Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Petani Sawit Terhadap Kebijakan Deforestasi Uni Eropa (EUDR), Tolak atau Terima?

27 Agustus 2023   18:25 Diperbarui: 27 Agustus 2023   18:50 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Media Perkebunan

Pemerintah Indonesia belum mampu menghijaukan lahan hutan seluas upaya petani sawit. Lahan hijau dengan luas 3,6 hektar dikelola petani yang berhasil menopang perekonomian rumah tangganya. Namun, Uni Eropa melalui kebijakan EUDR-nya dapat membuat petani sawit Indonesia menjerit. 

Hampir sebagian lahan sawit Indonesia dikelola oleh petani yang berjumlah 42%, lainnya perusahaan. Ditambah, Uni Eropa tidak mengakui sertifikasi ISPO, bahkan RSPO yang digagas internasional. Lantas, bagaimana para pelaku sawit menyikapinya, tolak atau malah bekerja sama? 

Pagi itu, ruang Soehanna Hall begitu hangat, tidak sedingin topik yang diangkat oleh Media Perkebunan, hari Kamis, 24 Agustus 2023, di Gedung Energy, SCBD. Tahun 2023, tidak hanya sawit, EUDR juga menyeret kayu, karet, kakao, kedelai, dan kopi, komoditas unggulan Indonesia. Komoditas tersebut dan turunannya harus lolos Syarat Uji Tuntas yang dibuat European Union Deforestation Regulation (EUDR), dan akan mulai diberlakukan bulan September 2023. 

Poin-poin utama  dalam EUDR adalah setiap eksportir wajib menyerahkan  uji tuntas dan verifikasi, menjamin produknya tidak berasal dari penggundulan hutan (deforestasi) yang mulai dilakukan 2021. Apabila ditemukan pelanggaran, eksportir akan dikenakan denda 4% dari pendapatan yang diperoleh dari Uni Eropa.

Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, IPU - Sumber foto: Media Perkebunan
Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, IPU - Sumber foto: Media Perkebunan

Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, IPU, periset dari IPB, mengatakan pengertian deforestasi antara Indonesia dan internasional itu saja berbeda. Definisi deforestasi bagi Indonesia adalah perubahan peruntukkan lahan dari peruntukkan hutan menjadi nonhutan, sedangkan berdasarkan asing: peruntukkan perubahan areal hutan menjadi tidak hutan. 

Berdasarkan penelitiannya, sebagian besar lahan sawit yang ada sekarang ini berstatus APL (Areal Penggunaan Lain), yaitu 54%; 37,25% dulunya perkebunan; 4,95% lahan pertanian; dan 1—2% berupa kawasan. Kondisi seperti ini, seharusnya aman bagi Indonesia. 

Dr. Jean-Marc Roda - Sumber Foto: Media Perkebunan
Dr. Jean-Marc Roda - Sumber Foto: Media Perkebunan

Dr. Jean-Marc Roda, Cirad Regional Director for South Asian Island Countries, yang juga hadir sebagai narasumber acara ini: Let’s Talk “EUDR with Special Attention to Palm Oil”.  

Dia menyampaikan bahwa sawit merupakan satu dari 4 komoditas dengan demand tertinggi di Eropa, 3 lainnya: kedelai, bunga matahari, dan rapseed. Permintaan tersebut akan terus meningkat. Semakin bertambah jumlah penduduk di suatu area dan semakin meningkatnya pendapatan mereka, berarti semakin tinggi kebutuhan terhadap sawit untuk kehidupan mereka. 

Terlebih, Eropa menggunakan minyak sawit sebagai bahan memproduksi kosmetik, cat, deterjen, minyak wangi, kebutuhan farmasi, pelumas, plastik, poliester, kimia organik, dan turunan lainnya. 

Ini seharusnya tantangan buat Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. Indonesia harus memproduksi hal yang sama, tidak lagi mengekspor hanya dalam bentuk baku, dan itu lebih mempunyai nilai. “Bahkan Anda bisa memanajemen lahan pertanian Anda sendiri. Saat ini, sudah ada agensi manajemen hutan, tapi belum ada untuk pertanian,” ucapnya.

Sementara itu,  Mansuetus Darto dari SPKS atau POPSI (Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia), menekankan bahwa mereka bukan fokus pada kebijakan EUDR, tapi lebih pada perubahan dan perbaikan tata kelola yang berkelanjutan. 

