Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Perpustakaan Kongres

2 April 2016   20:08 Diperbarui: 2 April 2016   20:18 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lalu, apakah dengan Perpustakaan Kongres kualitas DPR akan meningkat? Bila urgensi Perpustakaan Kongres adalah hasil perbandingan dengan Kongres Amerika, dengan membandingkannya kembali, kita akan menemukan banyak celah kosong yang mesti diperbaiki.

Misalnya saja di kongres Amerika, tenaga Ahli yang terlibat adalah para Soktor. Lalu, apakah para Soktor yang kita miliki tertarik berjibaku di Senayan memperbaiki fungsi- fungsi parlemen dengan menjadi tenaga ahli?

Inilah permasalahan yang mesti diselesaikan secara paralel dengan pembangunan Perpustakaan Kongres. Bagaimana kapasitas para tenaga ahli dan sistem kepegawaian yang melingkupi mereka. Apakah ada sistem pendidikan dan pelatihan yang terencana untuk menaikkan kapasitas mereka? Bagai mana dengan remunerasi dan lainnya?

Respons masyarakat, seperti yang sudah diprediksi, banyak yang menolak ide ini. Penolakan yang bisa dipahami. Selain karena citra partai politik dan politisi yang sangat buruk, dalam banyak hal publik juga sering lupa dengan fungsi parlemen.

Karena dunia politik kita lebih banyak dipenuhi berita politisi tertangkap tangan korupsi atau tertangkap basah selingkuh. Orang lebih banyak bergosip politik daripada diskusi politik.

Namun, hal ini tidak menjadi dominasi masyarakat. Elite politik pun sering mengaburkan fungsi-fungsi ini dalam komunikasi politiknya. Misalnya saja, beberapa waktu lalu saat Presiden mengkritik DPR karena dianggap terlalu banyak memproduksi UU.

Menurut Presiden, tiga sampai lima UU dalam setahun itu cukup asal kualitasnya baik. Banyak kalangan kebingungan mendengar ini. Apakah ini gimmick politik demi mendapat applaus publik, kekeliruan pasokan informasi dari para penasihat Presiden atau memang improvisasi Presiden yang sayangnya tidak berdasar data.

Sebagaimana diketahui, kinerja legislasi DPR selalu kedodoran. Akhir tahun lalu, DPR banyak dihujat karena hanya bisa mengesahkan 12 RUU dari 39 RUU yang masuk Prolegnas. Porsi RUU inisiatif murni pemerintah sangatlah besar.

Dalam daftar Prolegnas Prioritas 2016, dari 40 RUU yang masuk daftar, setengahnya adalah inisiatif pemerintah, dengan empat di an taranya inisiatif bersama. Dalam daftar Prolegnas 2015-2019, dari 161 yang masuk daftar, 48 persen adalah RUU inisiatif pemerintah.

Bisa dipahami mengapa masyarakat pun ba nyak lupa fungsi DPR karena elite politiknya pun sering mengaburkan, termasuk anggota DPR itu sendiri. Banyak yang meng kritik lembaganya sendiri hanya untuk mendapat standing applaus publik.

Kembali ke Perpustakaan Kongres. Meskipun secara teknis ide ini layak dibangun, tetapi secara sosial ide ini mendapat penolakan. Dalam kondisi seperti ini, DPR mesti memikirkan ulang cara sosialisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun