Bagi beberapa kalangan, hadits ini tanda bolehnya perempuan haji atau bepergian sendirian. Selama keadaan di jalan aman. Tidak ada perampok atau begal berkeliaran.
Bagi mazhab Syafi'i, seorang wanita bisa haji tanpa suami atau mahram. Asal dia bersama rombongan wanita yang dipercaya.
Pendapat sama juga keluar dari mazhab Maliki. Bahwa seorang wanita wajib haji. Asalkan ditemani para wanita atau lelaki yang dipercaya. Atau campuran antara wanita dan lelaki yang dipercaya.
Baca juga;
Cerita Dari Arab Saudi, Masjid Dan Orang Kelebihan Berat BadanÂ
Kata kunci dari kedua pendapat diatas adalah situasi aman. Perempuan tersebut bisa berangkat haji tanpa ditemani suami atau mahramnya, asalkan keselamatannya terjamin.
Mungkin ini juga yang menjadi dasar perubahan kebijakan Kerajaan Saudi Arabia. Membolehkan perempuan masuk ke negaranya untuk Haji tanpa mahram. Namun mensyaratkan adanya yang akan melindunginya. Dalam hal ini secara regulasi, tanggung jawab tersebut dibebankan kepada agen haji dan umrah.
Namun selain pandangan fiqih, ada juga kehidupan sosial kemasyarakat di Saudi Arabia yang tersirat menuntut adanya suami atau mahram bagi perempuan yang datang ke Saudi Arabia. Hal ini berkaitan dengan budaya masyarakat Saudi Arabia ketika berhadapan dengan anak-anak dan perempuan.
Baca juga;
 King Abdullah University for Science and Technology, KAUSTÂ
Perempuan dan Anak di Saudi Arabia