Mohon tunggu...
Delfi Yudha Frasetia
Delfi Yudha Frasetia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Editor in Chief di http://katabangdel.com/ Character Education Enthusiast | Business Analyst | Co-Founder MGI Foundation

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Brilian Air Asia Lolos dari Setiap Lubang Krisis

15 September 2015   11:17 Diperbarui: 15 September 2015   14:59 1644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Delfi Yudha Frasetia

 

Wajar jika Pak menteri koordinator kemaritiman dan sumber daya, Rizal Ramli rada nyinyir seputar pembelian pesawat Airbus A350 oleh Garuda. Pasalnya, jalannya roda bisnis maskapai penerbangan memang ngeri-ngeri sedap. Apalagi kalau bukan karena elastisitas atas begitu banyak faktor yang melekat dan saling mempengaruhi. Katakanlah faktor keamanan, ekonomi, peraturan pemerintah, pariwisata, hingga masalah kecantikan pun turut mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan maskapai.


Jadi, jangan heran jika jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 beberapa waktu lalu sungguh menampar industri penerbangan di Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Ditambah lagi ini terjadi sebelum genap setahun menghilangnya pesawat MH370 milik Malaysia Airlines. Sudah barang pasti para CEO maskapai penerbangan sedang pusing tujuh keliling memikirkan dampak pada perusahaan mereka.

  

 

 *Baca artikel Petani Pejuang Dunia Moderen di http://www.katabangdel.com/2015/09/petani-pejuang-pangan-dan-gizi-bangsaku.html

Dalam menghadapi krisis yang kerap menerpa industri penerbangan ini, AirAsia dapat dikatakan tampil lebih didepan. Bukan karena bisnis mereka yang tergolong ramping, tapi karena cara mereka dalam menghadapi tekanan benar-benar mengundak decak kagum. Beberapa diantara ini mungkin dapat memberikan kita pemahaman mengenai bagaimana AirAsia dapat segera keluar dari pusaran krisis yang menerpa mereka.

 

Terbang Keluar Dari Pusaran Krisis Ekonomi 1998

Sama dengan Negara-negara Asia tenggara lainnya, Malaysia juga tak luput dari badai krisis mata uang pada tahun 1997-1998 yang membuat hutang-hutang perusahaan dalam negeri melonjak drastis. Alhasil, masuklah Airasia ke dalam jajaran perusahaan yang terancam bangkrut karena memliki hutang yang luar biasa besar.

Sampai datang seorang dato bernama Tony Fernandez yang dengan “gila” membeli perusahaan penerbangan yang pada saat itu sahamnya tak lagi bernilai itu. Lewat bendera Tune Air Sdn Bhd yang ia miliki, Tony mengakuisisi AirAsia dengan harga saham RM 1 saja.

Apa yang dilakukan Tony hingga mampu membawa rongsokan itu terbang mengudara lagi, dengan begitu gagahnya? Langkah awal Tony adalah membuka dua Hub penerbangan pesawat AirAsia di Malaysia. Yaitu, di Kuala Lumpur dan Johor. AirAsia kemudia re-branding menjadi pesawat yang dapat mengankut penumpang manapun dengan biaya yang murah. Alhasil, dengan krisis keuangan yang memaksa penurunan daya beli masyarakat, membuat AirAsia menjadi alternative yang sangat populer.

Lalu muncul pertanyaan bagaimana bisa semulus itu Tony Hernandez mengubah puluhan rongsokan pesawat menjadi alternative transportasi yang paling dicar? Banyaknya inefisiensi yang terdapat di dalam perusahaan membuat Tony memilih untuk operasi angkat lemak dengan menjual pesawat-pesawat yang berbiaya besar dan bermacam jenis, lalu menggantinya dengan pesawat type sejenis. Dengan demikian biaya maintainance dapat ditekan sedemikian rupa. Perampingan ketenaga-kerjaan (down sizing) juga tak luput dari perhatian, hingga kemudian mengajukan renegosisasi utang pada bank-bank yang terkait.

 

Krisis akibat Guncangan Keamanan Terorisme

Pembajakan pesawat dengan motif terorisme yang menghancurkan WTC di Amerika memberikan teroma yang cukup besar bagi para pengguna pesawat terbang di Dunia. Itupulah yang dirasakan oleh AirAsia. Sebagian besar pasar yang dimilikinya dibeberapa Negara di Asia menciut drastis. 

Tapi, ada strategi yang justru menarik yang digunakan oleh Tony Hernandez untuk mengantisipasi penurunan penumpang. Air Asia malah menambah frekuensi iklan dan promo. Bahkan, Ketika terjadi pemboman Bali I di mana maskapai internasional takut ke Bali, Air Asia malah meningkatkan iklan dan promosi tujuan terbang wisata ke Bali.

Masih ingat asal muasal melonjaknya maskapai penerbangan carter ringan lokal Susi Air. Tatkala terjadi bencana tsunami Desember 2004 di Aceh, semua maskapai penerbangan nasional tidak ada yang berani terbang ke Aceh. Berniat membantu korban bencana tsunami dengan membawa sejumlah bantuan kemanusiaan, pesawat ringan Cessna Susi Air menjadi pesawat komersial yang mendarat pertama di Aceh. Dengan segera menjadi langganan badan-badan kemanusiaan internasional sehingga mempercepat penguasaan pangsa pasar carter ringan ke depannya.

Begitu pula yang dilakukan AirAsia, disaat semua maskapai menjauhi Bali, AirAsia justru berusaha menjadi oase ditengah keringnya alternative penerbangan ke Bali. Semua pintu, baik dari luar Indonesia maupun dalam Indonesia di buka. Meledaklah kata AirAsia di setiap perbincangan pengguna pesawat terbang yang kesulitan menemukan penerbangan ke Bali.

 

 

 

Bangkit paska jatuhnya QZ8501 

Belum lama ini Center For Aviation menyebutkan bahwa musibah yang dialami AirAsia desember tahun lalu cukup memberi dampak pada animo penumpang. Hal itu ditambah lagi dengan kondisi ekonomi global yang sedang tidak menentu, membuat AirAsia mencatatkan pertumbuhan negative tahun lalu dan jalannya tahun ini.

Untuk mengatasi hal itu, Di Indonesia AirAsia memilih untuk berfokus pada rute internasional. Hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan yang tidak efisien dengan maskapai domestic. AirAsia mengakui bahwa karakter masyarakat Indonesia sungguh sulit untuk diprediksi ditambah lagi tantangan non tehnikal yang cukup menyulitkan mereka. Hal ini tergambar pula dengan market share yang yang mereka raih, empat tahun beroperasi mereka hanya mendapatkan 3 % dari pasar domestic yang ada.

 Bali menjadi focus utama dalam menciptakan rute internasional yang menguntungkan. Airasia bahkan menyanggupi untuk menyiapkan penerbangan langsung dari 6 kota dekat terbesar diluar Indonesia. Hal ini mereka yakini dapat memperbaiki terpaan krisis yang sedang mereka alami.

 

Semoga saja krisis mata uang yang terjadi tahun ini berhasil melahirkan orang-orang "gila" yang mampu memanfaatkan tantangan menjadi peluang. 

*Baca artikel Petani Pejuang Dunia Moderen di http://www.katabangdel.com/2015/09/petani-pejuang-pangan-dan-gizi-bangsaku.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun