6. Beriman kepada ketetapan Allah SWT
Oleh karena itu dengan menjalani beberapa aspek kesehatan mental bagi seorang muslim yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dipaparkan di atas yang tidak lain dan tidak bukan merupakan adalah isi dari rukun iman yang kita kenal di dalam Islam di mana prinsip tersebut mengarahkan peserta didik menuju jalan yang benar.
Prinsip-prinsip yang sudah disebutkan tadi merupakan prinsip yang dijadikan sebagai bimbingan bagi kesehatan mental dikarenakan mampu menghasilkan manusia yang memiliki dan mempunyai kecerdasan emosional terhadap spiritual yang sangat tinggi beserta pribadi yang soleh cerdas dan berakhlakul karimah dan mampu beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang maha esa.
Metode Al-Qur‟an dan Al Hadits dalam Merealisasikan Kesehatan Mental
Kesehatan mental lahir dari kepribadian yang mantap. Semua indikator kepribadian yang mantap tersebut ada pada kepribadian Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok yang mampu menyeimbangkan antara dimensi-dimensi kehidupan yang ada, sehingga Allah memujinya sebagai pribadi yang agung akhlaknya. Allah berfirman: “Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam: 4). Rasulullah adalah prototipe ideal untuk annafsu al muthmainnah yang memiliki indikator kesehatan mental level tinggi.
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam memiliki metode yang khas dalam merealisasikan kesehatan mental dilengkapi dengan model nyata dari Rasulullah SAW menjadi sebuah panduan lengkap bagi umat Islam dan manusia secara umum. Hal ini berbeda dengan pemikiran psikologi lain yang lebih bersifat teoritis karena tidak disertai model yang merealisasikan teori-teori tersebut. Menurut Quraish Shihab (2003) Islam telah menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.
Metode Penguatan Dimensi Spiritual
Untuk memperoleh ketenangan dan ketenraman jiwa yang hakiki, Islam sejak awal mengajak manusia kepada iman dan mentauhidkan Allah. Tujuannya tidak lain agar mereka terbebas dari etika dan tradisi jahiliyah yang mewarnai pikiran mereka dengan kebodohan dan khurafat. Metode ini benar-benar memiliki pengaruh yang sangat besar dalam merubah kepribadian bangsa Arab waktu itu, sehingga mereka menjadi jiwa yang tidak lagi mengkhawatirkan hal-hal yang dahulu sangat mereka cemaskan seperti rasa takut mati, takut miskin, takut terkena musibah, mapun takut kepada sesama manusia. Dengan keimanan dan tauhid mereka benar-benar merasakan keamanan jiwa (Najati, 1987). Hal ini sebagaimana firman Allah: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-An'am: 82).
Orang terbiasa melakukan ibadah-ibadah yang disyariatkan akan terlatih untuk sabar menanggung beban, mengokohkan tekad menciptakan rasa cinta dan berbuat baik kepada orang lain, serta memupuk spirit untuk melakukan interaksi sosial. Ketika orang-orang yang mengalami tekanan, pengalaman emosional yang buruk, pertarungan bathin yang menyebabkannya menderita penyakit jiwa, ibadah-ibadah di dalam Islam dapat berfungsi sebagai media psikoterapi yang mujarab.
a. Psikoterapi Melalui Shalat
Ritual shalat memiliki pengaruh yang sangat luar biasa untuk terapi rasa galau dan gundah. Dengan mengerjakan shalat secara khusyuk akan menghadirkan rasa tenang, tentram dan damai. Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan shalat ketika ditimpa masalah yang membuat dirinya menjadi tegang. Diriwayatkan oleh Hudzaifah RA bahwa ia berkata; “Jika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam merasa gundah karena sebuah perkara, maka beliau menunaikan shalat" (HR. Abu Dawud). Hal ini tentu mengisyaratkan pentingnya ritual shalat untuk menciptakan rasa tenang dan tentram pada jiwa seseorang.