Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sandur Klungkung: Ritual Keselamatan dari Kaki Gunung

23 Juli 2023   16:17 Diperbarui: 24 Juli 2023   11:11 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemakaman Mujan tempat pertunjukan Sandur Klungkung. Dokumentasi penulis

Salah satu adegan gerak tari sederhana dalam Sandur Pantel di wilayah Sumenep. Sumber: lontarmadura.com
Salah satu adegan gerak tari sederhana dalam Sandur Pantel di wilayah Sumenep. Sumber: lontarmadura.com

Menurut Irmawati (2011), dalam tradisi lisan masyarakat Madura di kawasan Ambunten barat, Sumenep, seni ritual ini diyakini berasal dari kisah seorang anak bernama Sandur, pengembala kambing yang saleh dan taat beribadah. Banyak masyarakat yang memujinya. 

Hal itu menjadikan salah satu anak yang dipanggil Si Kafir tidak senang dan berencana mencelakai Sandur. Ia tidak suka kalau Sandur semakin dicintai warga dan menjadikan mereka memeluk Islam. Hal itu akan menghancurkan wibawa Kafir yang dikultuskan masyarakat.

Ketika Sandur sedang menggembala kambing di kawasan perbukitan, Kafir pun menjalankan rencananya. Sayangnya, rencana itu gagal karena Sandur tidak ia temukan. Secara ghaib, Sandur hilang, karena dimasukkan ke pohon besar oleh Sang Pencipta. 

Hilangnya Sandur inilah yang dinyanyikan dalam tembang Sandurelang, Sandur hilang. Berdasarkan petunjuk dari hasil semedinya, Kafir mengetahui kalau Sandur berada di dalam pohon besar yang tidak jauh darinya. Ia pun segera menebang pohon itu, tepat di tengah.     

Kisah hilangnya Sandur, Sandurelang merupakan ruh dari seni ritual ini yang biasanya dilaksanakan di maam hari dan dibagi ke dalam dua babak. Pada acara pembukaan, kisah ini menggambarkan Sandurrenang, namun dalam penutupannya adalah Sandurelang. 

Dalam pemahaman masyarakat Madura, Sandurrenang merupakan dzikir dan kalimat tauhid yang menunjukkan hamba Tuhan yang selalu mengabdi (Umar, 2018). Ini diwujudkan dalam sosok Sandur yang saleh dan taat beribadah serta mengajak menuju kebaikan sehingga di tolong oleh Sang Pencipta. 

Para pelaku Sandur Pantel memainkan tarian dengan gembira. Sumber: Bangsaonline.com
Para pelaku Sandur Pantel memainkan tarian dengan gembira. Sumber: Bangsaonline.com

Tujuan akhir setelah melafalkan doa dan pepujian dalam Sandur adalah adalah untuk membebaskan diri dari semua penyakit, semua mara-bahaya dan musibah. Hal itu sesuai cerita ketika Sandur dapat raib karena pertolongan Sang Pencipta. 

Di babak pertama, para penari dan pelantun doa duduk melingkar. Di posisi paling belakang adalah para penabuh, di depan penabuh adalah penembang wanita. Ketika penari mengambil posisi berdiri, para penempang wanita juga ikut berdiri. 

Di depan penembang wanita adalah pimpinan yang memberikan improvisasi lagu ataupun penegasan cerita. Sementara, posisi terdepan dalam bentuk lingkaran adalah para penari berjumlah empat belas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun