Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Al-Khwarizmi: Matematika Al-Jabbar dan Ilmu Pengetahuan yang Saling Mewarisi

30 Oktober 2021   12:11 Diperbarui: 30 Oktober 2021   12:54 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Al-Khawarizmi sendiri ketika di transliterasi dalam bahasa Latin, menjadi "algorismi". Dalam bahasa Portugis berubah menjadi "algarismo" yang berarti digit. Di dunia digital sekarang, kata "algorismi" inilah yang kita kenal dengan algoritma. Sebuah tahapan penyelesaian masalah dalam dunia komputasi. Perubahan penyebutan nama Al-Khawrizmi dalam bahasa Latin, karena perubahan transliterasi serta lidah ini, mirip perubahan nama-nama ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, yang menguasai dunia kedokteran, menjadi Avicenna dan Ibn Rusyd, yang juru terjemah terbaik pemikiran filsafat Aristoteles, menjadi Averroes.

Secara akademis,  Al Jabbar menjadi dasar pengembangan matematika.. Seorang Prancis bernama Rene Descrates, yang lebih dikenal sebagai filosof, mencoba menggabungkan persamaan-persamaan dalam Al Jabar dengan geometri. Maka ditemukan lah dua titik koordinat yang dikenal sampai sekarang. Untuk mengabadikan Descrates sebagai penemunya, orang menyebut dua titik koordinat itu sebagai titik cartesius.

Sampai sekarang, mungkin pengembangan yang paling menonjol adalah apa yang dilakukan oleh Isaac Newton dan Leibniz dengan kalkulusnya. Newton dan Leibniz mengembangkan Al-Jabbar untuk merumuskan persamaan Matematika dengan akurasi hasil yang lebih detail dan akurat. Dalam hal ini Newton mengaplikasikannya dalam dunia Fisika

Dalam dokumenter produksi Netflix berjudul "Countdown" yang menceritakan misi antariksa pertama kali oleh awak sipil di tahun 2021 dengan roket SpaceX. Dr. Sian Proctor, salah satu awak kapal antariksa tersebut, menceritakan sekilas riwayat orang tuanya yang bekerja di NASA. Menurut Proctor, orang tuanya tidak berpendidikan tinggi tapi bisa menjadi pegawai NASA karena menguasai kalkulus. Berbekal pengetahuannya itu, orang taunya Sian Proctor bisa menyelematkan Neil Amstrong. Karena pengetahuan kalkulus bisa memprediksi secara akurat, di lautan sebelah mana Neil Amstrong akan jatuh setelah turun ke Bumi.

Sementara dalam dunia digital yang sedang kita jalani sekarang ini, Al Jabbar dan Kalkulus adalah dua pilar besar yang menopang berkembangnya dunia digital.

Jadi begitulah sekilas tentang Al-Khawrizmi dengan Al Jabbar nya. Pengaruh nya terasa dan mempengaruhi kehidupan kita sekarang. Meski kita tidak sadar.

Hanya saja ketika membaca riwayat Al-Khawarizmi, kita tidak cukup membaca efeknya sekarang. Kita juga perlu menelaah proses Al-Jabbar dirumuskan oleh Al-Khawarizmi. Untuk sekelumit mengetahui bagaimana proses Al-Kharizmi melahirkan Al-Jabbar, kita bisa menelusuri kepada riwayat hidup Al-Khawarizmi ketika menulis "Kitab al Muqabala"

Seperti yang sudah disebutkan diatas, Al-Khawrizmi yang berasal dari Uzbekhistan, pindah ke Baghdad Irak untuk bergabung dalam lembaga bernama "Baitul Hikmah". Sebuah pusat penelitian yang di Barat dikenal dengan nama "House of Wisdom"

"Baitul Hikmah" sendiri awalnya adalah perpustakaan pribadi Khalifah Al-Mansur yang dikenal sangat mencintai ilmu pengetahuan. Namun ketika pusat kekuasaan Dinasti Abasiyyah dipindahkan dari Damaskus Syiri ke Baghdad, Khalifah Harun Al Rasyid dan Khalifah Al Makmun mengembangkan "Baitul Hikmah" tidak hanya sekedar perpustakaan. Di Jantung Kota Baghdad, "Baitul Hikmah" direvitalisasi menjadi pusat penelitian, pusat penterjemahan, observatoriaum dan lembaga pendidikan.

Di kemudian hari ketika tentara Monggolia pimpinan Hulaghu Khan meruntuhkan kejayaan Bani Abasiyah di Baghdad, lembaga riset ini dibakar. Berbagai hasil riset dan kajian dibakar dan dibuang ke sungai Tigris. Karena banyaknya buku yang dibuang, sungai Tigris menjadi hitam. Dari jutaan buku, hanya sekitar 400 ribu kitab yang berhasil diselematakan oleh seorang Nasir al-Din al-Tusi berhasil menyelematkan sekitar 400 ribu kitab.

Di Baitul Hikmah sendiri pada masa itu terdapat banyak pengetahuan yang berasal dari berbagai budaya dan pengetahuan zaman dahulu. Pengetahuan yang berasal dari Yunani, Romawi, Babilonia, India, China, Persia, Mespotamia dan Yahudi dikumpulkan dan diterjemahkan. Karya-karya filosof seperti Socrates, Plato, Aristoteles, atau matematikawan seperti Archimedes dan Pytahgoras atau pakar kedokteran seperti Galen, bukan hanya disimpan dengan baik, tapi juga diterjemahkan, dipelajari dan dikembangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun