Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Al-Khwarizmi: Matematika Al-Jabbar dan Ilmu Pengetahuan yang Saling Mewarisi

30 Oktober 2021   12:11 Diperbarui: 30 Oktober 2021   12:54 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Judul bukunya adalah "Al-Kitab al-Mukhtasar fil Hisab al-Gabr wal Muqabala". Sering disingkat dengan nama "Kitab al-Muqabala". 

Penulisnya bernama Abu Ja'far Mohammed Ibn Musa dari Baghdad. Ditulis dalam bahasa Arab tanpa tanda baca. Orang Indonesia biasa menyebutnya Arab gundul.

Bila sekilas melihat pada judul buku dan nama penulisnya, mungkin kebanyakan orang akan berkesimpulan bila ini adalah buku tentang Agama. Khususnya ajaran agama Islam. Bisa merupakan buku yang membahas ajaran-ajaran moral yang berdasar Quran Hadits, atau buku yang mengulas fatwa para ulama terdahulu. Bila dikatakan buku ini mempunyai pengaruh sangat besar kepada kehidupan manusia, mungkin banyak orang akan berkesimpulan bila pengaruh buku ini hanyalah kepada orang Islam atau kepada orang Arab.

Kesimpulan diatas pastinya salah. Meski ditulis memakai huruf dan bahasa Arab, "Kitab al-Muqabala" bukan buku Agama. Tetapi buku tentang Matematika atau sains.

Bila dikatakan kalau buku ini sangat berpengaruh kepada kehidupan manusia, maka pengaruh buku ini bukan hanya kepada orang Islam apalagi orang Arab saja. Tetapi umat manusia secara keseluruhan. Pengaruhnya melintas ruang dan waktu. Menyebrang dari Baghdad tempat buku ini ditulis ke belahan dunia lain. Melewati batas waktu ketika buku ini ditulis sekitar tahun 820 Masehi, sampai sekarang. Eropa dan Dunia mungkin tidak terguncang oleh kitab ini seperti terguncang nya mereka oleh "Das Kapital" nya Karl Marx. Namun hidup manusia berguncang seperti sekarang karena mempelajari isi buku ini.

Diantara cara mengetahui pengaruh dan signifikansi buku ini, kita bisa melihatnya secara sekelumit pada dua sisi saja. Judul buku dan penulisnya.

Ketika Bahasa Latin menjadi bahasa Ilmu Pengetahuan, buku ini diterjemahkan dalam Latin menjadi "Liber algebrae et almucabala". Lalu ketika bahasa Ilmu Pengetahuan berubah ke Bahasa Inggris, buku ini disebut sebagai "A Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing". atau buku yang merangkum penghitungan, penyelesaian dan keseimbangan. Di Jerman sendiri buku ini diterjemahkan dengan judul "Die Algebra, Kitab al-Gabr wal-Muqabala"

Manuskrip awal buku ini masih tersimpan dengan baik di Bodleian Library. Perpustakaan yang menjadi pusat riset di Oxford. Salah satu perpustakaan tertua di Eropa dan mempunyai koleksi buku sebanyak 11 Juta buku. Terbesar kedua setelah British Library. Di Bodleian Library, manuskrip lengkap ini berjudul "The Algebra of Mohammed ben Musa" yang diterjemahkan oleh seorang bernama Frederic Rosen pada tahun 1831,

Untuk melihat pentingnya buku ini sampai zaman sekarang, kita hanya perlu melihat kata "Al-Gabr" yang ada pada judul. Karena dari kata inilah lahir kata "Algebra" menurut lidah orang Barat, dan "Aljabar" menurut lidah orang Indonesia.  Algebra atau Aljabar adalah salah satu bagian penting Matematika yang mesti dikuasai. Di Indonesia, AlJabar tidak hanya menjadi bagian dari kurikulum mata pelajaran Matematika, tetapi menjadi soal untuk seleksi masuk Perguruan Tinggi. Bahkan bila kita mengikuti beberapa test potensi akademik, kita akan menemukan banyak soal yang bisa diselesaikan dengan memahami AlJabar.

Kita juga bisa melihat pentingnya buku ini dari sisi penulisnya.

Seperti yang sudah disinggung diatas, "Kitab al-Muqabala" ditulis sekitar tahun 820 M. Nama lengkap penulisnya adalah Abu Ja'far Mohammed Ibn Musa al-Khwarizm. Disebut dengan Al-Khawarizmi karena Abu Musa lahir di sebuah kota bernama Khawarizm. Sekarang daerah itu bernama Kishva yang terletak di Uzbekhistan. Al-Khawarizmi sendiri pindah ke Irak bergabung dalam lembaga bernama "Baitul Hikmah".

