“Nak,Ibumu sudah sembuh,sudah tidak sakit lagi,Allah lebih sayang Ibumu,maka Allah ingin ibu segera kembali ke penciptanya,Dina yang ikhlas ya,demi ketenangan ibu.”
Dina dengn tatapan kosongnya,sakit sekali hatinya seketika dengan tanpa sadar ia mengamuk pergi ke kamar dan menendang pintu kamarnya,dia tidak ingin bertemu dengan siapapun,dia hanya ingin ibunya kembali titik. Wajahnya pucat pasi, matanya sembab, dan tubuhnya gemetar. Ibunya, sosok yang paling ia sayangi, telah pergi untuk selama-lamanya.
Di sampingnya, duduk kakaknya, .
"Dina, coba sabar ya. Ini semua sudah kehendak Allah," ucap Amir sambil menggenggam erat tangan kakaknya.
Dina hanya menggeleng lemah. Air matanya kembali mengalir deras. "Aku nggak bisa terima, kak. Ibu... Ibu pergi ninggalin kita," lirihnya.
kakaknya menghela napas panjang. Ia tahu, tidak mudah bagi Ahmad untuk menerima kenyataan pahit ini. Namun, ia harus tetap berusaha untuk menguatkan adiknya.
"Aku tahu kamu lagi sedih banget . Tapi, sama kakak juga tapi kamu harus ingat, ibu pasti nggak mau lihat lo terus-terusan sedih kayak gini. Ibu pasti pengen lo tetep semangat dan menjalani hidup dengan baik," kata kakaknya.
Dina menatap kakaknya dalam-dalam. Kata-kata kakaknya itu sedikit banyak menyentuh hatinya. Namun, rasa kehilangan itu masih terlalu besar untuk bisa ia hilangkan begitu saja.
"Gimana caranya aku bisa ikhlas, kak? Aku masih nggak bisa ngebayangin hidup tanpa Ibu," tanya Dinna dengan suara bergetar.
Kakakmya tersenyum lembut. "Ikhlas itu butuh proses, Dina. Nggak bisa langsung selesai dalam sehari dua hari. Tapi, lo harus terus berusaha. Dekatkan diri sama Allah, perbanyak ibadah, dan ingat semua kebaikan yang pernah ibu lakukan untuk lo.kamu harus bisa ikhlas seperti namamu Dina Muhklisa "
Dina terdiam. Kata-kata kakaknya sangat masuk akal. Ia sadar bahwa ia harus berusaha untuk ikhlas. Demi ibunya, ia harus bisa bangkit dari keterpurukan. Seperti pesan terakhir ibunya,dia harus semangat mondok agar bisa mendoakan ibunya di alam sana.