oud alami dan murni. Wangi Oud premium di outlet Arabian Oud dirancang untuk memicu pengalaman sensorik yang mewah dan mendalam. Â
Berbeda dengan parfum Barat yang cenderung lebih ringan, Oud memiliki aroma kuat dan tahan lama. Aromanya yang tahan lama terkesan menempel di tubuh. Pengguna Oud tercium sangat wangi dan ketika dibasuh, wangi Oud kerap susah hilang.
Arabian Oud dibuat dari bahan alami yang merupakan resin dari pohon agarwood (cendana atau gaharu). Berbeda dengan parfum Barat yang dibuat dari bahan sintetis, bunga atau bagian tubuh binatang seperti sperma ikan Paus.
Parfum Arab berbahan kayu wangi dari Cendana dan Gaharu inilah yang juga diproduksi para pembuat parfum Arab lainnya. Parfum inilah yang banyak dijual di Makkah Madinah dan menjadi buah tangan Jamaah Haji dan Umrah.Â
Termasuk Jamaah dari Indonesia. Meski sebetulnya kayu Cendana atau kayu Gaharu yang menjadi bahannya banyak yang berasal dari Indonesia. Selain Kamboja dan Thailand.
Hal yang menjadi pertanyaan, apakah memang sehebat itu orang Arab dalam membuat parfum? Kenapa mereka tidak hanya bisa menjadikan parfum sebagai oleh-oleh Haji dan Umrah, tapi juga menembus pasaran dunia. Berjajar bersama parfum Eropa seperti Prancis, yang dikenal ekslusif dan prestisius.
Bila kita membaca sejarah Parfum dan sejarah Arab, setidaknya ada dua penulis yang sempat menyinggung keterkaitan antara Arab dan Parfum.
Joe Schrwarez PhD dari McGill University dalam tulisannya berjudul "The Story of Parfume" mengatakan bahwa Parfum pertama kali muncul dalam bentuk dupa pada zaman Mesopotamia sekitar 4.000 tahun lalu.
Berlanjut sekitar 3.000 sebelum masehi di Mesir. Selain masih dalam bentuk dupa yang dibuat dari getah pohon yang mengeluarkan wangi, parfum ketika itu hanya dipakai untuk acara ritual keagamaan saja.
Namun orang Mesir mengeloborasi lebih dalam supaya wewangian ini juga bisa dipakai untuk sehari-hari. Diantaranya dengan cara menjadikan parfum sebagai bahan mandi dan berendam. Supaya tubuh menjadi wangi.
Adalah orang Yunani yang dianggap berkontribusi besar menjadikan parfum yang asalnya berbentuk dupa menjadi cairan. Sehingga bisa dipakai sehari-hari dan lebih fleksibel. Namun menurut Schwarez, orang Arab lah yang mengembangkan proses penyulingan sehingga parfum cair bisa dinikmati.
Schwarez tidak menyebutkan kapan orang Yunani dan Arab melakukan proses penyulingan untuk merubah parfum menjadi cairan. Namun pada abad 9 seorang Arab bernama Al-Kindi menulis buku mengenai parfum dan penyulingan berjudul "Book of the Chemistry of Perfume and Distillation."
Catatan sejarah lain mengenai Parfum dan Arab juga disinggung Philip K. Hitti dalam buku epic nya The History of the Arabs. Menurut Hitti, Jazirah Arab Pra-Islam, utamanya bagian Selatan, dikenal sebagai daerah penghasil Bakhoor. Semacam kayu yang mengeluarkan wangi ketika dibakar.
Ketika Mesir sedang dalam puncak kejayaan orang Arab lah yang memasok wewangian untuk kegiatan ritual orang Mesir. Diantaranya adalah ketika orang Mesir mengawetkan mayat atau mummy.Â
Orang Mesir tidak hanya membutuhkan balsam untuk mengawetkan mayat, tapi juga membutuhkan olahan kayu wangi untuk membuat mayat tersebut tetap wangi.
Dalam tulisan lain disebutkan tentang mummi yang dibalsem yang puluhan tahun kemudian dibuka. Ternyata jasad mummi tersebut bukan hanya masih awet, tapi juga masih wangi.
Jadi tradisi memakai wewangian dalam masyarakat Arab, relatif sesuatu yang sudah mengakar cukup lama. Ketika Islam datang, Nabi Muhammad SAW., juga memperkuat tradisi ini. Seperti tercermin dalam anjuran Nabi ketika Shalat Jumat. Bahwa siapapun yang akan shalat Jumat hendaknya dia mandi dahulu, menggosok gigi dan memakai wewangain bila ada.
Hal menarik lain dari kebiasaan memakai wewangian masyarakat Arab adalah bila kita kembalikan kepada definisi parfum dan cikal bakal mula industralisasi Parfum.
Menurut Schwarez, kata "Parfume" berasal dari bahasa Latin. Yaitu "per" yang berarti "melalui" dan "fumus" yang berarti "asap." Orang Prancis menyebut Parfum untuk menyebut kepada wewangian yang dihasilkan dari sebuah pembakaran dupa.
Disebutkan melalui asap, karena memang begitulah cara harum kayu Bakhoor disebarkan. Praktek seperti itu juga yang masih terjadi sampai sekarang.
Kayu Bakhoor dibakar di sebuah tempat khusus bernama mabkhara. Ketika asap nya keluar, makhbara dikelilingkan pada tamu-tamu yang hadir. Supaya asapnya mengenai para tamu. Bagian dari penghormatan tuan rumah kepada para tamu.
Bila dipakai di Masjid, makhbara dikelilingkan ke setiap sudut ruangan. Supaya harum nya menyebar dan ibadah menjadi lebih khusyuk. Bersama Dillah, alat untuk membuat Teh Arab, Makhbara adalah diantara alat-alat yang dijual di banyak Toko.
Selain itu Schwarez juga menulis bahwa Parfum menjadi dikenal di Eropa untuk menutupi bau yang tidak mengenakan. Seperti Inggris ketika Henry VIII dan Ratu Elizabeth I yang tidak bisa mentolerir bau yang tidak sedap. Lalu mereka menyuruh di datangkan parfum untuk menutupi bau tersebut.
Sebelum nanti masuk ke Prancis dan parfum memasuki tahap industrialisasi. Karena orang Prancis bisa membuat racikan parfum yang lebih inovatif dan disukai banyak kalangan.
Memakai Parfum sebagai penutup bau inilah yang sepertinya berbeda dengan masyarakat Arab.
Selain panas, Jazirah Arab juga dikenal sebagai daerah kering. Bukan panas-lembab seperti Indonesia. Dalam suhu panas-kering badan seperti tidak mengeluarkan keringat. Karena keringat yang keluar dari badan, langsung mengering.
Jadi relatif bisa dikatakan bila kebiasaan memakai parfum karena suka wewangian. Bukan untuk menutupi bau badan. Meskipun orang Arab tidak bisa mengikuti frekuensi mandinya orang Indonesia. Dimana dalam sehari akan mandi dua kali. Apalagi di daerah panas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H