Mansuetus menyampaikan bahwa sudah ada 8 koperasi terverifikasi RSPO dan 1 dari  koperasi tersebut telah mendapatkan ISPO. Target mereka tahun depan, 17 koperasi akan compile dengan ISPO dan RSPO spesifik melakukan Uji Tuntas yang akan dilakukan petani atau anggota SPKS. 

Mansuetus Darto - Sumber Foto: Media Perkebunan
Mansuetus Darto - Sumber Foto: Media Perkebunan

SPKS Positif Hadapi EUDR, Ini Strateginya

Bukan fokus, tapi SPKS lebih memikirkan kebaikan yang bakal bertebaran, apabila mereka sebagai serikat petani bisa menjawab tantangan global. Ketika bicara sawit, maka kita akan berbincang tentang jangka panjang. Keberlanjutan memang sudah tidak bisa ditawar lagi dalam bidang apa pun. 

Kehadiran EUDR bukan berarti Indonesia tidak paham dengan “keberlanjutan” di ranah perkebunan sawit. Mansuetus mempresentasikan kebijakan EUDR terkait permasalahan dengan petani sawit Indonesia, yaitu: 

  1. Legalitas

  2. Persyaratan geolokasi, lahan di bawah 4 ha harus menggunakan titik koordinat, di atas 4 ha memakai poligon. 

  3. Harga yang adil (fair price). Pasal 50 menyebutkan saat proses pengadaan produk,  upaya yang wajar harus dilakukan untuk memastikan harga yang adil dibayarkan ke produsen termasuk petani kecil, sehingga mendapatkan harga yang layak dan efektif mengatasi kemiskinan. 

  4. Layanan investasi.

  5. Uji kelayakan. 

  6. Kemitraan antara petani kecil dan perusahaan. Pasal 30 Ayat 1,2, dan 3, untuk memastikan kerja sama, termasuk dengan petani kecil. 

Kebijakan tersebut, Mansuetus sambungkan dengan regulasi-regulasi yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia, yaitu:

  1. Fair price sudah tercantum di Permentan `No. 1 tentang sistem penetapan harga TBS, berarti perusahaan wajib membeli TBS dari petani melalui kelompok tani; dan No. 19 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani yang menitikberatkan perlindungan atas gejolak harga dan mengatur pemberdayaan petani. 

  2. Legalitas, terdapat di Inpres No.6 mengenai Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Nasional, berisi tentang kelembagaan, pemberdayaan petani, manajemen praktisi dan lain-lain terkait; dan Perpres No. 44 tahun 2020 tentang sistem sertifikasi ISPO, yang memuat persyaratan legalitas, kelembagaan, dan sebagainya. 

  3. Data petani kelapa sawit (poligon dan titik koordinat), ada pada Inpres No. 4 tahun 2018 mengenai peningkatan produktivitas dan evaluasi perizinan usaha. Peraturan ini dipraktikkan dengan mendata petani kelapa sawit di kawasan hutan dan APL. Plus, inovasi SIPKEBUN yang dapat menjadi pusat data dengan tujuan traceability. 

  4. Layanan investasi.  Muncul Plasma, GAP training, dan sebagainya, untuk memenuhi uji kelayakan, serta pembentukan BPDPKS untuk memperkuat sawit rakyat. 

Regulasi dan program yang dijabarkan Mansuetus sudah ada sebelum EUDR. Pertanyaannya, apakah sudah dilakukan implementasinya?  Apakah sistem SIPKEBUN masih aktif, karena SPKS siap jika diminta data. 

Luhut Binsar Panjaitan pernah membahas bahwa dari 2500 perusahaan sawit Indonesia, hanya sekitar 22,1% yang sudah membangun plasma. “Ini menjadi catatan penting, untuk kita melihat EUDR dan internal kita,” tekan Mansuetus. Terus, apa yang dilakukan SPKS?

SPKS mempunyai strategi terhadap petani kecil yang tinggal berpencar-pencar. Tugas  SPKS ialah pendataan yang telah dilakukan sejak tahun 2016 dan sudah dipetakan—terdata 15 kabupaten dan terpetakan 20.478 persil kebun. 

Dalam rancangan, petani kecil harus didorong berinovasi dalam berorganisasi dan koperasi. Jika itu semua sudah didata, maka petani sawit dan Indonesia dapat melakukan apa pun, untuk menjawab tantangan-tantangan global. Sekali lagi Mansuetus berbicara dengan penekanan, “Ini strategi kami, bukan pemerintah!”

SPKS dipercaya membuat perangkat pendekatan High Carbon Value (HCV), salah satu toolkit global yang bisa menyatakan low risk commodity on deforestation. Dan sudah diimplementasikan di Kalimantan Barat. Mereka pun mendirikan Yayasan Petani Pelindung Hutan pada tanggal 1 Agustus 2023, untuk menjawab kekhawatiran mengenai deforestasi. Bahwa petani bisa melindungi hutan dengan perangkat tadi. 

Intinya, petani di bawah naungan SPKS siap menghadapi EUDR, namun bagaimana dengan teman-teman petani lainnya? Mereka pun siap membantu teman-teman. Mansuetus mengatakan bahwa jika apa yang mereka kerjakan efektif membantu dalam menjawab tantangan global terhadap rantai ekosistem sawit, maka program SPKS perlu diperluas dan mendapatkan dukungan dengan adanya kebijakan pemerintah. 

Penelitian pun sebaiknya tidak hanya dilakukan periset Indonesia, tapi juga mengajak peneliti Uni Eropa untuk bersama melakukan riset. Selain itu, pihak swasta perlu dilibatkan untuk bermitra dengan konsep kemitraan yang adil dan tanpa konflik dengan masyarakat ataupun petani. 

Mansuetus tak ketinggalan menyampaikan bahwa SPKS telah mempunyai data yang terkumpul sebanyak 21.000 poligon dari 148.000 hektar lahan sawit. Di luar SPKS, Mansuetus melihat data yang terkumpul sejumlah 170.000 poligon dan butuh dikonsolidasikan pemerintah. Namun, pendataan itu butuh pendanaan. Perusahaan sawit saja turut gelisah mengenai pendanaan untuk pendataan. Apakah BPDPKS akan menambah sektor pendanaan untuk pendataan, kelembagaan, sertifikasi ISPO, dan lainnya, tak hanya replanting dan biodiesel?

Bagi teman-teman di SPKS, menolak EUDR, berarti melakukan pengakuan terbuka bahwa kita bersalah. Dan masih ingin melanjutkan praktik-praktik lama yang merugikan dan tidak memberikan harga yang adil kepada petani. Butuh gerakan progresif yang tidak hanya kata-kata!

Ahmad Mauli Sutawijaya - Sumber Foto: Media Perkebunan
Ahmad Mauli Sutawijaya - Sumber Foto: Media Perkebunan

Tanggapan BPDPKS

Ahmad Mauli Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS, merespons pembahasan narasumber sebelumnya, Mansuetus Darto. Biodiesel Manajeme memang program BPDPKS, makanya harus tetap ada. Sebab tanpa itu, tidak akan ada keseimbangan supply dan demand dari produksi petani dan harga tandan buah segar yang terjaga. Masukan dari SPKS akan ditindaklanjuti. 

Kemudian, Ahmad mengangkat kembali 3 pokok  hulu dan hilir terbentuknya BPDPKS yang didirikan tahun 2015, yaitu: bagaimana perbaikan kesejahteraan petani; bagaimana menstabilkan harga CPO; dan memperkuat industri hilir. BPDPKS pun memiliki program riset  di hulu dan saat ini mengadakan  lomba riset untuk melakukan penelitian langsung. Tiga pokok terbentuknya BPDPKS memiliki hubungan dengan EUDR. Apa yang menjadi di-syaratkan, akan menjadi program pendanaan BPDPKS. 

Ahmad bercerita bahwa mereka dan Airlangga Hartanto, Menteri Perekonomian RI, di hadapan anggota dewan parlemen EU di Brussel, menyampaikan hal yang sama dengan SPKS.  “Berarti, pandangan kita sudah sama,” ujar Ahmad menengok Mansuetus. 

Lain dari itu, Ahmad menginformasikan dana yang sudah tersalurkan sebesar 7,52 triliun kepada 124. 152 pekebun dengan lahan 282.409 Ha. Terpenting dari program adalah  meningkatkan jumlah produksi petani swadaya yang sudah 50% lebih di Indonesia saat ini. Secara prasarana dan sarana, BPDPKS baru menyalurkan 72,3 millar. Dan sedang membentuk infrastruktur pasar, untuk kemudian menghadirkan bursa pasar sawit. 

Melalui artikel ini, pembaca pasti tahu bahwa petani sawit Indonesia akan menolak atau bekerja sama dengan EUDR, ya,'kan?

Sumber Foto: Media Perkebunan
Sumber Foto: Media Perkebunan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun