Seni ritual Sandur memiliki delapan adegan dalam tiga babak. Untuk pergantian dari babak satu ke babak berikutnya ditandai dengan tembang. Selain berfungsi sebagai pengiring keluar masuknya peran dan pergantian adegan, tembang juga berfungsi sebagai mantera pemanggil roh atau bidadari. Fungsi yang lain adalah sebagai narasi perjalanan tokoh peran.
Cerita utama dalam pertunjukan Sandur adalah pertanian berdasarkan cerita turun temurun dan mitos yang berkembang di masyarakat. Di dalam pertunjukan, terdapat tahapan yang menceritakan kehidupan manusia dari dalam kandungan, hidup di dunia, hingga meninggal dunia.Â
Selama hidup di dunia mereka mengerjakan pertanian mulai dari membersihkan sawahnya, ditanami padi, hingga panen. Berbagai macam sifat dalam diri manusia juga dituturkan dalam cerita. Sifat-sifat itulah yang akan mendorong manusia ke arah baik dan buruk. Dengan sifat baik, manusia akan bersyukur atas segala apa yang telah dimiliki.
Salah satu bentuk syukur tersebut dilakukan dengan dipentaskannya kesenian ini dengan segala bentuk sesajen, doa, tata busana, tarian, dan tahapan yang ada. Aneka sajen dalam perlengkapan pertunjukan merupakan bentuk syukur kepada Tugan Sang Pencipta dan penghormatan kepada leluhur.Â
Adapun doa ditujukan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu diberi kesehatan dan rejeki yang lancar. Dengan demikian, seni ritual ini memiliki dimensi religiusitas yang menekankan hubungan harmonis antara manusia-alam-leluhur-Tuhan.
Pertunjukan Sandur di Tuban dan Bojonegoro biasanya dilakukan dengan berjalan memutar searah dengan jarum jam. Bahasa yang digunakan adalah Jawa Ngoko, tetapi tidak jarang juga diselingi Jawa Krama.Â
Di tengah-tengah pertunjukan, terdapat parikan atau pepatah berisi nasehat bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak boleh semena-mena, harus berhati-hati, tidak boleh sombong dan harus bersedia hidup berdampingan dengan yang lain.Â
Bagi penonton, babak yang paling ditunggu adalah kalongking, yaitu seorang pemain jaranan memanjat bambu dan bermain ackobat di atas tali yang dibentangkan di antara dua bambu. Setelah akrobat, ia turun melalaui bambu dengan posisi kepala di bawah. Adegan ini menggunakan kekuatan ghaib yang diyakini berasal dari roh leluhur yang diundang untuk membantu pergelaran.Â