Nama Al-Khawarizmi sendiri ketika di transliterasi dalam bahasa Latin, menjadi "algorismi". Dalam bahasa Portugis berubah menjadi "algarismo" yang berarti digit. Di dunia digital sekarang, kata "algorismi" inilah yang kita kenal dengan algoritma. Sebuah tahapan penyelesaian masalah dalam dunia komputasi. Perubahan penyebutan nama Al-Khawrizmi dalam bahasa Latin, karena perubahan transliterasi serta lidah ini, mirip perubahan nama-nama ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, yang menguasai dunia kedokteran, menjadi Avicenna dan Ibn Rusyd, yang juru terjemah terbaik pemikiran filsafat Aristoteles, menjadi Averroes.

Secara akademis,  Al Jabbar menjadi dasar pengembangan matematika.. Seorang Prancis bernama Rene Descrates, yang lebih dikenal sebagai filosof, mencoba menggabungkan persamaan-persamaan dalam Al Jabar dengan geometri. Maka ditemukan lah dua titik koordinat yang dikenal sampai sekarang. Untuk mengabadikan Descrates sebagai penemunya, orang menyebut dua titik koordinat itu sebagai titik cartesius.

Sampai sekarang, mungkin pengembangan yang paling menonjol adalah apa yang dilakukan oleh Isaac Newton dan Leibniz dengan kalkulusnya. Newton dan Leibniz mengembangkan Al-Jabbar untuk merumuskan persamaan Matematika dengan akurasi hasil yang lebih detail dan akurat. Dalam hal ini Newton mengaplikasikannya dalam dunia Fisika

Dalam dokumenter produksi Netflix berjudul "Countdown" yang menceritakan misi antariksa pertama kali oleh awak sipil di tahun 2021 dengan roket SpaceX. Dr. Sian Proctor, salah satu awak kapal antariksa tersebut, menceritakan sekilas riwayat orang tuanya yang bekerja di NASA. Menurut Proctor, orang tuanya tidak berpendidikan tinggi tapi bisa menjadi pegawai NASA karena menguasai kalkulus. Berbekal pengetahuannya itu, orang taunya Sian Proctor bisa menyelematkan Neil Amstrong. Karena pengetahuan kalkulus bisa memprediksi secara akurat, di lautan sebelah mana Neil Amstrong akan jatuh setelah turun ke Bumi.

Sementara dalam dunia digital yang sedang kita jalani sekarang ini, Al Jabbar dan Kalkulus adalah dua pilar besar yang menopang berkembangnya dunia digital.

Jadi begitulah sekilas tentang Al-Khawrizmi dengan Al Jabbar nya. Pengaruh nya terasa dan mempengaruhi kehidupan kita sekarang. Meski kita tidak sadar.

Hanya saja ketika membaca riwayat Al-Khawarizmi, kita tidak cukup membaca efeknya sekarang. Kita juga perlu menelaah proses Al-Jabbar dirumuskan oleh Al-Khawarizmi. Untuk sekelumit mengetahui bagaimana proses Al-Kharizmi melahirkan Al-Jabbar, kita bisa menelusuri kepada riwayat hidup Al-Khawarizmi ketika menulis "Kitab al Muqabala"

Seperti yang sudah disebutkan diatas, Al-Khawrizmi yang berasal dari Uzbekhistan, pindah ke Baghdad Irak untuk bergabung dalam lembaga bernama "Baitul Hikmah". Sebuah pusat penelitian yang di Barat dikenal dengan nama "House of Wisdom"

"Baitul Hikmah" sendiri awalnya adalah perpustakaan pribadi Khalifah Al-Mansur yang dikenal sangat mencintai ilmu pengetahuan. Namun ketika pusat kekuasaan Dinasti Abasiyyah dipindahkan dari Damaskus Syiri ke Baghdad, Khalifah Harun Al Rasyid dan Khalifah Al Makmun mengembangkan "Baitul Hikmah" tidak hanya sekedar perpustakaan. Di Jantung Kota Baghdad, "Baitul Hikmah" direvitalisasi menjadi pusat penelitian, pusat penterjemahan, observatoriaum dan lembaga pendidikan.

Di kemudian hari ketika tentara Monggolia pimpinan Hulaghu Khan meruntuhkan kejayaan Bani Abasiyah di Baghdad, lembaga riset ini dibakar. Berbagai hasil riset dan kajian dibakar dan dibuang ke sungai Tigris. Karena banyaknya buku yang dibuang, sungai Tigris menjadi hitam. Dari jutaan buku, hanya sekitar 400 ribu kitab yang berhasil diselematakan oleh seorang Nasir al-Din al-Tusi berhasil menyelematkan sekitar 400 ribu kitab.

Di Baitul Hikmah sendiri pada masa itu terdapat banyak pengetahuan yang berasal dari berbagai budaya dan pengetahuan zaman dahulu. Pengetahuan yang berasal dari Yunani, Romawi, Babilonia, India, China, Persia, Mespotamia dan Yahudi dikumpulkan dan diterjemahkan. Karya-karya filosof seperti Socrates, Plato, Aristoteles, atau matematikawan seperti Archimedes dan Pytahgoras atau pakar kedokteran seperti Galen, bukan hanya disimpan dengan baik, tapi juga diterjemahkan, dipelajari dan dikembangkan.

