Tetapi melihat fenomena ini, sebetulnya ada hal menarik yang diungkap Quran. Utamanya (yang saya ketahui yah. Maklum jadi Khatib nya jarang :)) dalam surat Al Araf ayat 16 -17.
Iblis berkata ; Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
Pasti ada banyak tafsir atas ayat ini. Ibnu Katsir misalnya mengatakan bahwa yang dimaksud godaan dari arah depan itu adalah godaan melupakan ingatan terhadap hari akhir. Godaan dari belakang adalah rayuan untuk fokus terhadap urusan dunia. Sementara godaan dari arah kanan adalah godaan untuk merasa berat dalam melakukan urusan agama. Sementara godaan dari kiri adalah rayuan untuk mendekati kecurangan dan kejahatan yang sudah dikemas sedemikian rupa menjadi sesuatu yang sangat menarik.
Quraish Shihab sendiri dalam tafsir Al-Misbahnya meringkas beberapa pandangan para ulama mengenai ayat ini. Diantaranya adalah pertanyaan sebagian Ulama tentang kenapa Allah menyebutkan godaan terhadap manusia itu hanya datang dari arah depan, belakang, kiri dan kanan. Tidak ada dari arah atas dan bawah. Hal ini menurut Quraish Shihab adalah isyarat bahwa tidak ada yang aman dari godaan setan kecuali arah atas yang menjadi lambang kehadiran Illahi dan arah bawah sebagai lambang penghambaan diri pada Allah.
Tetapi hal menarik adalah ketika Setan mengatakan akan mendatangi manusia dari segala arah, tetapi tidak pernah menyebutkan dimana posisi manusianya. Karenanya ayat ini dalam pemahaman saya menegaskan bahwasannya dimanapun kita berada, godaan itu akan tetap datang. Menjadi Khatib Jumat, Ustadz dan lain sebagainya, bukan jaminan bahwa manusia lepas dari pendekatan setan. Bahkan mungkin semakin intens. Karenanya tidak aneh bila seorang Nabi Muhammad, yang jelas-jelas makshum, tidak pernah lepas beristighfar 70 kali dalam sehari.
Karenanya bila orang memang peduli dan percaya terhadap Agama, maka respon awal berita Patrialis adalah beristighfar, meminta perlindungan Tuhan. Karena siapapun bisa seperti Patrialis. Bahkan jangan-jangan kita tidak melakukan itu karena kita tidak pernah punya kesempatan. Isnt it?
Adapun ketika ada orang yang memanfaatkan peristiwa ini untuk menyerang symbol-symbol keagamaan, bahkan melecehkan agama itu sendiri demi sebuah pandangan politik, itu hanya menegaskan siapa sesungguhnya yang suka mempolitisasi agama.
Note:
Tulisan ini tentang perspektif agama yah. Kalau perspektif politis dari peristiwa Patrialis, tentunya berbeda dan tidak se simple ini. Semoga besok tulisannya bisa beres.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H