Sebagaimana novel "Sitti Nurbaya" dan novel "Memang Jodoh", "Anak Dan Kemenakan"juga novel Marah yang mengkritisi tradisi masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini Marah melihat adanya relasi yang keliru antara seorang ayah terhadap anak kandung nya sendiri dan terhadap kemenakan (keponakan).
Sebagaimana diketahui, dalam masyarakat Minangkabau seorang Ayah bukan hanya mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan membesarkan anak kandungnya sendiri, tetapi juga mempunyai kewajiban untuk mendidik dan membesarkan keponakannya. Kemampuannya dalam mendidik keponakan, akan menggambarkan seberapa besar citra dirinya.Â
Keponakan yang sukses, mencitrakan paman yang sukses mendidiknya. Begitu juga sebaliknya Kewajiban ini tergambar dalam ungkapan adat yang berbunyi "Anak Dipangku Keponakan Dibimbing"
Namun Marah melihat ada kekeliruan dalam masyarakat. Kewajiban adat untuk mendidik keponakan, menjadikan seorang Ayah lebih memprioritaskan perhatian kepada keponakannya ketimbang kepada anak kandungnya sendiri.Â
Marah menggambarkan secara ekstrem tentang bagaimana seorang Ayah yang membunuh anak nya demi melindungi keponakannya.
Padahal menurut Marah, frasa "Anak Dipangku Keponakan Dibimbing" menyiratkan bahwa seorang Ayah itu lebih dekat ke anaknya, karena dipangku, bukan kepada keponakannya, karena dia dibimbing. Ada perbedaan jarak ketika seorang Ayah memangku dan membimbing.
Bila "Anak Dan Kemenakan" kita baca sampai di sini, maka kita akan melihat novel ini tidak lebih dari hikayat problematika masyarakat Minangkabau. Tidak lebih dari itu.Â
Misalnya, dalam novel ini Marah menunjukan implikasi sangat serius dari masyaraat yang melegitimasi seorang Ayah yang meminggirkan anaknya dami keponakannya.Â
Situasi ini bukan hanya menyebabkan orang tua yang semena-mena dalam melihat keluarga dan pernikahan, tetapi terpinggirkannya seorang anak yang berpotensi untuk membangun negerinya.Â
Karena adat dan masyarakat tidak memberikan ruang yang luas kepada dirinya untuk berkarya membangun negerinya, padahal dia sangat mempunyai kapasitas untuk itu, jadinya sang anak pergi ke negeri lain untuk mengembangkan potensinya.