Karena tinggal di sebuah pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan yang menghimpun banyak pengetahuan dari bangsa-bangsa lain, tidak aneh bila disebutkan bahwa rumusan Al-Jabbar lahir setelah Al-Khawarizmi mempelajari secara intens temuan-temuan Ilmu Matematika terdahulu. Dalam hal ini setelah mempelajari temuan Matematika dari Yunani dan India. Karena dalam Al-Jabbar adalah penggabungan kecerdasan geometris Yunani dan kecerdasan Aritmentis India.

Kita bisa memahami kecerdasan geometris Yunani dengan membaca teori Pytagoras. Dalam teori Pytagoras disebutkan bahwa cara menghitung segitiga adalah dengan memakai rumus A2 + B2 = C2 dimana "C" adalah panjang sisi miring sedangkan "A" dan "B" adalah panajng dari dua sisi segitiga lainnya. Sebagaimana kita ketahui, rumus Pytaghoras ini terus dipelajari sampai sekarang dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Matematika.

Kita juga bisa memahami kecerdasan aritmetis India dengan melihat pada banyaknya orang India yang berkecimpung di dunia teknologi informasi. Meski India dikenal sebagai negara dunia ketiga, bukan negara maju. Karena kecerdasan Matematis adalah prasyarat menguasai dunia komputer. Kita juga bisa tahu dengan mencermati sosok Abdus Salam. Seorang peraih Nobel Fisika dari Pakistan. Sebagaimana diketahui, Pakistan dan India mulanya adalah sebuah kesatuan teritorial dan tradisi. Hanya ketika ada konsep negara dan keributan politik, dua wilayah itu berpisah.

Mungkin cara paling sederhana dan menyenangkan untuk memahami kecerdasan aritmetis India, kita bisa menonton film berjudul "The Man Who Knew Infinity". Sebuah film yang menceritakan kejeniusan seorang Matematikawan India bernama Srinivasan Ramanujan yang mencengangkan akademisi Cambridge seperti Bertrand Russel. Sementara Ramanujan sendiri datang dari negara berkembang yang belum memiliki institusi pendidikan tinggi seperti Cambridge.

Bila kita memahami kecerdasan Al-Khawarizmi dengan sekilas melihat pada judul bukunya, hal yang sama bisa kita lakukan pada Ramanujan. Untuk mengetahui pandangan Barat terhadap kecerdasan Ramanujan, kita cukup melihat kepada judul film yang menceritakan Ramanujan ini. Kita cukup menggaris bawahi kata "infinity" dalam judul film itu.

Dalam persamaan-persamaan Matematika sendiri, dikenal ada tiga situasi solusi atas setiap persamaan. Situasi pertama adalah ketika sebuah persamaan itu tidak mempunyai solusi sama sekali. Situasi kedua adalah ketika sebuah persamaan mempunyai satu solusi atau satu jawaban. Sementara situasi ketiga adalah sebuah persamaan mempunyai solusi tak terbatas atau "infinity" dengan simbol angka 8 dalam posisi rebahan. Artinya, setiap angka yang ada dalam Matematika, bisa menjadi jawaban atas persamaan tersebut. Judul "The Man Who Knew Infinity" ingin menjelaskan kejeniusan seorang Ramanujan dengan menggambarkan sebagai Matematikawan yang tahu hal yang tidak terbatas atau tidak berujung.

Selain hal diatas, adalah keterangan yang sangat menarik dari Salman Khan. Matematikawan dari MIT yang mendirikan khanacademy untuk memperkenalkan ilmu dasar seperti Matematika ke seluruh dunia. Salman Khan tidak hanya mengingatkan betapa pentingnya Al-Jabbar dalam keseharian kita, tetapi juga rantai pengaruh dalam ketika Al-Khwarizmi menulis Al-Jabbar. Salman Khan menyebutkan nama Bramaghupta dan temuan Matematika dari Babilonia yang berkontribusi pada Al-Jabbar nya Al-Khawarizmi.

Karena itu pada akhirnya bila kita mempelajari Al-Khawrizmi dengan Al-Jabbarnya, kita tidak hanya sedang melihat temuan seorang ilmuwan yang menjadi pilar kokoh perkembangan dunia yang kita jalani sekarang, tetapi kita juga membaca tentang rantai pengetahuan yang saling berkesinambungan. Bahwa pengetahuan itu saling mewarisi antar satu bangsa dengan bangsa lain. Dominasi pengetahuan yang dikuasai suatu bangsa di suatu waktu, pasti dipengaruhi oleh temuan suatu bangsa di waktu sebelumnya. Kejayaan suatu bangsa, akan selalu diganti oleh bangsa lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun