Menurut catatan Rahayu & Ishomudin (2020) para pemain sandur adalah para lelaki yang ikut arisan dan mereka akan menari bersama lenggek dengan diiringi gamelan Madura. Selain berkembang di Bangkalan, kesenian yang menyerupai tayub dalam masyarakat Jawa ini juga berkembang di Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Jember.
Sementara, Sandur atau Sandur Kalongking di Tuban dan Bojonegoro, menurut situs warisanbudaya.kemnedikbud.go.id, Â merupakan seni ritual multibentuk yang menggabungkan drama, tari, akrobat mistis, dan musik. Menurut tradisi lisan yang berkembang, kesenian ini berasal dari kata isan (selesai panen) dan ngedhur (sampai habis).Â
Versi lain menceritakan bahwa Sandur yang terdiri dari berbagai cerita tersebut merupakan singkatan dari sandiwara ngedhur. Artinya, kesenian ini berisi tentang berbagai macam cerita yang tak akan habis sampai pagi. Ada pula yang mengatakan bahwa Sandur merupakan singkatan dari beksan (menari) dan mundur.
Adapun, Prakosa (2020) menjelaskan bahwa Sandur merupakan pertunjukan bocah angon (anak gembala) dengan tujuan menghibur diri dan masyarakat. Menurutnya, Sandur bisa diartikan sandhing luhur, yakni berdampingan dengan leluhur, atau sandhangan dhuwur, yakni busana luhur. Kata dhuwur dan luhur berkaitan erat dengan leluhur atau yang dimuliakan, dijunjung tinggi.Â
Maka itu, Sandur merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur yang berjasa "mbabat alas dadi desa sing reja dadi dukuh sing makmur" (membabat hutan menjadi desa mulia dan dukuh yang makmur).
Sebagai seni ritual, Sandur biasanya digelar dari pukul 21.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB. Pertunjukan Sandur digelar di tanah lapang dengan batas pagar tali berbentuk bujur sangkar berukuran 8 x 8 meter yang disebut blabar janur kuning, diberi hiasan lengkungan janur kuning dan digantungi aneka jajan pasar, ketupat dan lontong ketan atau lepet.Â
Dua batang bambu ori ditancapkan dengan ketinggian kurang lebih 10-12 meter. Di antara bambu tersebut dipasang tali besar yang menghubungkan keduanya untuk adegan kalongking yang mistis. Untuk tata cahaya menggunakan obor mrutu sewu, yaitu sejenis obor yang lubang untuk menyalakan apinya terdapat lebih dari tiga lubang. Obor ini dipasang di sekeliling arena pertunjukan.Â
Yang tidak boleh dilupakan adalah pembacaan mantra dan pemberian sesaji (beras, dupa, cikalan yang bagian tengahnya diberi gula merah, kembang setaman dan kembang boreh) dengan tujuan agar acara dapat berjalan dengan lancar dan sukses.
Dalam pertunjukan, Sandur biasanya melibatkan dua puluh hingga dua puluh lima personel, yaitu dua orang pemain musik (panjak kendang dan panjak gong), sepuluh sampai lima belas panjak hore, satu orang jathil, satu orang srati (pawang/dukun), lima orang sebagai pemeran tokoh Germo, Cawik, Pethak, Balong, dan Tangsil, serta satu orang penari kalongking.Â
Pemilihan untuk tokoh Balong, Pethak, Cawik dan Tangsil berasal dari anak laki-laki yang belum dikhitan karena dianggap masih suci. Instrumen musik yang digunakan adalah gong bumbung dan kendang batangan/ciblon yang dibantu oleh panjak hore sebagai pelantun tembang serta tukang senggak (menyahuti lagu).