Menurut catatan tersebut, bahwasannya Kesultanan Ottoman Turki pada tahun 1517 dibawah Sultan Salim berhasil menundukan Kesultanan Mamluk di Mesir dan Syria. Setelah itu pada 1524 mereka bergerak ke Hijaz dan menjadikan wilayah itu berada dalam kekuasaan Ottoman.
Baca juga;Batu-Batu Berdiri Di Arab Saudi Bagian SelatanÂ
Hanya saja disebutkan bahwa penguasaan itu dilakukan dengan cara damai.
Al-Sharif Barakat yang ketika itu memerintah Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah, dipersilahkan Sultan Salim untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai Gubernur Hijaz.
Sultan Salim mengeluarkan "A Faraman" (Dekrit Kerajaan) yang menetapkan Al Sharif Barakat sebagai penguasa Hijaz dan Ottoman sebagai penjaga dua Masjid Suci di Makkah dan Madinah.
Baca juga;Arab Saudi Dan Kebutuhan Kaca Mata Anti Ultra VioletÂ
Dua diksi penting dalam keterangan ini adalah "Presence" dan "Peace." Adanya Ottoman Turki di tanah Hijaz lebih dikaitkan dengan kehadiran yang lebih positif. Bukan kedatangan, penguasaan atau penjajahan yang bernuansa negatif.
Kesimpulan tidak terjadinya kolonialisme Turki atas Hijaz dan Najd ini juga sejalan dengan pendapat para pengkaji studi Pasca Kolonalisme. Sebuah studi yang melihat situasi negara-negara setelah mengalami kolonialisme Barat
Para pengkaji pasca kolonialisme melihat kolonialisme sebagai penguasaan suatu negara atas negara lain. Namun mereka melihat bahwa yang melakukan kolonialisme itu adalah negara-negara Eropa. Karena kolonialisme yang mereka lakukan bersamaan dengan kapitalisme.
Baca juga;Khutbah Jumat di Arab Saudi dan di IranÂ
Dalam penguasaan negara-negara Eropa Barat terhadap negara lain, terdapat perpindahan modal dari negara yang dikuasai ke negara yang menguasai. Seperti ketika Portugis dan Belanda menguasai Indonesia.